5

79.4K 6.6K 164
                                    

"Baru satu hari dan kamu udah terkenal sampai ke kantor cabang," antara memuji dan sedikit kesal atas ketenaran Aksa. Fau masuk ke dalam mobil dan langsung menceritakan kejadian tadi di kantor. Saat salah seorang staf di kantornya yang datang menghadiri penyambutan pegawai baru di kantor cabang. Dari sekian pegawai baru, Aksa yang menarik perhatian.

"Mau gimana lagi, wajah aku memang kayak gini," Aksa merendah tetapi sebenarnya sedang memanaskan roketnya. Fau mengelus dadanya, sabar... dia sudah terbiasa hidup bersama pria ini. Kadang Aksa memang suka membanggakan anugerah dari Tuhan, yaitu wajahnya.

"Okay.. okay.. aku juga ikut bersyukur punya suami kayak kamu," Fau berkata dengan malu-malu. Padahal mereka menikah sudah lama. Aksa menyadari raut muka wanita itu. Mau muji aja pakai malu, tetapi Aksa tahu wanita itu berkata dari hatinya yang terdalam.

"Aku juga bersyukur dapat bonus istri kayak kamu," kata Aksa sambil mengacak-acak rambut wanita itu. Tetapi memang seperti ini cara keduanya memberitahu kalau mereka masih ingin terus bersama, walau tanpa ada kata I love You.

"Eh tapi kalau anak kita nanti laki-laki, kamu harus mau ya bagi sebagian ketampanan kamu buat si dede," Fau berbicara serius. Tetapi Aksa menanggapinya dengan sebuah tawa. Aksa pikir ini sebuah pertanyaan yang aneh, ingin bilang tidak bermutu tetapi takut Fau tersinggung.

"Aku mau aja, tapi bagaimana cara ngasihnya?" mereka berdua sama-sama berpikir.

"Apa perlu kita ngelakuin itu lagi?" goda Aksa.

Dulu pria ini sangat kalem, mau melakukan hal itu saja harus minta ijin Fau dulu. Setelah satu kali mereka melakukannya Aksa seperti sudah mengabaikan papan yang bertuliskan 'sebelum masuk ketuk pintu dulu'.

Fau menyembunyikan wajahnya dengan cara menempelkan wajahnya ke jendela. Sudah sah tetapi Fau masih malu-malu kalau membahas hal barusan dengan pria ini. Jantungnya masih terus berdebar tiap kali Aksa menatapnya, tidak berubah hingga hubungan mereka berjalan lebih dari empat tahun lamanya. Mungkin sekarang hampir lima tahun.

Tiba-tiba Aksa teringat sesuatu, "oh iya tentang teman kamu yang bilang aku tampan, gimana cara kamu jelasin ke dia?"

Oho... Fau berhasil membuat Stefani syok. Fau mulai bercerita dengan antusias. "Jangan berani dekatin dia. Dia punyaku," kata Fau bangga.

"Tapi dia gak percaya. Sama kayak teman-teman kita di kampus. Gak ada yang percaya dengan mudah," lanjut Fau sedih.

"Terus?" tanya Aksa lagi. Dia ingin tahu akhir cerita wanita itu.

Fau menatap Aksa dalam. Wajah Fau berubah misterius. Kemudian Fau tersenyum miring sambil mengangkat tangan kanannya. Fau memamerkan cincin yang dulu mereka tukar di pernikahan mereka.

"Wow! I'm so impressed!" kata Aksa sambil bertepuk tangan.

...

Hayooo kata siapa tugas perempuan itu di dapur? Gak ada hukum yang menyatakan perempuan yang harus berada di dapur. Saat ini Fau menunggu Aksa menyiapkan makan malam mereka. Fau bukan istri durhaka yang hanya bisa pangku kaki menunggu suaminya menyiapkan makanan, ini titah dari baginda Raja yang menyuruh Permaisurinya duduk manis saja. Kata Aksa dia tidak ingin kegiatannya di dapur direcoki wanita itu. Masalah masak memasak Fau bisa, dia banyak belajar sejak mereka menikah. Hanya saja hobi Aksa juga memasak. Pria itu suka bereksperimen di dapur. Fau suka melihat lengan pria itu saat memegang wajan dan spatula. Lebih keren dari chef-chef di Master Chef.

"Masih lama?" tanya Fau. Dia geregetan kalau disuruh menunggu saja. Meja makan sudah diatur. Piring, sendok, gelas, air minum sudah lengkap. Tinggal tunggu masakannya Aksa saja yang ditata di sana. Maklum, namanya juga laki-laki yang sedang melakukan hobinya. Nyicip dikit, rasanya masih ada yang kurang. Aksa bolak-balik menambahkan bumbu hingga masakannya tak kelar-kelar.

Same Office with Wife (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang