"Jangan sampai aku jatuh cinta padanya. Meski ya... duda itu ganteng."
***
"Nggak bisa dan nggak mau sama sekali," aku masih bersikukuh menolak keinginan Papa dan Mama.
Yang benar saja! Mereka mau aku menikah di usia yang masih cukup muda. Dua puluh satu tahun yang sebentar lagi akan menginjak dua puluh dua tahun. Di umur segini, aku masih ingin mencari kesenangan dunia dan masih nggak peduli soal pernikahan. Bahkan, aku sama sekali belum ada pemikiran ke sana. Menikah, bukanlah tujuan hidupku sekarang. Tapi, aku sudah punya target kapan aku akan menikah.
Bukan berarti selama dua puluh satu tahun aku hidup nggak serius. Tapi kan beda, hidup serius untuk bermain dan mencari pengalaman sebanyak mungkin dan hidup serius untuk masa depan serta keluarga nanti.
Targetku menikah dan siap menjalani rumah tangga yaitu umur dua puluh lima tahun. Selain karena sudah dipastikan kalau umur segitu kebanyakan perempuan akan ditanya kapan menikah, aku juga merasa kalau umur dua puluh lima tahun itu sudah saatnya berhenti dengan kesenangan duniawi. Sudah puas dengan apa yang aku cari dan capai. Itu menurutku ya, nggak tahu kalau perempuan lain di luaran sana. Pemikiran tiap orang kan beda-beda.
"Raya..." Mama juga kayaknya nggak akan menyerah sebelum aku berhenti bilang "ya" atas perjodohan gila ini. Sesekali matanya melirik ke sosok laki-laki sedang duduk di sofa samping kanan Mama. Katanya sih, laki-laki itu calon jodohku dan tentu saja aku sudah tahu siapa dia. "Kan, kalau sudah menikah nanti, kamu masih bisa kerja dan main sama teman-temanmu. Dan lebih enaknya lagi, kalau sudah menikah nanti bakal ada yang jagain kamu, ada yang antar jemput kamu, dan ada juga yang perhatian sama kamu."
Heloooo... Mama dan Papa yang terhormat sejagad alam ini, aku pun kalau menikah niatnya mencari suami. Bukan sopir yang kerjanya cuma antar jemput. Aku juga nggak cari satpam yang tugasnya menjaga kayak Pak Abdul, satpam kompleks rumah kami berada.
"Benar, Ya..." Papa juga ikut-ikutan padahal daritadi diam saja. Tapi setuju dengan perjodohan gila ini. Kata Papa, laki-laki yang sekarang masih terlihat tenang dan nggak keganggu sekali sama omonganku adalah calon suami yang bisa menjamin kebahagiaan dunia akhirat. "Nikah itu enak."
"Enak buat mereka yang siap nikah, Pa," balasku, masih nggak mau kalah. "Kan, aku belum mau nikah. Jadi, udah pasti kalau nikah sekarang, nggak akan pernah enak." Aku sengaja menekankan kata pernah.
Mama menggeram kecil, matanya kembali melirik sebentar ke laki-laki itu. Kemudian, matanya melotot padaku dan berkata, "Kamu ini keras kepala, Raya."
"Mama sama Papa juga keras kepala." Aku melipat tangan di depan dada. "Jadi, aku gini ya... karena turunan keras kepala dari Mama dan Papa juga."
Kali ini Mama dan Papa geleng-geleng kepala. Sedangkan laki-laki itu? Cuma tersenyum kecil sambil menatap ke arahku. Meski aku nggak pernah curi-curi pandang kepadanya, tapi aku bisa merasakannya. Cih! Dia pikir aku akan luluh karena senyumnya itu? Ha... nggak akan mungkinn.
"Kasiha Bara, Raya..." Mama memelas dan sekarang ekpresi mukanya berubah seratus depalan puluh derajat. Ada permohonan dan harapan yang tercetak jelas di sana. Mereka menginginkanku menikah dengan Mas Bara.
Ya, aku memanggilnya Mas Bara karena lak-laki itu memang mas-mas. Perbedaan umurku dengannya saja lima belas tahun. Jadi, kalian tahu sendiri berapa umur dia. Tiga puluh tujuh tahun. Tua banget, kan?
Sebenarnya, aku nggak pernah masalah sama laki-laki yang umurnya lebih tua dariku. Asalkan kami saling mencintainya. Nggak seperti aku dan Mas Bara yang sama sekali nggak ada bara api cinta sama sekali. Aku kenal Mas Bara pun cuma sekilas karena dia merupakan anak tunggal dari tanteku yang sekarang sudah anteng di liang lahat. Lagipula, aku benar-benar nggak kenal Mas Bara. Terakhir bertemu dengannya, saat anaknya yang sekarang sudah kelas tiga SD ulang tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hottest Duda [Hottest Series#1]
Romance[ TERBIT • Order ke bukabuku.com ] "Lima alasan kenapa saya nggak mau nikah sama Mas Bara." Mataku menatap tajam matanya. "Satu, umur saya masih muda dan saya belum ada niatan buat menikah. Dua, Mas Bara duda dan saya nggak mau nikah sama duda. Tiga...