Bandung, Januari 2012
Kedua tangan itu memisah setelah saling bersentuhan dan sang empunya memperkenalkan nama masing-masing. Razel masih mempertahankan senyumnya dan mengamati bawaan Ralissa, gadis yang ditolongnya dari guyuran hujan deras di luar dengan mengajaknya masuk ke dalam cafe. "Kamu jualan kue?" tanyanya pelan.
"Iya," balas Ralissa diakhiri senyum canggung. "Kamu mau?" tambahnya. Tanpa menunggu jawaban Razel, Ralissa membuka kotak kuenya. Ia memberikan satu-satunya kue yang tersisa untuk Razel yang duduk di sampingnya.
"Gratis?" Razel tersenyum tertahan sembari menerima kue. Ralissa mengangguk sebagai respons.
Razel menggigit putu ayu di tangannya, lalu mulai merasakan sensasi rasa kue itu. "Enak. Rasanya pas. Enggak manis banget," ucapnya menilai bagus. "Kamu yang buat sendiri?"
"Iya. Kamu suka?"
Dengan jujur Razel mengiyakan sambil menambahkan kata pujian membuat Ralissa menunduk, menyembunyikan senyum dan kedua pipinya yang merah. "Lain kali aku kasih lagi kalo kamu mau," ucap Ralissa malu-malu.
Razel menarik kedua sudut bibirnya dan diam-diam merasa beruntung karena bertemu gadis yang baik dan tampak iklas seperti Ralissa. Usai gigitan terakhir, Razel membuang plastik kue ke keranjang sampah. Kedua mata legam Razel berserobok lagi dengan kedua mata bening Ralissa. "Tapi, emang enggak rugiin kamu?"
Ralissa menggeleng lantas tersenyum. Senyuman yang lebih agak lepas dari sebelum-sebelumnya. Razel suka detik ini. Ia menyukai mata Ralissa yang seperti ikut tersenyum. "Cuma satu aja ... gak akan bikin aku rugi," terang Ralissa.
"Jangan bohong."
Ralissa menutup kotak kue jualannya di meja. "Aku nggak bohong kok. Kamu juga baik sama aku." Senyum Ralissa mengembang tanpa menatap Razel.
Razel menikmati pemandangan sisi kanan wajah Ralissa yang indah. Bibir merah jambu dan hidung yang cukup bangir. "Kalau gitu ... sering mampir ke sekolah aku, Lis. Deket kok dari sini."
"Rakayasa?" tebak Ralissa.
Razel mengangguk. Sedetik kemudian pelayan datang membawa dua minuman yang Razel pesan sebelum keduanya berjabat tangan. Setelah itu keduanya tak banyak bicara, menikmati minuman sendiri-sendiri. Selang 30 menit Korea drink Razel tersisa setengah. Korea drink Ralissa masih terlihat utuh karena jarang disentuh dan hanya diseruput tiga kali. Di situlah keduanya menyadari awan tak segelap tadi dan hujan telah berhenti.
Razel menemani Ralissa di ujung pintu masuk kafe. "Makasih udah bikin aku gak basah kuyup. Makasih juga minumannya."
"Makasih kuenya," balas Razel bersahabat.
Ralissa melambaikan tangan seraya tersenyum.
Razel ikut melambaikan tangan bersamaan ketika Ralissa menjauh. Hanya dalam satu menit, Ralissa sudah tak dapat dijangkau lagi oleh mata Razel. Namun, Razel tak risau mengingat obrolannya dengan Ralissa beberapa saat lalu. Ia akan berkemungkinan besar bertemu Ralissa lagi.
Razel kembali ke meja cafe dengan senyum tak kunjung lebur.
***
Author Note :
Prolog dikasih yang manis-manis kayak yang nulis ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER R
Roman d'amour"Aku dan kamu adalah kisah tak sempurna." -------- Razel Ardeo Dewanta. Nama dan bayang wajahnya tak akan pernah Ralissa Azalea lupa. Pemilik senyum terbaik, tapi sendu. Seorang yang membuat Ralissa lebih mengerti arti kata "kasih". Seorang yang men...