26 : Make Over

12.1K 1.7K 179
                                    

"Lo kenapa sih Ceu, gelisah amat dari tadi. Udah mirip ayam minta kawin deh lo." Cecep mencibir. Bibirnya terlihat mengkilap karena lip balm. Padahal dua bulan belakangan dia udah kembali ke jalan yang benar. Dengan artian nggak lagi mengaplikasikan make up apapun di wajahnya. Bajunya yang kemarin menjadi kaos oblong, kemeja besar, dan jeans juga kembali berganti dengan baju loreng-loreng yang bikin sakit mata.

Mada dan segala efeknya begitu luar biasa.

Aku menatap kesal ke iphone series yang tergeletak di atas meja. "Genta nggak bisa dihubungi dari tadi."

"Jadi bucin banget ya yey?" Dia lalu mengambil nail polish dari dalam tas. Berwarna hijau neon yang pasti terlihat mata dari radius lima kilometer. Gue bergidig ngeri. Mengambil kutek itu cepat sebelum Cecep mengaplikasikannya di kuku jarinya.

"Ih. Ngapain sih lo? Balikin kutek gue!" Cecep menjerit nggak terima.

Gue mendelik kesal. Apalagi karena si berang-berang rawa berteriak di dekat telinga gue. "Kalau baru ditolak sama Mada sekali lo jadi mencla mencle lagi, pantesan aja dia tolak lo!"

Raut wajah Cecep berubah sendu seketika. Gue berdeham. Merasa bersalah juga telah mengatakan hal itu.

"Lo nggak tahu apa-apa."

"Gue tahu kok! Mada bantuin lo pas Alvian and the genk datang dan niat bully lo di acara kemarin. Lo merasa jadi princess yang menemukan Prince Charming dan tanpa ba bi bu nembak Mada. Gitu kan?!" Cerocos gue panjang lebar. Alvian adalah teman Bang David yang kadar menyebalkannya melebihi tokoh Squidward dalam Spongebob Squarepants. Mengenai apa yang terjadi di pesta kemarin, gue tahu dari Inra yang adalah asisten dari Bang David. Gue memang nggak tahu detailnya, tapi secara garis besar memang seperti itu.

Gue nggak suka dengan Alvian dan temannya. Mereka tipikal anak orang kaya yang merasa berkuasa dan mengandalkan uang untuk meraih keinginannya. Memandang sebelah mata mereka yang nggak sama kaya.

"Tapi yang lo lupa, di sini Mada yang harusnya lo lindungi. Bukan sebaliknya!" Kata gue dengan masih mendelik kesal ke arah Cecep. Apa iya dia harus di tampar bolak balik dulu sebelum berhenti memperjuangkan seseorang? Kalau perubahan diri sendiri memang ditujukan untuk orang lain memang begini akibatnya. Nggak permanen.

Gue nggak tahu apa hubungan rasa kesal dengan penemuan gue di pagi ini karena ketika gue hampir keluar dari gedung fakultas, gue bertemu dengan sosok yang hampir menyerupai Jeng Kelin dengan make up berantakannya.

"Astaga!" Gue refleks berteriak. Tangan gue mencengkram lengan si Jeng Kelin kawe. Membawanya ke toilet terdekat.

"L-lo Yellow kan?" tanya gue sembari berkedip-kedip memastikan. Gue meneliti penampilan dari atas ke bawah. Sepatu dia not bad. Baju yang digunakan cukup bagus. Rambut dia unyu. Tetapi make up di wajah dia look bad!

"Lo baru kena bully lagi?" Gue berbisik yang mana membuat Yellow menggeleng keras.

"Nggak. Nggak gitu. Lyn janji nggak bakal bully lagi."

"Terus kenapa riasan wajah lo," Gue menunjuk wajah Yellow, "begitu?"

"Parah banget ya?" Dia berkata dengan nada kalah sebelum berperang. Mirip suara Cecep yang beberapa menit lalu terdengar.

"Siapa yang make over lo?" Gue bertanya lagi. Kali ini gue mengeluarkan pouch gue. Mengambil make up removal dan mengoleskannya ke kapas. Mulai membersihkan daerah pipi yang memerah dengan nggak alami dan seperti habis ditampar traktor. Daerah sekitar mata dengan warna eye shadow ungu norak bercampur hijau. Alis yang terlalu tebal dan yang paling buruk, warna lipstik merah darah yang biasa digunakan para pekerja seks komersial.

RUMBLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang