Seorang siswi sedang duduk di kursi sambil menopang dagu dengan satu tangannya. Kedua mata gadis itu menatap kosong keluar jendela. Telinganya disumpal earphone agar dia bisa mendengarkan lagu di ponsel miliknya tanpa orang lain mengetahuinya.
Sesekali terdengar helaan napas dari mulutnya seperti ada beban berat yang menindih hatinya. Siswi tersebut mengacuhkan lingkungan sekitar dan larut dalam pikirannya.
Ponsel berwarna merah miliknya telah memutar enam lagu secara acak. Siswi tersebut bahkan tidak mengingat setiap judul dari lagu yang berjalan masuk lewat telinganya. Wajahnya tampak sayu, sesekali dia memejamkan mata dan menggigit bibir. Terlihat kerutan di pelipis siswi tersebut ketika memejamkan mata setiap kali dia merasakan adanya kumpulan air yang menyeruak ingin keluar dari matanya.
Dia tidak mungkin menangis di kelas yang bisa saja teman lainnya memperhatikan dirinya. Tapi, siswi tersebut ingin sekali mengeluarkan segala beban hati yang sudah terlalu berat sehingga membuat dadanya sesak. Bibirnya terasa kelu, hingga dia sendiri pun sulit menjabarkan suara hatinya kepada orang lain. Dia hanya memendam kepedihannya sendirian.
.
.
.Dari posisi belakang siswi itu tadi, berdiri seorang siswi lainnya yang memandang dengan tatapan khawatir serta takut. Dia menggenggam erat ujung kerah seragam miliknya sambil menggigit bibir.
"Sakura..." Gumam siswi berambut panjang tersebut yang masih berdiri mematung di belakang kursi siswi yang bernama Sakura.
Sakura yang melamun dan mengenakan earphone di telinga tidak akan bisa mendengar gumaman lirih siswi di belakangnya. Padahal terlihat jelas beberapa kali tangannya ingin menepuk bahu gadis yang masih duduk memunggunginya. Namun, siswi itu benar-benar takut untuk menyapa Sakura duluan.
"Maaf, aku sudah berbuat salah kepadamu." Siswi tersebut membatinkan kata-kata yang seharusnya dia ucapkan dengan lantang. Air matanya mengalir dari sudut mata lavender miliknya.
Tidak diduga, Sakura berbalik karena firasatnya merasakan ada seseorang yang berdiri tepat di belakang kursinya. Sakura yang masih duduk di kursi mengangkat kepalanya untuk melihat wajah orang tersebut.
"Hinata?" Ucap Sakura dengan kedua mata yang masih berkilat karena dia terus menerus menahan air matanya.
Sakura segera berdiri dari kursi dan kini menatap mata Hinata dengan serius. "Ada apa?" Tanya Sakura tegas. Suara Sakura terdengar seperti polisi yang sedang mengintrogasi penjahat.
"Sakura, aku--" Hinata ragu untuk mengatakan apa yang ingin dia sampaikan. Permintaan maaf atas apa yang dia lakukan, ketika dia mengambil hak atas apa yang seharusnya Sakura dapatkan, bukan dirinya.
Sakura mendengus sambil menatap kedua mata lavender Hinata dengan sinis. Sakura terlihat seperti sedang meremehkan Hinata tanpa ragu. "Kalau ingin minta maaf, silahkan pergi!" Seru Sakura dengan tegas.
Hinata terlihat panik setelah mendengar gertakan Sakura. Dia maju selangkah dan mulai membuka mulutnya, ingin mengatakan sesuatu. Akan tetapi, Sakura sudah terlebih dahulu meletakkan satu jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat agar Hinata berhenti bicara.
"Kamu tidak perlu memberikan penjelasan. Ini semua sudah jelas betapa liciknya dirimu, Hinata." Ujar Sakura yang masih menatap Hinata, namun kali ini tatapannya begitu dalam.
Gadis bermata emerald tersebut memandang Hinata penuh rasa kecewa yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata sederhana. Sakura terdengar menghela napas beberapa kali untuk membuang beban dan umpatan yang ingin dia teriakkan tepat di depan wajah teman yang telah tega mengambil pacarnya dan mendeklarasikan hal tersebut kepada seisi sekolah tanpa merasa berdosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eyes Not On You
Fanfiction[CERITA KELIMA - ON GOING] . . Sasuke terpaksa menerima permintaan kedua orang tuanya untuk berpacaran dengan Hinata karena keluarga mereka terikat suatu hubungan bisnis. Pemuda itu tidak benar-benar mencintai anak sulung keluarga Hyuga tersebut. Se...