Apa takdir selalu begini adanya? Apa bagiku tidak adalagi kesempatan untuk Bahagia? Kenapa setiap orang yang sangat berarti dalam hidupku harus pergi? Kenapa semesta? Apa aku begitu nakal? Apa aku dihukum karena kenakalan sewaktu kecil karena mencuri sebungkus permen dari kakakku?
Apa aku sedang mengeluh? Aku juga tidak boleh mengeluh, ya?
Rasanya sudah lama kali. Rasanya sudah jauh.
Rena, sahabatnya sejak SD. Tapi, entah apa yang terjadi, cewek itu berubah. Setelah masuk SMA ia tiba-tiba menghindariku. Padahal dulu kami sangat dekat. Bagiku, Rena sudah seperti keluarga. Ia satu-satunya orang yang berteman denganku.
Tapi, sepertinya seorang Zaskia yang memang terlahir untuk menyendiri. Akan terus sendiri. Mungkin, sampai ia mati.
Seolah baru tersadar, Rena langsung membuang muka dan melanjutkan langkahnya,
“Rena, aku merindukanmu.”
Flashback
“Lo payah banget, Za! Seharusnya lo tendang aja pantat mereka!”
Aku tertawa mendengar omelan tiada henti Rena. Melihat aku yang tertawa, lantas membuat Renata geram. Cewek berambut pendek itu memasang wajah garang. Ia menghentikan langkahnya. “Ketawa?! Seriusan, Za? Lo ketawa?” Rena membuang muka, “emangnya ada yang lucu dari itu?” lanjutnya dengan kesal.
Aku justru tersenyum. Renata masih membuang muka tidak mau menatapku. “Ga a-a-ada y-y-ang lucu, Re,” ujarku dengan suara lembut. Renata masih bergeming. Aku melanjutkan kalimat, “Gue pi-pikir gak a-a-ada gunanya ng-ng-ngeladenin mereka. Bu-bu-bukannya lo sendiri yang bilang? Me-mereka itu cuman se-se-sekumpulan makhluk yang gak berguna, kerjaannya hanya mengganggu or-or-orang lain.”
Renata akhirnya berbalik dan menatapku sungguh-sungguh. “Itu memang benar. Tapi lo gak bisa ngebiarin mereka nyakitin lo, Za!” Renata berujar seolah sudah tidak tahan lagi dengan kepolosanku.
Aku mengerti mengapa Renata marah. Hari ini di sekolah aku diganggu lagi. Untung saja Renata datang disaat yang tepat. Renata memang gadis yang luarbiasa. Tidak ada yang berani menginjak-injak dirinya.
Selama ini aku selalu mengagumi sifatnya itu. Aku ingin seperti Renata. Kuat dan pemberani.
“Kan ada lo, Re,” sahutku sambil tersenyum manis.
Aku meraih lengan kanan Renata dan memintanya untuk melanjutkan langkah.
Renata mendengkus. “Omong kosong, Za. Lo harus bisa jagain diri lo sendiri. Gimana nanti kalau gue gak ada?”
“Re-re-rena! Ja-ja-jangan ngomong gitu!” sengitku.
Aku benar-benar terkejut dengan perkataannya.
“Itu fakta. Gue gak bisa selalu ada disamping lo.”
End of flashback
****
“Zaskia.” Seseorang menyebut namaku. Aku yang sedang membaca buku di kelas langsung mendongak. Ternyata Adelia sudah berdiri di depan mejaku. Keningku mengernyit. “A-a-ada apa?”
Cewek itu tersenyum. Entah kenapa aku merasa senyumannya itu terlihat janggal.
“Dipanggil Ayu. Katanya dia minta bantuan lo. Dia tadi disuruh Bu mega ngambil sapu di Gudang.”
Aku mengangguk dan menyimpan bukuku di kolong meja. Setelah itu aku segera ke Gudang untuk membantu Ayu.
Saat aku di depan Gudang, pemandangan yang aneh tertangkap olehku. Pintu Gudang tersebut tertutup. Kalau memang Ayu ada di dalam, kenapa pintunya harus ditutup? Aku tercenung sebentar. Dengan bodohnya aku menangkis perasaan janggal itu. Aku membuka pintu Gudang dan tidak menemukan siapa-siapa di sana.