Chapter 40

418 25 15
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya..

Bacanya pelan-pelan..

~•~

Dari belakang Rani mendatangi Angel sambil menyerahkan bola basket, sementara Adel menyahut. "Bales Ngel, masa lo diem aja sih?" tuturnya provokasi.

"Berani lo ya sama gue?" sinis Angel.

Duk! Brak!

Putri pun terjatuh, sedetik setelah Angel melempar bola basket tepat ke arah wajahnya. Rasa sakit berdeyut dari tulang hidungnya membuatnya meringis nyeri.

Seli dan Mira membuka mulut lebar-lebar lalu langsung membantu sahabatnya itu berdiri. Sembari berusaha bangkit, Putri mendelik ke arah Angel yang menatapnya seolah menyukuri hal tersebut.

"Kurang ajar lo Angel!" pekik Mira nyaring membuat orang-orang yang tadinya tidak menyadari pertengkaran itu, mulai menoleh.

Tepat saat berdiri tegak, terasa cairan keluar dari hidungnya. Gadis itu menyeka bawah hidung dan tampak darah segar keluar dari sana.

Seli terkejut. "Eh Put, itu...."

Putri semakin emosi saat menangkap Angel tampak bahagia melihatnya begitu. Tanpa berkata apa-apa dia pun berbalik—mengambil bola yang tadi menghantamnya lalu dua detik kemudian melempar bola itu dengan keras ke arah Angel sekuat tenaga.

"Awas Ngel!" teriak Adel sambil melindungi wajahnya sendiri dengan tangan.

Bruk!

"Aww!!" pekik Angel sambil memegangi kepalanya.

"Puas?" tanya Putri dengan datar. Sementara Seli dan Mira menutup mulutnya syok.

Rani dan Adel gelagapan saat Angel mengerang kesakitan sampai duduk di lapangan.

"Giliran nyakitin orang, kuat. Tapi disakitin balik sok lemah," tutur gadis itu lagi sambil menyeringai.

Sang ketua kelas yang tadinya sedang asik mengobrol akhirnya sadar ada pertengkaran lalu berteriak, "Pak ada yang berantem tuh!!"

Pak Edi yang sedang sibuk mengobrol juga, menoleh kaget lalu matanya beralih pada kerumunan anak perempuan yang riuh berbisik.

Tampak dari kejauhan Putri dan dua sahabatnya membelah kerumunan, meninggalkan cewek-cewek menyebalkan itu merasakan akibat perbuatannya.

Pak Edi beranjak jadi kursi lipatnya saat Putri menuju tempatnya berdiri. Pria tua itu melotot kaget saat melihat jejak darah di wajah gadis itu.

"Eh itu darah kenapa?" pria itu menyipitkan matanya.

"Pak hadiah oleh-olehnya mana? Tadi tim saya menang karena saya," tagihnya tanpa menjawab pertanyaan Pak Edi.

Pria itu mengerjap. "Oh iya nih, bentar." dia merogoh kantong besar di samping kursinya lalu memberikan makanan ringan itu.

Putri menerimanya. "Makasih pak," ucapnya seraya tersenyum paksa.

"Tapi itu kamu gak pa-pa?--"

"Oh iya pak, boleh langsung ke kantin 'kan pak?" imbuh Mira menyela kalimat Pak Edi yang belum selesai.

MATSA [ Tamat ] 𝗿𝗲𝗸𝗼𝗺𝗲𝗻𝗱𝗮𝘀𝗶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang