Satu

133 10 0
                                    

Nitori menunduk menatap senpai kesayangannya bersimpuh di hadapannya dengan memegang kotak cincin yang ditujukan untuknya.

"Ai kau mau menikah denganku?" alunan musik Orchestral Suite No. 3 in D Major, BWV 1068 karya Bach mengalun di seantro restoran. Nitori menutup wajahnya yang terasa panas dan mengangguk mengiyakan bahwa ia bersedia untuk menjadi pasangan hidup pria di hadapannya. Matsuoka Rin pria berambut merah itu tersenyum lembut lantas memasang cincin itu di jari-jari Indah Nitori.

Rin tersenyum memperlihatkan gigi-gigi indahnya. Semua ini sudah sesuai dengan rencananya. Dengan lembut ia mencium tangan pria calon suaminya. Kini hidupnya telah lengkap, separuh hatinya yang kosong telah terisi penuh. Rin bangkit dan langsung membawa Nitori ke dalam pelukannya. Seruan selamat serta tepuk tangan menghiasi acara sakral itu. Nitori menangis terharu, cinta berumur tujuh tahun itu akhirnya terbalas. Ia melihat sekeliling dan para sahabatnya kembali bersorak-sorai. Tidak hanya dari Samezuka dan Iwatobi, sahabat Rin dari Australia juga hadir di antara mereka. Nitori semakin terisak mencoba menyembunyikan rona merah pipinya di ceruk leher prianya. Rin terkekeh melihat betapa pemalunya sang calon suami. Ia mendekatkan diri ke telinga Nitori, berbisik dengan suara rendah yang menghangatkan.

"Terima kasih telah menunggu sampai saat ini. Aku mencintaimu."

Dari kejauhan Makoto tersenyum senang melihat kedua sahabatnya berbahagia, penantian Nitori pun terbayar namun ada yang mengganjal perasaannya. Ia menoleh ke arah Haru, merasa sedang diperhatikan Haru menoleh ke Makoto.

"Apa Sousuke datang? Aku tidak melihatnya dari tadi."

Makoto berbisik pelan tidak ingin obrolannya terdengar orang lain. Suaminya ikut berbisik. "Huum, dia di pojok sana. Apa kau bisa menghentikannya minum? Sepertinya dia sudah kebanyakan minum, aku tidak mau ada kejadian yang tidak diinginkan."

Makoto mengikuti arah tatapan Haru dan benar saja, di pojok sana dengan aura yang kelam Sousuke menggenggam gelas wine dengan raut wajah yang tidak terbaca. Ia merasakan tangan Haru menggenggam tangannya erat.

"Tolong dia Makoto. Dia butuh pertolongan."

Pria berambut coklat dengan mata hijau bening itu mengangguk mendengar saran dari suaminya. Dengan sigap ia menghampiri Sousuke dan duduk di sebelahnya.

"Hai Sousuke. Kau jauh lebih pendiam daripada biasanya." Sousuke menoleh. Matanya yang sudah sayu semakin sayu disertai dengan warna merah dan lingkaran hitam kecil di bawah matanya. Makoto menghela napas, sejujurnya ia tidak begitu mengetahui permasalahan percintaan Sousuke ataupun Rin. Kesibukannya menjadi pelatih renang menyita waktu kebebasannya bersama mereka.

"Aku hanya kurang tidur, aku sering lembur akhir-akhir ini." Sousuke menghisap cairan semerah darah itu dalam sekali tenggak. Tatapannya tidak lepas dari sosok Rin dan Nitori yang sedang berkumpul meladeni para tamu. Dengusan kasar mengagetkan Makoto.

"Ada apa Sousuke? Bukankah kau bahagia melihat mereka bahagia? Nitori sudah tidak seperti anak kecil lagi kan." Makoto mencoba mencairkan suasana dengan kekehan kecil, namun reaksi dari sahabatnya itu kembali membungkam mulutnya.

"Atas dasar apa aku bahagia jika kebahagiaan yang kumiliki dirampas begitu saja. Maaf Makoto aku bukan lelaki naif yang akan bahagia melihat orang yang dicintainya bahagia dengan orang lain." Makoto terkejut mendengar hal itu. Sousuke mencintai siapa? Rin atau Nitori?

Cengkramannya di gelas wine itu semakin mengerat saat ia melihat Rin mencium pipi Nitori. Makoto mengalihkan tatapannya ke arah Haru, ia menggeleng pertanda ia tidak tahu harus berbuat seperti apa. "Apa kau tidak mau bergabung bersama kami? Semuanya berkumpul di sana." Makoto mencoba sekali lagi, jika Sousuke menolak ia akan menyerah dan pergi dari sana. Dan ternyata pria itu mengangguk menyetujui. Di tengah ruangan Nagisa melambai-lambai agar menyuruhnya cepat.

Our Ending StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang