Hasrat

1.9K 127 20
                                    

Malam semakin larut. Bulan bersinar tinggi di angkasa. Menerangi bumi yang basah usai rintik hujan menyambangi kegelapan. Udara dingin menggigit permukaan kulit. Berbanding terbalik dengan kondisi bawah tanah yang setiap hari terasa lembab. Tak ada genangan. Rintik hujan tak mampu menembus tebalnya tanah di atas permukaan.

Dentuman musik keras terdengar dari setiap bar yang berjajar rapi. Satu per satu pengunjung datang silih berganti. Pagi hingga malam selalu ramai. Seolah distrik penuh hiburan dan penyalur hasrat berahi itu tidak pernah kenal rasa sepi.

Wings of Freedom menjadi satu-satunya bar yang penuh sesak hingga pengunjung lain tidak bisa masuk. Para penjaga berdiri di depan pintu. Berkali-kali harus menggeleng dan melarang lelaki kesepian untuk menerobos. Papan putih bertuliskan kata ‘PENUH’ dengan tinta hitam seakan tidak terlihat. Mereka tetap ingin memaksa. Beberapa memilih untuk mencari hiburan di bar lain. Sisanya menunggu di depan bangunan. Berharap mendapatkan kesempatan untuk menikmati hiburan malam yang khas.

Wanita penghibur memang tersebar di berbagai bar. Namun, hanya Wings of Freedom saja yang memiliki konsep kostum berbeda setiap malamnya. Tidak hanya itu, jumlah pekerja juga akan semakin bertambah. Dan baru-baru ini mereka sedang mempromosikan lelaki muda untuk teman pengunjung penyuka sesama jenis atau wanita kesepian.

Konsep ‘mampu dinikmati oleh semua gender’ pun diusung dan menempel begitu erat. Sebuah strategi penjualan yang bagus karena mampu menggait berbagai kalangan. Pun, sampai saat ini, belum ada pengunjung yang merasa tidak puas setelah berkunjung. Sebuah fakta yang semakin menambah popularitas bar penyuka kebebasan tersebut.

Pada dasarnya, Levi sangat jarang pergi ke distrik bawah. Ia lebih memilih menyambangi tempat hiburan di pusat kota. Mencari wanita atau lelaki penghibur yang ‘bersih’. Meski hal itu sudah lama ia tinggalkan, setelah banyak sekali teman satu malam yang mengeluh akan permainannya di ranjang.

Bukan, Levi bukan tidak jago. Justru sebaliknya. Mereka yang mengeluh merasa tidak mampu mengimbangi permainan pria pendek itu. Terlalu hebat? Mungkin saja. Satu hal yang pasti, semakin sering mendapatkan keluhan, maka Levi semakin malas mencari pelepas hasrat.

Baru malam ini ia melangkahkan kaki ke tempat hiburan lagi setelah sekian lama. Meski termakan jebakan si bangsat Hanji, toh, tidak ada rasa sesal sedikit pun. Terutama setelah bertatapan dengan salah satu penghibur yang telah mencuri perhatian sejak kemunculannya.

Erina.

Nama yang cantik. Selaras dengan sepasang mata hijau miliknya.

Levi tidak bodoh. Erina hanya nama samaran. Di usia yang sangat matang ini, ia sudah berkali-kali berurusan dengan para penghibur kelab malam. Mayoritas dari mereka akan menggunakan nama palsu. Menyembunyikan identitas yang sebenarnya karena dunia malam hanyalah sisi lain dari mereka.

Sisi gelap yang tidak akan bisa dilihat oleh mereka yang berada di atas permukaan.

Musik semakin menggila. Lewat tengah malam, semua pengunjung mulai mabuk. Mereka yang beruntung akan berakhir dengan salah satu penghibur. Beranjak menuju tempat sepi di pojok bar atau memilih singgah ke lantai atas dan bersenang-senang di dalam kamar.

Satu per satu wanita penghibur mulai turun dari panggung. Mereka bergantian mencari pengunjung yang mampu menarik hati. Menggoda lelaki tampan untuk pesta satu malam.

Levi dan Erwin masih berdiri di meja bar terdekat. Tidak ada yang bergerak. Masing-masing menatap sosok incaran yang masih bergoyang di atas panggung. Keduanya sama sekali tidak memperhatikan dua rekan kerja yang sudah menghilang entah ke mana.

Siapa peduli. Justru kepergian mereka akan membuat situasi lebih terkendali.

“Jadi, kau suka kepolosan, hm?”

LEMON VERBENA [Rivaere] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang