Bab 1
Hari Pertama
Rintikan hujan turun di pagi hari yang sangat special bagiku. Terlihat dari jendela kamarku langit yang identic dengan warna birunya yang indah kini harus tertutup oleh awan mendung yang menutupi seluruh keindahan langit. Sangat kusayangkan di hari pertamaku di sekolah baru cuaca sedang hujan. Setelah sarapan aku berangkat ke sekolah dengan jalan kaki, dan karena sedang hujan aku disuruh orang tuaku memakai payung.
Dengan ditemani suara rintikan hujan aku berangkat ke sekolah sendirian. Karena aku baru pindah ke sini jadi aku masih belum mempunyai teman sama sekali. Saat aku sampai di sekolah banyak hal yang dapat membuatku kagum dan tidak menyesali keputusanku memilih sekolah ini.
Di kelas aku mendapatkan tempat duduk yang paling belakang. Di samping kiriku tempat duduknya masih kosong. Di sebelah kanan duduk murid perempuan sedang membaca buku novel. Karena masih belum mempunyai teman aku memberanikan diriku untuk mengajaknya menjadi temanku.
“Hai nama kamu siapa?,” kataku.
“Oh siapa yang memanggilku?,” kata murid itu sambil menoleh ke kanan dan kiri.
“Iya aku yang memnaggilmu, apa kamu tidak bisa melihatku?,” tanyaku.
“Maafkan aku, hari ini aku lupa membawa kacamata jadi penglihatanku sedikit kabur.”
“Kalau mata kamu kabur kenapa kamu duduk di bangku belakang?.”
“Sebenarnya aku ingin duduk di bangku depan tapi pada saat aku datang semuanya sudah penuh dan yang tersisa hanya di belakang sini saja.”
“Seperti itu ya, kamu sedang membaca apa?.”
“Aku sedang membaca novel favoritku, karena ini pinjam dari teman dan hari ini harus aku kembalikan makanya aku ingin menyelesaikannya hari ini.”
“Tapi katanya mata kamu kabur?.”
“Kalau untuk jarak membaca normal aku masih bisa melihat meskipun seikit tidak jelas.”
“Lebih baik kamu tidak terlalu memaksakan mata kamu nanti yang ada malah tambah parah.”
“Kamu tenang saja, jika disuruh untuk memilih untuk melihat dengan jelas atau kabur aku akan lebih memilih untuk tidak bisa melihat sesuatu dengan jelas karena banyak hal yang kulihat selalu mebuat hatiku tersakiti di kehidupan yang cukup menyakitkan ini.”
“Jadi itu alasanmu kenapa kamu tidak memakai kacamata dan lebih membaca novel, apa kamu memang suka membaca novel?.”
“Iya, aku sangat suka membaca novel karena banyak hal yang bisa kupelajari dari novel hanya saja aku tidak mempunyai uang untuk membelinya, saat ingin membaca novel aku harus pinjam ke perpustakaan atau ke temanku.”
“Bagaimana kalau nanti kamuke rumahku, aku ada banyak novel kamu bias meminjam atau membawanya.”
“Benarkah?, “
“Iya.”
“Terima kasih ya.”
“Sama sama, oh iya sampai lupa nama kamu siapa?.”
“Nama aku Fella, nama kamu?.”
“Namaku Nur salam kenal.”
“Salam kenal.”
Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi dan murid yang seharusnya duduk di sebelahku juga masih belum datang. Guru yang mengajar datang dengan diikuti seorang murid laki laki yang wajahnya terlihat babak belur selain itu terlihat darah yang masih menetes di kepalanya. Tanpa mengucapkan satu katapun murid itu langsung duduk di sebelahku.
Tanpa perkenalan terlebih dahulu kami langsung memulai pelajaran yang cukup membuat kami merasa bosan dan terlihat sebagai pelajaran yang paling menakutkan. Selama empat jam pelajaran semua siswa di kelas mengikuti pelajaran tanpa ada rasa semangat sama sekali, ada yang tidur, berbicara dengan teman di sebelahnya dan juga ada yang makan. Hingga bel istirahat berbunyi semua tiba tiba menjadi semangat kembali. Ketika guru keluar dari kelas, semua siswa di kelas tiba tiba menjadi seperti ayam yang baru bertelur semuanya ramai sendiri ada yang berteriak tidak jelas, ada juga yang tertawa dengan keras, ada juga yang berlari lari di kelas semuanya sudah seperti orang yang bebas dari penjara, kecuali Fella dan murid yang ada di sebelah bangkuku dia hanya diam memperhatikan suasana yang sangat ribut sedangkan Fella dia lebih asyik membaca novelnya tanpa memperdulikan sekelilingnya.
“Fel ayo kita makan di kantin.”
“Hari ini aku lupa tidak membawa uang saku.”
“Kamu tenang saja, nanti akan aku pinjami uangku.”
“Ya sudah ayo.”
Kami berdua pun pergi makan ke kantin. Saat kami sedang makan, aku melihat siswa yang tempat duduknya di sebelahku sedang makan sendirian.
“Kamu sedang lihat siapa Nur?,” tanya Fella.
“Itu kamu tahu siapa siswa yang sedang makan disana?.”
“Kalau tidak salah dia kan duduk di sebelahmu, masa kamu tidak kenal dia?.”
“Dia memang duduk di sebelahku tapi saat di kelas dia hanya diam, meskipun aku berulang kali mencoba mengajaknya berbicara tadi dia tetap acuh.”
“Kalau aku tidak begitu mengenalnya soalnya aku baru hari ini melihatnya.”
Tidak lama kemudian siswa itu didatangi oleh murid lain yang badannya lebih besar darinya. Kami berdua hanya bisa melihatnya dari jauh dan tiba tiba siswa itu dipukul hingga babak belur, semua yang ada di kantin tidak ada yang berani memisahkan mereka semua hanya diam mematung dan seolah olah mereka tidak melihat atau mendengar apapun. Di dalam hati aku merasa kasihan dengan siswa itu, aku langsung lari dan menghampiri siswa itu.
“Apa yang telah kalian lakukan, memukul murid lain yang sedang makan di kantin memangnya dia salah apa?,” kataku.
“Huh sepertinya ada penyelamat nih, kali ini kita biarkan saja, dia juga sudah pasti kesakitan, hari ini kamu beruntung karena kami tidak memukulmu juga karena kamu seorang perempuan tapi lain kali kami tidak akan diam saja, ayo kita pergi.”
Semuanya pergi dan keadaan kembali menjadi normal kembali.
“Mengapa kamu menyelamatkanku?,” tanya murid itu.
“Memangnya tidak boleh?, karena melihat kamu terus dipukul tadi entah kenapa aku langsung berlari ke sini.”
“Aku tidak butuh rasa belas kasihanmu, aku ingin kau menjauh dariku sekarang.”
“Masa itu ucapanmu pada orang telah menyelamatkanmu?.”
“Terima kasih, sekarang kamu pergi saja.”
“Tapi sebelumnya siapa namamu?.”
“Aku akan memberitahumu sebagai ucapan terima kasihku, tapi aku akan membisikkanya padamu dan ketika kita bertemu jangan pernah menyebut namaku, aku ingin kamu berjanji untuk itu.”
“Baiklah aku mengerti, aku berjanji tidak akan pernah menyebut namamu.”
Setelah itu dia langsung membisikkan namanya ke telingaku. Setelah itu aku langsung pergi meninggalkannya.
“Tadi kenapa kamu senekat itu Nur?,” tanya Fella.
“Bagaimana ya mengatakannya, aku paling tidak suka melihat ada orang yang dibully, jika aku melihat seperti tadi maka tanpa sadar tubuhku berlari untuk menyelamatkannya.”
“Jadi kamu paling benci dengan orang yang suka mem-bully orang lain?,” tanya Fella.
“Iya, selama aku bisa menyelamatkan atau melakukan sesuatu maka aku akan berjuang .”
“Terus tadi dia membisikkan apa padamu?.”
“Dia membisikkan namanya.”
“Siapa namanya?.”
“Dia memintaku berjanji agar tidak memberitahukan pada yang lain, jadi maaf ya.”
“Iya, sekarang kita kembali ke kelas jam ke lima sudah hampir dimulai.”
“Kamu benar ayo.”
Saat kami kembali dari kantin di depan kelas terdapat banyak tetesan darah hingga ke dalam kelas. Kami melihat semuanya hanya diam tidak memperdulikan darah yang menetes di lantai kelas. Kami langsung duduk di bangku kami.
“Kenapa ada banyak darah di kelas ya Fel?,” tanyaku.
“Aku sendiri tidak tahu Nur, mungkin ini adalah darah milik orang yang ada di sebelahmu itu.”
“Sepertinya kamu benar di mejanya banyak darah dan tentunya ini masih baru.”
“Sudah diam guru kita sudah datang.”
Saat pertama kali masuk guru kami melihat banyak sekali bercak darah di dalam kelas yang masih belum dibersihkan dan sepertinya beliau akan marah.
“Ini darah siapa?,” tanya guru kami dengan nada membentak.
“Darahnya si anak itu tadi dia datang ke kelas dengan berlumuran darah,” kata murid yang ada di depan.
“Sekarang kemana dia?.”
“Kami tidak tahu bu setelah mengambil tasnya dia langsung pergi keluar.”
“Apa kalian tahu kenapa dia berdarah?.”
“Tidak yang kami tahu dia datang sudah berlumuran darah dan saat dia hendak duduk tiba tiba dia batuk darah setelah itu dia pergi.”
“Kenapa kalian tidak membersihkan darahnya?.”
“Karena kami jijik Bu.”
“Cepat bersihkan kalau tidak hari ini saya tidak akan mengajar kalian,” kata guru itu dengan suara keras.
Semua murid dengan terpaksa membersihkan darahnyaanak itu Di sela sela itu mereka mengejek dan menghina anak itu karena dia yang menyebabkan semua kelas haru membersihkan kelas. Setelah semuanya bersih anak itu datang ke kelas.
“Nah ini dia sudah datang bintang tamu kita, pergi meninggalkan masalah ketika datang dia tenang.”
“Maafkan aku ya, karena aku kalian yang harus menanggung akibatnya,” kata anak itu.
“Lebih baik kamu pergi saja daripada di sini ekspresimu itu yang seolah olah kamu tidak memiliki kesalahan apapun itu yang mengganggu kami.”
“Sekali lagi aku minta maaf ya.” kata anak itu.
“Huh kami tidak butuh minta maafmu, seandainya bukan disuruh guru kami tidak akan pernah membersihkan ini.”
“Baik baik sekali lagi aku minta maaf.”
Dari kejauhan kulihat dia begitu tenang meskipun dimarahi oleh teman temannya. Dia hanya mengucapkan maaf dan tersenyum, sifatnya itu yang dibenci oleh orang lain.
“Kamu kenapa Nur?, dari tadi lihat dia terus?,” tanya Fella.
“Ah tidak apa apa hanya saja aku penasaran kenapa dia bisa setenang itu meskipun dia dimarahi ketika waktu di kantin tadi juga seperti itu dia bersikap sangat tenang sekali.”
“Yang penting sekarang aku tahu namanya,” kata Fella.
“Nama dia yang asli bukan itu tapi yang lain.”
“Begitu ya, kurasa suatu saat aku pasti akan tahu nama dia yang sebenarnya.”
“Kalau sudah waktunya aku akan memberitahumu Fell.”
Hari ini sungguh menarik, bisa bertemu dengan seseorang yang tidak terduga di dalam kelas, melerai perkalihan di kantin pada hari pertama di sekolah. Terutama adalah …, dia sungguh berbeda dengan yang lain selalu diam, jika dia salah dia hanya tersenyum dan mengucapkan maaf. Semakin memikirkannya, aku semakin penasaran dengannya. Bertemu dengan seseorang yang terselubung dengan keheningan dan juga sikapnya yang dingin seolah olah dia tidak ingin menunjukkan jati darinya pada orang lain. Hari pertama sekolah yang cukup indah
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Misteri
RandomDi hari pertamanya sekolah Nur siswi di SMA bertemu dengan seorang siswa di kelasnya yang begitu tenang dan hanya bisa tersenyum ketika ada masalah.