TUJUH BELAS

5.4K 412 9
                                    

"Better?" tanya Jeana saat Andra mengerang pelan.

Semalam Andra mengeluh tidak enak badan sepulangnya dari kantor. Badanya deman lumayan tinggi. Jeana membuatkan bubur dan memberikan obat pada Andra setelah memastikan Gisel menghabiskan makan malamnya. Dia juga mengompres dahi Andra semalaman, beberapa kali terjaga saat mendengar Andra mengigau pelan.

"Kepalaku masih pusing." Andra mengulurkan tangan dan memeluk pinggang Jeana. Dia meletakan kepalanya di atas pangkuan Jeana.

"Sudah izin kantor kan? Hari ini Kita ke rumah sakit ya? Sekalian Aku cek kandungan." Jeana mengelus rambut Andra yang sudah lebat. Waktunya memangkas rambut, pikir Jeana.

"Jean." gumam Andra diperut Jeana yang mulai membuncit di bulan ke 4 kehamilanya.

"Kenapa?"

Andra menarik kepala, menatap wajah Jeana yang sedang menghadap kepadanya. Tangan Andra masih memeluk pinggang Jeana. "Kemarin Mama tanya, Kamu udah hamil belum dan Papa tersenyum mengiyakan."

"Ah, maaf. Aku lupa ya belum bilang sama Mama selama ini."

"Don't worry." Andra mengusap pipi Jeana. "Cuma kemarin Aku bilangnya Kamu hamil tiga bulan, sesuai umur pernikahan Kita."

Usapan Jeana terhenti. Kepalanya seperti mendapat serangan ingatan yang sempat Jeana lupakan. Ia hamil duluan- Oh shit, dangdut banget. "Dan Mama akan heran kalau nanti Aku lahiran, ah bang Ian juga. Yah meskipun Dia tidak akan terkejut."

Sedikit limbung saat memaksakan tubuhnya untuk duduk, Andra memaksakan diri. Ia ingin merengkuh tubuh Jeana. "Sorry baby." Andra mengecup pelipis sebelah kanan Jeana. Menghirup aroma Jeana yang begitu enak. "Ini termasuk tanggung jawab Aku. So, Kamu fokus sama baby dan juga kesehatan Kamu. Okay?" Andra mengecup dahi Jeana dalam.

"Promise?"

"Promise." Andra menangkup kedua pipi Jeana.

"Ah perlu Anda tau ya, Mr. Atmaja." Jeana menekan telunjuknya didada Andra. "Saya sedikit pendendam, sekali Anda ingkar. Habis Anda."

Andra meringis saat Jeana berhasil mencubit perut Andra yang liat. "Sepertinya Anda sedikit gemukan ya."

"Ini tanda susunya pas, sayang." balas Andra genit.

¤¤¤

Jeana menghembus nafas pasrah melihat Gisel yang berlari kedalam rumahnya dengan Ian. Hari ini Ia sengaja berkunjung setelah mengantar Gisel daftar untuk sekolah dasar di yayasan yang sama. Ian mengatakan untuk mampir karena Ia punya beberapa oleh-oleh dan titipan dari keluarga Mamanya di Australia.

"Om Ian, Gisel nyampe nih." teriak Gisel dari ruang keluarga.

"Nggak usah teriak-teriak gitu. Ini dirumah bukan hutan, kaya tarzan aja." cibir Jeana. Gisel menyipitkan mata sebelum mendengus. Ia melepas sepatu boots oleh-oleh dari Val dan berlari menuju televisi besar di sisi ruangan.

Helaan nafas Jeana keluar saat Ia melihat sepatu Gisel berserakan bersama topi baretnya. "Lepas sepatu taruh di rak, topi di meja." omelnya. "Cuci tangan dulu kalo dari luar, Ayo."

"Tante makin bawel deh." dengan wajah cemberut, Gisel tetap mengikuti ucapan Jeana. Langkah perinya berlari menuju wastafel yang ada didekat tangga.

"Minum dulu."

"Hai Princess Gisel." Ian turun dari lantai dua. Membawa sebuah boks yang Jeana yakin adalah oleh-oleh.

"Om Ian! Mana oleh-oleh Gisel." teriaknya setelah Jeana selesai mengelap tanganya.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang