One

9 1 0
                                    

Saat itu tepat saat aku menaiki kelas 3 SMA, aku di pindahkan pada sekolah baru di daerah busan. Tentu saja karena appa yang di pindah tugaskan dari kerjaan nya ke lain kota. Sebenarnya hal ini sudah sering kali aku lakukan sejak masih taman kanak-kanak, hanya saja akhir-akhir ini ada rasa bosan karena harus memulai pertemanan yang baru.

Hari pertama memasuki sekolah, tak ada yang menarik, hanya sekedar berkenalan dan bertukar sapa sebentar dengan teman sebangku. Di lanjutkan dengan belajar dan jam istirahat, benar-benar tak ada yang menarik hingga jam pulang tiba.

Memasuki hari kedua, aku kembali memperhatikan mereka satu persatu, seperti kemarin, karena ada beberapa yang aku tak kenali. Mencoba mengingat siapa nama-nama mereka, karena tentu saja mereka yang akan menjadi teman untuk menemani hari-hari ku di sekolah hingga lulus nanti. Netra ku kini mengedarkan pandangan keseluruh kelas, hingga akhirnya kini tatapanku terpaku hanya pada satu objek. Di tempat duduk paling akhir.

Kemarin aku ingat dengan jelas tak ada yang menduduki tempat duduk itu, begitu pula tak ada yang membahas bahwa ada salah satu siswa yang tak masuk sekolah.

Pria itu hanya diam dan menatap keluar jendela. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, nafasku seolah sesak dengan terus mengamati nya.

Sebenarnya entah aku harus menyebutkan ini sebagai takdir atau hanya kebetulan belaka. Aku ternyata dapat kembali melihat nya. Ia disana, tepat hanya beberapa langkah dari tempat duduk ku ini.

Lihat saja wajahnya yang masih sama, tetap datar dan tanpa senyuman yang terpatri dibibir tipisnya.

Haruskah aku bahagia? Aku melihatnya lagi!

____

Aku mulai tersadar ketika tatapan hampir semua penghuni kantin kini terpusat padaku. Hanya karena aku terus menatap pria yang sedang duduk sendirian dengan tenang di kantin. Menikmati makanannya.

Apa yang salah? Aku memperhatikan nya karena ia hanya sendirian. Tak ada teman sejak ia pertama kali ku lihat di dalam kelas. Dan juga tak ada satupun yang berbicara padanya. Apa tak ada simpati dari mereka? Atau memang ia tak punya teman di sekolah ini?

"Apa yang kau lakukan jihyo! Jangan perhatikan dia!"

Aku cepat menoleh ke arah samping kanan. Menatap bingung Hyuna, satu-satunya orang yang membuat ku nyaman berteman dengan nya. Ia menurutku sangat cantik, memiliki otak jenius dan cukup menyenangkan. Tapi apa-apaan ucapannya barusan?

" Apa yang salah? " Hyuna justru memilih diam, ia kembali memakan makanannya tanpa menjawab pertanyaan ku.

_______

Atas keberanian yang entah datang dari mana, kini aku sudah duduk di depannya. Meninggalkan Hyuna yang kini menatapku sinis dari mejanya. Aku hanya menyengir sekilas tanda permintaan maaf.

Ia mendongak dan melirik ku sekilas. Kembali acuh pada sekitar yang kini mulai berbisik-bisik tentang kami berdua.

Si anak baru dan si pucat yang tak perduli sekitar. Sebenarnya ia memang tak peka keadaan atau hanya malas menanggapi ocehan siswa lain?

"Hei Min yoongi" Oh God! Sekarang aku tau namanya, berkat siswa yang berbisik terlalu keras dibelakang. Haruskah aku berterimakasih pada mereka?

"Apa"

Senyum yang sudah kupasang semanis mungkin langsung hilang seketika. Apa itu sebuah pertanyaan untuk ku? Kata-katanya terlalu datar. Dan lihat wajahnya yang selalu datar, menyebalkan sekali!

"Apa kau mengingatku?"

"Tidak"

Ah ya tentu saja tidak. Mana mungkin dari sekian banyak kejadian, dan sekian ribu hujan yang ia lewati, ia akan mengingat momen yang tak penting untuk ia ingat.

Ia bangkit dari duduknya, membereskan piring makanan, menaruhnya di tempat piring kotor, dan berlalu pergi begitu saja. Berapa kali harus ku bilang? Ia hampir sama persis seperti yang kulihat 2 tahun yang lalu.

_____

Kaki ku berlari kecil. Sedikit susah mengimbangi jalan yoongi, tertinggal beberapa langkah karena melamun kan dirinya. Dan akhirnya memutuskan untuk beranjak mengikutinya.

Sambil terus mengikuti jalannya menuju kelas, aku sesekali akan melirik nya. Memperhatikan bagaimana wajahnya. Sungguh, aku sebenarnya masih tak percaya. Apakah ia orang yang dulu ku temui, atau hanya seseorang yang tak sengaja mirip dengan nya.

Jalan kami sudah memasuki lorong yang akan menuju ke kelas. Tapi aku tetap fokus dengan terus mengamati wajahnya.

Sama! Benar, iya sama persis. Benar-benar sama. Hanya saja, mungkin sedikit berbeda dengan aura dingin yang menguar dari sekitar nya. Dan tatapan matanya juga yang jauh lebih tajam dan menusuk.

"Yoongi, semoga kita menjadi teman baik"

Ia sempat berhenti sebentar sebelum kembali melangkah tanpa menghiraukan ucapanku. Yeah sebenarnya hanya aku mungkin yang ingin sekali berteman denganmu.

Setelah menghela nafas sebentar, aku mengikutinya masuk kedalam kelas. Dan entah apa yang sebenarnya terjadi, aku diberikan tatapan yang sedikit membingungkan dari mereka semua.

_____

Ia duduk sendirian di halte bus. Menatap kosong pada jalanan di depannya. Aku ikut mendudukkan diri disampingnya. Untuk menunggu bus yang akan menuju pemberhentian bus dekat rumah. Karena appa tentu saja tak dapat menjemput ku.

Ingin sekali ku ajak bicara lagi ia. Bibirku seolah gatal ingin mengeluarkan beribu pertanyaan padanya. Dimana ia tinggal, bagamana sekolahnya, keluarga nya, intinya semua tentang nya aku ingin tau. Hanya saja ia terlalu dingin. Ia pasti akan mengabaikan ucapanku lagi.

Aku menoleh ke kanan-kiri, saat tak lagi mendapatinya di sampingku. Ia ternyata sudah berjalan cukup jauh dari halte ini. Menenteng tas nya dan berjalan cukup cepat. Apa aku terlalu lama melamun?

Sebenarnya aku saat ini ingin sekali mengikutinya, kemana ia akan pergi. Setidaknya cukup mengetahui rumahnya saja sudah cukup bukan?

"Ah tidak! Bagaimana jika aku di sangka seorang penguntit!"

Dan bus yang ku tunggu kini sudah di depanku. Beranjak naik dan mengabaikan pikiran bodohku tadi.

-TBC-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memory Of You (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang