Ice Cream

46 1 0
                                    

                                                        Ice Cream

Tak pernah kurasakan sebelumnya, aku begitu kecewa, saat aku mengetahui apa yang terjadi di belakangku.

Perjalanan ini cukup panjang, sudah lima tahun kita jalani bersama. Tapi, haruskah berakhir seperti ini? Sungguh, sungguh tak pernah terbayangkan jikaku harus menyaksikan kecuranganmu untuk mengalahkanku.

Saat itu kamu mulai berubah, entah apa yang telah membuat haluanmu berubah arah? Aku tak tahu, dan aku tak yakin.

Sore itu, aku mengikutimu diam-diam, kamu nampak ceria, begitu rapih, begitu wangi.

Kamu berjalan berlawanan arah denganku, sedangkan aku masih terdiam di dalam mobilku, sesekali aku lihat kamu menelepon seseorang, dan sesekali ku perhatikan kamu dari spion mobilku. Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Jantung ini mulai berdetak tak karuan, akan kucoba untuk mengikutimu. Dan akupun keluar dari dalam mobilku.

Jarak aku dan kamu tak begitu jauh, kamu terus berjalan dengan tujuan yang pasti, tapi aku, hanya bisa menerka. Aku makin gelisah dan terus mencoba mengikutimu.

Tak lama kamu masuk ke dalam kerumunan banyak orang, dan aku kehilangan jejakmu. Aku sedikit kebingungan, celingukan mencari keberadaanmu. Tapi aku sadari, kamu telah menghilang di balik kerumunan itu. Aku hanya bisa menghela nafas kecewa. Dan akupun duduk pada sebuah bangku di depan sebuah cafe. Termenung sendiri, kucoba meneleponmu, tapi nyatanya kamu sedang sibuk. Hatiku makin tak karuan, kecurigaan dan kecemburuan makin membakar dada ini. Aku mulai gelisah, dan tanpa disadari mata ini melelehkan airnya membasuh pipiku.

Aku tak peduli orang-orang yang berlalu lalang menatapku aneh, atau mungkin beberapa merasa kasihan ataupun bingung dan bertanya-tanya. Tapi tak satupun berani untuk mengusikku.

Angin jalanan berhembus, debu-debu itu beterbangan, daun-daun itu tersapu oleh angin jalanan. Rasanya dingin sekali. Aku menyadari, kalau bulan ini adalah puncak musim hujan. Akupun melirik jam yang melingkari tanganku. Haripun semakin sore, dan mendung.

Tak lama, aku termenung dan benar-benar kehilangan jejakmu. Seseorang duduk di sampingku, tanpa kata sedikitpun. Akupun tersadar dan menoleh kearahnya, iapun sama, dan kami sama-sama tersenyum.

“Aku perhatikan dari tadi kamu duduk terus di sini? Sedang menunggu seseorang ya?” mulainya membuka pembicaraan.

“Aku hanya sedang kehilangan jejak, dan akhirnya terduduk di sini. Kamu? Tanyaku balik.

“Aku sedang mengikuti pasanganku, tapi sialnya aku bernasib sama denganmu. Hehehehe.” Jelasnya.

“Oh, begitu? Ternyata bukan aku saja yang bernasib malang. Heheh.” Senyumku.

Lama kami terdiam dan tak ada kata, kembali angin menyapu dedaunan dan debu-debu jalanan itu. Manusia-manusia berlalu lalang tak hentinya.

Aku menatap beberapa sudut keadaan. Di sisi lain, aku melihat sepasang kekasih sedang berpadu kasih, mesra sekali. Akupun teringat ketika aku dan kamu ketika sedang ditumbuhi bunga-bunga kasmaran, aku merindukan saat-saat itu bersamamu.

Tak lama aku menatap ke sudut lain, ku lihat sepasang kekasih sedang marahan, sang wanita dengan manyunnya berjalan duluan, sedangkan sang pria berjalan sambil marah-marah di belakangnya, dan sesekali menarik tangan wanitanya. Aku terbayang akan kisah kita, seperti flashback, aku dan kamu pernah seperti itu, di jalanan dan tak memperdulikan apa kata orang yang melihatnya.

Akupun kembali menitikan airmata.

“Kamu menangis?” tanyanya menyadarkanku. Akupun menghapus airmata yang meleleh di pipiku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ICE CREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang