Mata

1.9K 123 2
                                    

Terik mentari semakin menjadi pada tengah hari. Ruangan yang biasanya dingin mendadak penuh dengan hawa panas dan bau keringat. Lengan kemeja sudah tidak berbentuk lagi. Jas hampir menutupi setiap kursi para pekerja. Karyawan wanita merasa tidak nyaman mengenakan kemeja tipis yang basah. Sesekali mereka akan melirik galak pada karyawan lelaki yang sempat mencuri pandang dengan cabul.

“Demi Neptunus di lautan fiksi, apa pendingin ruangannya masih belum selesai diperbaiki?!”

Salah satu karyawan wanita berambut pirang menggeleng pelan. Keringat membasahi leher jenjang. Kemeja merah muda berlengan pendek terlihat melekat pada tubuh. “Belum, Hanji-san. Saya rasa sebentar lagi.”

Cih, sebentar lagi, sebentar lagi. Dua jam yang lalu juga begitu!” Hanji mendecak sembari mengusap keringat yang menetes di leher. Kening mengerut tidak sabar. “Ini sudah lima jam sejak pendingin ruangan mati tanpa sebab! Apa yang dilakukan para petugas di sana?! Senggama dengan laba-laba?!”

Tak ada yang merespon. Oluo yang sedang merapikan berkas di meja paling belakang tidak sengaja menggigit lidah saat menahan tawa.

“Oluo!”

Pria berkemeja abu-abu menoleh dengan darah mengalir dari sela bibir. “Y-Y-Ya?”

Hanji mendecih melihat salah satu karyawannya yang mudah sekali menggigit bibir tanpa sengaja hingga berdarah. “Coba periksa petugas yang memperbaiki AC di bagian belakang. Tendang pantatnya kalau perlu agar lebih cepat! Bilang saja Hanji yang menyuruhmu melakukannya.”

Masih dengan mulut berdarah, Oluo mengangguk paham sembari meletakkan berkas yang sudah rapi di atas tumpukkan berkas lainnya.

“Ya! H-Hiap hakhanakan!”

“Dan bersihkan mulut kotormu itu, astaga!”

Oluo mengangguk lagi sebelum benar-benar angkat kaki dari ruangan pengap. Meninggalkan Hanji yang masih belum berhenti mengeluh dengan kening mengerut.

“Si Botak Erwin itu sengaja atau bagaimana, sih? Keparat. Bisa-bisanya tiga lantai berturut-turut mengalami hal yang sama. Kuyakin Levi pasti sudah murka sejak menit pertama AC mendadak mati. Kurasa Erwin tidak tahu kondisi para karyawannya karena ia berada di lantai paling atas dengan ruangan super dingin.”

Petra, karyawan wanita berkemeja merah jambu tersenyum tipis. Hanya ia seorang yang berani menimpali segala sumpah serapah dari atasannya.

“Kurasa Erwin-san memang tidak tahu jika ada AC yang rusak di tiga lantai karena sedang ada pertemuan dengan klien di luar.”

Hanji melebarkan mata. “Dia sedang pergi?”

“Ya,” jawab Petra kalem tanpa merasa bersalah. “Tadi pagi saya sempat bertemu Mike-san di lobi. Ia meminta saya untuk memberikan berkas pada Hanji-san, tepat sebelum mereka keluar dari kantor.”

Beberapa karyawan yang tidak sengaja mengikuti pembicaraan hanya bisa berdoa dalam hati dan memafhumi kekaleman Petra. Mereka berpura-pura sibuk dengan hal lain saat ekspresi wajah Hanji terlihat lebih mengerikan.

“Moblit!”

Lelaki yang sejak tadi sibuk berkutat di meja asisten hanya menghela napas panjang. Poni rambutnya sudah melekat pada kening.

“Ya?”

“Apa Erwin dan Mike berada di luar kantor?”

Moblit memutar mata, lelah. “Saya tidak tahu, Hanji-san. Mungkin iya.”

“Kenapa kau tidak tahu? Bukankah kau dekat dengan Mike?”

“Dekat bukan berarti saya harus mengetahui jadwal pekerjaannya, Hanji-san.”

LEMON VERBENA [Rivaere] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang