Chapter 2 Bagian 1 "Berjalan Berdampingan"

58 60 4
                                    

Sudah beberapa hari berlalu sejak kaki kiri ku terkilir. Namun, semakin hari rasa sakitnya semakin berkurang. Sepertinya aku akan berangkat ke sekolah dengan skateboard ku hari ini.

Aku mulai dengan doa pagi lalu mempersiapkan keperluanku, mandi, memakai seragam lalu keluar dari kosan ku, kemudian berangkat ke sekolah meluncur dengan skateboard ku lagi dan seperti biasanya orang-orang menatap ku, dari raut wajah yang mereka tujukan pada ku, aku masih bisa menebak apa isi pikiran mereka, antara mereka menganggap ku aneh atau penasaran.

Dari belakang, aku mendengar samar-samar suara langkah kaki yang menghampiri ku, tertimbun oleh suara putaran roda skateboard ku, yah yang jelas orang itu pasti bukan Karim ataupun Sofia karena arah kosan ku berbeda dengan arah rumah mereka.

"Vlado!" Yap, suara riang itu lagi, hhh... Sebaiknya aku percepat perputaran roda skateboard ku.

"Vlado tunggu!" Oh sial, dia mengejar ku. Ayolah skateboard sialan, aku tahu aku berat tapi ayolah berputar lah lebih cepat! Oh sial, langkah kakinya makin terdengar mendekat, ah mari ku tebak, dia akan menepuk punggung ku dan menarik baju ku.

"Tep!"

"Vlado, kebiasaan, kamu jahat, Ih!" Yap, sudah kuduga. Aku menghentikan laju skateboard ku seketika.

"Ya, ya, ya terserah."

"Kok, masih judes gitu sih?"

"Mohon maaf, aku belum kenal kamu dekat.

"Apalagi yang kamu mau tau dari ku? Aku kan udah ceritain macem-macem ke kamu tentang aku kemarin."

"Iya kah? Mohon maaf, aku tidak ingat."

"Kebiasaan ih, dari kemarin setiap kali aku nyapa atau ngomong ke kamu, kamu jarang merhatiin, kenapa sih? Kamu gak suka sama aku? Kalau gak suka kenapa kemarin kamu nolong aku waktu aku keselek?" Huuft, orang ini berisiknya minta ampun, sudahlah aku layani saja keinginannya.

"Iya aku mendengar semua ocehan mu yang bodoh itu, iya aku ingat semua cerita mu yang bertele-tele itu, dasar menyebalkan."

"Jadi kamu selama ini denger?"

"Hmmm."

"Apa makanan kesukaan ku?"

"Kau menyebutkan banyak, ada makanan di kantin, makanan cepat saji atau barat, makanan tradisional, makanan Asia seperti masakan Cina, Jepang, Korea dan beberapa makanan dari luar negeri yang bukan termasuk dari wilayah itu. Pilih salah satu."

"Ehehehe, kamu inget, yaudah makanan tradisional Indonesia."

"Sate, kan?"

"Waah kamu inget. Hihihi..." Oh Tuhan, huuft.

"Ngomong-ngomong tadi kamu bilang aku nyebelin? Terus kenapa pertanyaan ku dijawab?"

"Supaya percakapan ini cepat berakhir."

"Kamu nggak suka ngobrol ya?"

"Bukan, aku benci kesenangan ku diganggu orang lain.

"Yaudah, maaf kalau aku ganggu kamu, kamu bisa pergi duluan sama skateboard mu itu."

"Tidak, tidak perlu."

"Kenapa?"

"Kamu sudah terlanjur jalan bersama ku, kamu tadi baru turun dari mobil yang seharusnya mengantar mu sampai sekolah kan?"

"Iya."

"Yap, tidak baik meninggalkan mu di jalanan seperti ini sendirian. Aku dengar dari Karim perempuan di daerah ini agak mengkhawatirkan keamanannya khususnya kalau mereka berjalan sendiri dan ada geng motor datang."

"Ah, iya tapi akhir-akhir ini mereka nggak keliatan soalnya banyak personel polisi yang nyamar pake pakaian warga biasa disebar buat mantau sama ngehentiin aktivitas mereka."

"Ya, jika aku jadi kau, aku takkan percaya berita begitu saja."

"Kenapa?"

"Orang jahat selalu punya cara untuk melakukan tindakan jahat mereka dengan satu cara atau cara lainnya, mereka layaknya hama yang selalu mencari cara untuk menyebarkan penyakit, gangguan dan kekacauan."

"Bahkan di tempat yang paling aman sekalipun?"

"Kau ingat berita mengenai penembakan orang Islam yang sedang beribadah di masjid wilayah Christ Church di Selandia Baru?"

"Iya."

"Selandia Baru berada di peringkat negara teraman kedua setelah Islandia. Namun, tetap saja kan penembakan itu terjadi?"

"Emangnya iya, Selandia Baru negara teraman peringkat kedua?"

"Silakan cek di aplikasi browser mu." Dia mengeluarkan smartphone nya dan menekan jari jemarinya di atas layarnya, ingin mencari tahu.

"Bener."

"Lihat kan?"

"Tapi, memang kamu berani lawan orang-orang kayak mereka."

"Aku terlalu mengenal orang-orang seperti mereka."

"Mengenal?"

"Hmmm."

"Maksudnya?" Aku diam tidak menjawab pertanyaannya. Pikiran ku melayang mengingat kelakuan orang-orang di sekolah ku yang seringkali memancing amarah ku atau berusaha mendekati ku. Yah, rumornya menyebutkan kalau sebagian di antara mereka merupakan anggota geng motor yang kerap melakukan tindakan kriminal dan vandalisme. Mengingat itu saja membuat darah ku mendidih, mengingatkan ku pada diri ku yang dulu. Aku terlena dalam pemikiran itu, pemikiran untuk menghabisi mereka satu persatu jika aku punya kesempatan untuk memberi mereka pelajaran sehingga mereka tidak berani lagi melakukan hal-hal tersebut sebelum akhirnya, aku disadarkan oleh Magdalena yang menanyai maksud perkataan ku.

"Vlado, maksudnya apa?"

"Hhh... Kepo sekali."

"Waah, kamu udah pake bahasa gaul."

"Hmmm."

"Ayo dong Vlado, ngomong lagi tapi jangan pake bahasa baku."

"Kapan-kapan jika aku ingin."

"Yah, nggak seru."

"Jika tidak seru dapat membuat ku tenang, aku lebih memilih jadi tidak seru."

"Apa di Republik Sprska di Bosnia orang-orangnya kayak kamu?'

"Tergantung."

"Tergantung apa?"

"Setiap orang berbeda-beda, jadi mungkin ada yang menyenangkan dan tidak seperti ku."

"Aku jadi mau dateng jalan-jalan ke negara mu, penasaran."

"Semoga suatu hari kau bisa, dabogda."

"Dabogda? Artinya apa?"

"Tuhan menghendaki."

"Amen, makasih doanya Vlado."

"Hmmm." Ia merapatkan tubuhnya ke samping ku lalu tidak mengucapkan sepatah kata pun selama kami berjalan, puji Tuhan setidaknya keadaan sudah tenang.

================================

Pendosa Terasing
Jiwa yang sakit

Anak perang
Kebenaran disembunyikan

Luka yang menetap
Sembuhkan amarahnya

Badai Kebencian
Kepiluan Menghantui

Tuan SedihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang