I love you

17 0 0
                                    

“Maaf.. aku tidak pernah berniat membuatmu menangis seperti itu. Just look  tothe sky, and forget me.” Laki-laki itu pergi. Pakaian yang serba putih itu seperti menunjukkan jika dia tidak akan kembali. Perempuan yang ditinggalkannya hanya duduk memeluk kakinya dan menangis tertahan.

En terbangun dari tidurnya. Air mata sudah deras terjatuh. Wajahnya sudah memerah.  Dia duduk dan memeluk kakinya, seperti yang ada dimimpinya. Bedanya kali ini Ivan tidak ada di depannya untuk meninggalkannya. Akan tetapi, En tahu jika setelah ini Ivan akan benar-benar pergi.

En dan Ivan bukan sepasang kekasih. Hanya saja En menyukai Ivan. Sangat menyukainya, tapi sayang sekali Ivan tidak suka dengannya, dan tidak menyukai orang lain. Jika Ivan masih bisa ada disini untuk waktu yang lama, En mungkin akan berusaha untuk membuat Ivan menyukainya. Sayang sekali, waktu tidak berbaik hati kepada En.

En segera bangun dan mengganti bajunya. Tidak sulit bagi En untuk pergi ke rumah Ivan walau jaraknya cukup jauh dari rumahnya. Baru saja En berdiri di depan pintu rumah Ivan, Ivan sudah keluar dari rumahnya dengan pakaian siap pergi dan dua koper besar. En menahan air matanya agar tidak terjatuh di depan Ivan. “Hai En, Aku baru saja mau nelfon kamu.” ucap Ivan yang tidak tahu rasa sedih yang dirasa En. “kamu mau kemana Van?” tanya En berusaha untuk tersenyum walau hatinya sudah tersayat. “Seperti yang aku critain kemarin.. aku mau lanjut skolah ke luar negeri. Dan mungkin lama untuk kembali.”

Wajah En terasa panas, matanya berkaca-kaca. Nafas pun terasa berat untuknya, tapi senyum tak sedikit pun berkurang dari wajahnya. “Bagaimana aku bisa ngehentiin Ivan yang keras kepala ini?”, berbeda dengan yang dikatakan En, dia sebenarnya ingin memeluk Ivan dan memaksanya untuk tinggal. “Hahaha.. kau benar sekali En. Jangan lupa balas E-mail ku ya ntar.”, wajahnya semakin panas. Kali ini dia tidak bisa menghentikan tangisnya. Air mata sudah terlanjur jatuh, tapi tidak ada isakan dari nya. Dia hanya menangis dalam diam.

Ivan melihat En kaget. Lalu Ivan mengubah ekspresinya seakan tidak bersalah. “Apaan sih? pake nangis segala? Jangan kayak anak kecil gitu dong.” Ivan dengan mudahnya mengatakan itu dan tersenyum manis. En yang melihatnya hanya berusaha tersenyum. “Van, kamu tahu kan kalo aku suka banget sama cerita fiksi apalagi cerita tentang Elf.”, Ivan hanya mengangguk dengan tersenyum. “Sebelum kamu pergi, aku mau ajarin satu kosakata sama kamu.” En berusaha tersenyum menghapus perih hatinya.

Amin mella lle ...” En tercekat dan tak bisa melanjutkan kata-katanya. “Segeralah pergi, dan cari lah arti dari kata itu. Aku berharap nanti kamu bisa nemuin aku waktu kamu tahu arti kata itu.”, Ivan melihat En dengan sedih. En yang sadar akan hal tersebut segera menghapus air matanya. “Apaan sih van? Jangan ngeliat kayak gitu dong. Emangnya aku anak kecil yang lagi nangis.”, ucap En dengan senyumnya. Walau sedikit dipaksakan.

Setelah berpamitan sekali lagi Ivan pergi meninggalkan En.

Sesungguhnya perasaanku tidak bisa di ungkapkan hanya dalam satu kata itu. Menghabiskan halaman sebuah kamus pun kau tidak akan pernah paham. Cobalah lihat langit. Walau kegelapan ada di depan matamu, tapi selalu lah ingat jika cahaya akan slalu ada di langit yang sama denganku. Kau bisa melupakanku, tapi ingatlah aku akan selalu mengingatmu disini. Disini. Menceritakan semua perasaanku padamu. I Love You

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Amin Mella LeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang