LEMBAYUNG RINDU

0 0 0
                                    

“Rintihan sendu menghiasi Masa itu, Awal dari perjalanan hidupku yang baru, disinilah permulaan cerita menuju akhir dari waktu.”

Masa itu menghantarkanku pada hal yang membuatku menjadi Nestapa, dihadapkan pada sebuah pilihan yang berijung duka, antara pendidikan dan ibunda. Derai rinai deras tanpa batas merampas seyum yang telah ku tanam dalam wajah, ketika aku telah memilih untuk bersama sang bunda tercinta beliau malah pergi meninggalkan sejuta rasa yang tak berarah, namun takdir membuatku merasa seolah tak biasa, rasa langsung menderah dada.

Kenapa tidak, ibunda yang seolah ingin bersama dalam  janji yang terucap, telah ku ikat dalam atma,

“Ayii,,,” itu pangilan sayang dari ibunda untuk ku.

“Kau Tetaplah disini bersama Mama, tak usah lanjut kejenjang sarjana”ujarnya

Ya, begitulah sebutan kasihku padanya ”mama” dia begitu sayang pada ku, sehingga tak mengizinkan ku untuk pergi jauh. Namun dari semua itu ada alasan yang mendalam kenapa aku tak boleh pergi dari hari harinya... ( ‘-_-) ibunda sakit keras, sehingga harus ada yang merawatnya, dari apa yang telah Allah takdirkan untuknya menjadi ladang pahala untuk ku, saat itu aku lebih leluasa menjaganya dan merawatnya, dan semua kewajibannya dalam mengurus rumah beralih tanggan menjadi kewajibanku.

Namun disaat ini aku merasakan berapa besar dekapan kasihnya,, sekarang aku sudah besar dan mulai beranjak dewasa, waktu ini menyadarkanku ketulusannya dalam merawatku dulu membuat hatiku tergugah untuk bisa selalu berbakti padanya di penghujung waktu, detik itu derai rinai semakin terpupuk, betapa aku sangat mencintainya, waktu demi waktu ku jalani bersamanya kami dihiasi tawa dan air mata cinta. 

Hari demi hari telah berlalu saat terakhir kali mama dirawat dirumah sakit, aku menyusurinya seorang diri di tengah malam itu,,, mama di temani ayah dan adikku. Pagi, selepas perjalanan jauh, tiba juga diujung temu, MADINAH itu nama rumah sakitnya, betapa hatiku sangat bahagia bisa kembali bertemu dengan mama.

“ Saat itu Hidayah telah menyusuri ku, kekuatan dari Allah membuatku semakin kuat untuk terus Istiqomah sedikit berilmu dari masa lalu, penampilanku sudah terjaga tak seperti dahulu yang mengumbar aurat dan lekuk tubuh.”

    Seketika aku bergegas menelpon ayah, untuk menanyakan diruangan mana mama berada, langkahku semakin melaju membawa rindu dalam qolbu untuk segera bertemu.

Menyusuri tangga yang berirama candu, aku belum juga melihat ruangan itu… pada ujung pencarianku.

“Assalamu’alaikum,”ucapku memasuki ruangan yang ditunggu.

“Mama, bagaimana keadanmu? Aku Rindu (sambil menangis sendu)”

    Ia tersenyum melihatku... “MaaSyaaAllah”ucapnya

   

Kulihat ada raut berbeda dalam wajahnya, bahagia melihatku telah berubah, saat itu juga aku segera memeluknya dan menepis air mata. Saat itu dokter seketika membolehkan mama pulang, padahal mama masih lemas, aku merasa heran "kenapa dokter memperbolehkan pulang?", namun tak apalah aku pun tak suka mama terlalu lama disini. ayah pun segera menghubungi jemputan... saat diperjalanan mama masih lemas, dan berbaring dalam pangkuan ayah, seketiaka hatiku memberi feeling yang berbeda (ini saat saat terakhir kami bersama) ku palingkan wajahku kearah kaca jendela, sambil meneteskan air mata rasanya aku tak sanggup kehilangan ibunda tercita.

Aku pun terlelap dan waktu mempersingkat perjalanan, setibanya dirumah mama langsung dialihkan keatas ranjang, untuk dapat beristirahat.

Keesokan harinya mama malah semakin melemas, sehingga untuk kekamar mandi pun harus dipapa, hati ku semakin gelisa dan resa, rasa takut pun mulai mendera, setiap harinya ku asuh sang bunda, aku pun berderai air mata dulu dia yang memandikanku saat aku kecil dan tak berdaya, sekarang giliranku membalas budinya.

Malam itu sontak hati ku menuai rasa yang tak biasa seketika kudatangi sang bunda meminta maaf padanya, mama pun melontarkan hal yang sama, rasaku mulai menyusur ntah kemana, saat itu ku minta mama agar meminta maaf pada ayah, “ma, kita kan tidak tahu ni, kapan ajal menyapa, dan kita semasa hidup pasti ada salah, coba mama panggil ayah dan minta maaflah padanya.” ujarku membimbing mama.

Rasaku tak salah aku pun sangat kecewa, 2 hari setelah itu mama kembali pada dekapan Sang Raja, sontak hati ini tak terima rasa yang mendera tak lagi berirama.

Namun aku teringat surat cinta dari Allah:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُور

(Setiap diri akan merasai kematian dan hanya pada hari kiamatlah pahalamu disempurnakan) artinya pada hari kiamatlah ganjaran amal perbuatanmu dipenuhi dengan cukup. (Barang siapa yang dijauhkan) setelah itu(dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia beruntung) karena mencapai apa yang dicita-citakannya. (Kehidupan dunia ini tidak lain) maksudnya hidup di dunia ini (hanyalah kesenangan yang memperdayakan semata) artinya yang tidak sebenarnya karena dinikmati hanya sementara lalu ia segera sirna.

(QS.Ali-Imran:185)

Begitulah Rindu,

Namun rindu bundaku mengilat mendahului rinduku, rindunya Abadi dalam relung waktu… 

Rindu itu berujung temu, bertandang  sang Rahman mendahuluiku… 

By. Sari Sevenia Junita

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LEMBAYUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang