Dua Puluh Tujuh

260 42 2
                                    

Jangan lupa vote terlebih dahulu ya ♡ Terima kasih.

🎈🎈🎈

"Aduh, sakit Fan," rintih Mahera. Ia menahan tangan Fanessia yang sedang mengobati luka di wajahnya.

"Ini gua udah pelan-pelan, kok."

"Ini lo neken banget, Fan," keluh Mahera seperti anak kecil.

Fanessia menarik napas, membuang rasa kesal. Ia kembali mengoleskan obat pada luka di wajah Mahera.

"Shhh .." Wajah Mahera meringis pedih. "Pelan-pelan, Fan,"  protes Mahera.

Fanessia yang semakin kesal karena Mahera tidak bisa diam. Ia malah menekan dengan kasar kapas yang digunakan untuk mengobati luka.

"Aw, Fan!"

"Berisik lo, ah! Malu tuh sama bocah yang lagi jajan ciki!" ucap Fanessia ketus.

"Aw, Fan!"

"Obatin sendiri aja, gih!"

Fanessia berdiri dari tempat duduknya. Ia meraih tas yang tergeletak di atas meja, berniat untuk pulang ke rumah.

"Fan, lo mau ke mana? Belum selesai 'kan?"

"Pulang!"

Mahera yang tahu jika Fanessia marah padanya dengan cekatan meraih tangan Fanessia. Agar cewek itu tidak pulang. Fanessia terdiam sesaat.

"Sorry deh ..." gumam Mahera yang wajah penuh rasa bersalah. Mahera mengusap jemari Fanessia.

"Fan, Sorry. Abis sakit banget."

Fanessia yang mendengar permintaan maaf Mahera pun luluh. Ia tidak bisa membiarkan Mahera kesakitan. Bagi Fanessia hal itu membuat dirinya juga merasa sakit—sakit karena rasa bersalah.

Fanessia tersenyum kecil melihat Mahera. "Iya deh gua maafin. Tapi, lo diem mangkangnya kalo diobatin!"

"Siap, Mba jago!" celetuk Mahera. Fanessia terkikik.

Fanessia pun kembali mengobati Mahera. Tidak lama ponsel Fanessia berbunyi. Menampilkan sebuah notifikasi pesan dari Bunda nya. Fanessia yang penasaran meraih ponsel dan membaca pesan dari Bunda.

Sayang, besok kita harus ke rumah nenek. Nenek sakit jadi kamu cepat pulang ya? Ajak Mahera juga ke rumah untuk makan malam.

Selepas membaca pesan dari Bunda—Fanessia menurun 'kan ponsel. Ia letakkan dipangkuan. Kemudian, Fanessia menoleh pada Mahera.

Fanessia tampak mengerutkan dahi. "Kali ini, gua izin dulu sama Bunda."

"Lho, kenapa?" tanya Fanessia tak. Mengerti.

"Lo lihat, luka di muka gua. Gua takut kalo Bunda lihat luka ini, Gua jadi khawatir sama gua. Dan gua gak mau itu terjadi," jawab Mahera membuat Fanessia mengangguk. Ia paham betul dengan Bunda nya. Dan tidak salah jika Mahera memilih untuk tidak makan bersama.

"Tapi alasannya jangan bilang gua lagi kayak gini. Bilang sama Bunda, gua lagi ada shif malam atau apa gitu." Mata coklat Mahera menatap ramah Fanessia.

"Oke."

Mahera tersenyum dan tanpa sadar lekukan disudut bibir Fanessia pun ikut terbentuk. Mahera merengang 'kan tubuh, lalu suara hembusan napas terdengar. Ia pun meraih kunci motor yang berada di atas meja dan berdiri.

"Ayo, gua anter lo pulang. Sebelum magrib!" tukas Mahera. Alis Fanessia terangkat sebelah.

"Yakin, kuat?" tanya Fanessia meragukan.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang