Namanya Juga Usaha

1.6K 29 0
                                    

Yosika memilih kemeja putih bercorak batik biru dipadu dengan rok pensil guna menampilkan lekukan tubuhnya. Rambut hitam panjangnya dibiarkan tergerai menutupi bahunya. Sentuhan gincu merah muda mengakhiri sesi make-up nya hari ini.

Yosika tiba satu jam lebih pagi dari perkiraannya. Jalan menuju area perkantoran Gatot Subroto tidak begitu ramai. Yosika menunggu di salah satu café corner di dalam gedung perkantoran. Sesekali pandangannya mengarah ke pintu masuk gedung sambil menyesap cappuccino pesanannya.

Jam tangannya menunjukkan pukul 7.30. Belum ada tanda-tanda kedatangan seseorang yang diharapkannya. Yosika membuka kembali galeri ponselnya yang sudah dipenuhi foto unduhan Petra Tirtayasa. Setiap pose Petra mengeluarkan sisi maskulinnya. Ketampanan pria itu mampu memikat siapa saja jika pria tersebut menjadi bintang iklan. Dua puluh menit berlalu, Yosika kembali melirik ke arah pintu masuk. Para karyawan kantor sudah berdatangan satu per satu. Lobby semakin ramai orang berlalu lalang.

Yosika menyesap habis minumannya, memasukkan ponsel ke dalam tasnya dan ketika dia hendak beranjak dari tempatnya duduk, aroma fresh bercampur wewangian teh merasuk dalam pori-pori hidungnya. Aromanya semakin kuat.

"Asian Dolce satu," kata seseorang yang tepat berdiri di samping Yosika. Yosika segera menoleh.

"Se..Selamat pagi Pak Petra," ucap Yosika lantang. Pria di sampingnya sekilas melirik dengan raut wajah tanpa ekspresi dan kembali menunggu pesanannya.

"Pagi."

Tak lupa, Yosika melihat jam tangannya. Pukul 08.00 tepat.

"Aku yang kemarin datang bersama Pak Adam," kata Yosika kemudian membuka topik pembicaraan.

"Ya, saya tahu."

Hati Yosika ingin memulai percakapan lebih panjang, namun dia bingung jika respon lawannya sedingin itu. Bisa jadi nanti akan kehabisan ide bicara. Setelah menerima pesanannya, Petra langsung melangkah masuk ke gate khusus karyawan dan menekan tombol lift tanpa menghiraukan Yosika di sampingnya.

Basa basi kek, bilang duluan ya, atau apalah, batin Yosika. Yosika menyusul Petra yang menunggu pintu lift terbuka.

"Saya gak suka kamu spam saya. Saya terganggu," ucap Petra dingin. Yosika langsung mengerti arah pembicaraan Petra.

"Tapi aku memang suka semua foto Pak Petra," aku Yosika tanpa rasa bersalah.

"Gak semua harus kamu like dan comment. Saya gak suka ada orang nyampah di akun saya."

Ting!

Petra masuk diikuti Yosika yang memilih diam. Petra menekan angka 31, sementara Yosika menekan angka 29.

Lift berhenti di lantai 10, 15, 20, 25, 29... Yosika bergeming. Suara pria menyadarkannya.

"Mau turun apa gak?"

"Eh." Yosika baru menyadari bahwa lift telah berhenti di lantai 29. Satu detik sebelum Petra menekan tombol close, Yosika menghentikannya.

"Mau pak, saya mau turun," ucap Yosika panik melihat kiri kanannya yang telah kosong. Hanya tinggal mereka berdua.

Sayangnya pintu sudah dalam keadaan setengah tertutup. Secepat pintu tertutup secepat itu pula gerakan spontan Petra menahan pintu lift agar kembali terbuka.

Petra berdecak, namun tangannya bergerak spontan."Jangan ngelamun makanya." Petra mengingatkan.

"Makasih, pak." Pintu lift tertutup setelah Yosika keluar.

Benih rasa yang ditanam jauh dalam relung hatinya, sedikit demi sedikit tumbuh menjadi tunas. Tindakan Petra barusan menunjukkan kalau pria itu penuh perhatian, meski sikapnya sedikit dingin dan ucapannya terlalu to the point tanpa memikirkan perasaan lawan bicara.

Crush on You [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang