Eps.6

136 33 4
                                    

Sohyun menatap punggung Jeno yang perlahan memudar dari pandangannya. Baru saja Jeno melewatinya tapi hanya sekedar lewat tanpa menyapa atau memanggil, ya seolah tidak mengenalnya.

Memang bukan kali pertama Jeno seperti ini, sudah dua hari Jeno seperti itu. Sohyun tahu jika Jeno marah padanya, dan itu karena masalah Yeri.

Jeno tidak tahu alasannya, dan pasti Jeno tidak akan menerima apapun ucapannya. Karena itulah Jeno, sekali dia merasa di bohongi dia tidak akan mudah untuk percaya pada orang yang sama.

Lamunan Sohyun terpecah saat ada seseorang yang memanggilnya. "Sohyun.."

"Eh. Iya, Yeri." balas Sohyun.

"Lo ngapain masih di sini? Bel udah mau bunyi." ujar Yeri.

"Gak papa, sih." jawabnya. "Yaudah yuk ke kelas."

Yeri mengangguk, tidak ada salahnya jika mereka pergi bersama.

Sohyun berjalan sambil terus memainkan jemarinya, dia ingin bertanya sesuatu, tapi dia ragu. Tapi rasa ingin tahunya lebih tinggi, jadi dia hilangkan rasa ragu itu.

"Yer, gimana hubungan lo sama Jeno?" tanyanya.

Senyuman merekah di pipi Yeri. "Gak gimana gimana."

"Kalian semakin deket?" tanya Sohyun lagi, ada rasa berbeda saat melihat senyuman Yeri yang muncul ketika dia tanya soal hubungannya dengan Jeno, hatinya terasa sesak.

"Iya, sih." jawab Yeri, senyum itu belum hilang dari wajahnya.

"Bahagia ya, lo." ujar Sohyun seperti meledek, tidak boleh terlihat ada yang berbeda darinya, tidak ada yang boleh tahu jika sebenarnya dirinya sakit bertanya ke Yeri soal Jeno.

Yeri tidak menjawab, tapi Sohyun tahu jawabannya, terlihat dari senyum yang merekah di pipinya.

Sohyun tidak bertanya lagi sepertinya cukup sampai sini pertanyaan, dia tidak ingin membuat hatinya bertambah sakit.

Hingga kemudian Yeri berkat dengan wajah serius tanpa senyum seperti sebelumnya.

"Tapi kemaren Jeno tanya hal yang aneh bagi gue." ujar Yeri. "Dia tanya, apa gue lupa sama dia, apa gue gak inget sesuatu tentang dia, dan apa lo lupa semuanya?"

Yeri lanjut berkata, "Gue gak pernah ketemu dama dia sebelumnya, tapi dia tanya gitu seolah gue sama dia pernah ketemu, tapi gue bener-bener gak ngerasa."

"Serius gak pernah ketemu dia?" ulang Sohyun.

"Serius." jawab Yeri. "Sampe kepala gue pusing sendiri."

"Tapi gue emang ngerasa gak asing sama dia." ujar Yeri lagi.

"Jangan paksain buat coba nginget. Ingetan bisa lupa tapi coba lo denger hati lo, hati gak akan lupa. Walaupun itu sekecil apapun."

"Hati?" cicit Yeri. Mengapa hati? Itulah yang di herankan Yeri.

"Iya." balas Sohyun.

Keduanya terdiam, Yeri memikirkan kata kata Sohyun. Sedangkan Sohyun, dia hanya mencoba menahan sakit di hatinya, jika takdir berkata Yeri dengan Jeno, dia bisa apa?

...

Jeno memijat pangkal hidungnya, pikiran sedang kacau saat ini. Dia bingung bagaimana cara mengingatkan Yeri akan semuanya, jika Yeri tidak ingat dia tidak akan bisa membawanya, itulah yang di katakan pamannya.

Dia sudah menghabiskan waktu enam hari dan berarti waktunya tersisa 9 hari. Dan jangan lupa soal persyaratan itu, dia harus mengorbankan waktunya berkurang lima untuk membawa seseorang yang terjebak di masa lalu itu. Jadi dalam empat hari dia harus mengingatkan Yeri. Andai dia bisa lebih cepat untuk bertemu Yeri.

Hah,

Jeno menggeram kesal, lagi lagi rasa kesalnya bertambah ke Sohyun.

Jeno melihat sekilas ke orang yang baru masuk itu, Jeno tersenyum ke arah orang itu bahkan matanya ikut tersenyum, siapa lagi jika bukan Yeri. Tapi seseorang yang tak lama masuk  setelah Yeri langsung merubah eye-smile khas Jeno itu langsung berubah jadi tatapan tajam yang menyalurkan rasa kebencian.

"Maaf, Jen." batin Sohyun.

Sohyun duduk di tempatnya, dia terus menatap Jeno dari tempatnya. Dia ingin senyum khas Jeno yang tertuju untuknya, bukan yang lain.

Salahkah? Dia hanya mengharapkan Jeno seperti sebelumnya, tidak lebih. Tapi apa Jeno bisa menerima alasannya?

...

Suara bel itu mampu membuat murid berhamburan ke luar. Dengan cepat Sohyun membereskan peralatan tulisnya dan segera menggunakan tasnya, dia ingin bicara sesuatu pada Jeno.

"Jeno...." panggil Sohyun, Jeno hanya melirik tanpa berniat menengok atau berhenti, dia tetap tidak memperdulikan panggilan itu.

Sohyun menarik pergelangan tangan Jeno, Jeno menghempaskan tangan Sohyun begitu saja. "Gue mau ngomong sebentar." ujar Sohyun. "Lima menit."

Sohyun tidak menengok, atau menanggapi. Benar bukan Jeno tidak ingin mendengarkan? "Tiga menit." Sohyun menguranginya.

"Cepat."

"Maaf, Jen." ucap Sohyun.

"Gak ada hal yang lebih penting?" tanya Jeno dingin.

"Bagi gue itu penting, maaf dari lo." ujar Sohyun.

"Terus kenapa lo gak kasih tahu dari lama? Gue udah kasih tau lo dari beberapa hari sebelumnya nya. Lo tetep diem. Lo gak tahu seberapa pentingnya itu, lo diem aja. Kenapa?"

"Gue ada alasan, Jen." jawab Sohyun.

"Alasan? Cuma buat ngeles?" balas Jeno, dia tidak percaya akan perkataan Sohyun.

"Gak, Jen."

"Terus apa alasannya? Apa?" tanya Jeno. Sohyun diam tidak menjawab sepatah katapun, dia juga bingung menjelaskan bagaimana lagi.

"Gak busa ngomong?" ujar Jeno. "Ck..ck...Keliatan banget kalo cuma mau ngeles."

"Jen.."

"Gak ada lagi kan? Waktu gue kebuang sia-sia." ujar Jeno.

"Maaf, Jeno." ujar Sohyun. "Mungkin bagi lo apa yang gue lakuin itu salah, bahkan salah besar. Gue punya alasan, tapi gak busa ngomong ke lo sekarang. Lebih baik lo cari tahu duku baru simpulin sesuatu. Gue juga  tahu, gue gak bisa maksain maaf dari lo, kok. Gue gak bisa maksain apapun. Termasuk lo. Kalo lo maksain, justru akan jadi kacau." jelas Sohyun.

"Makasih udah mau buang waktu lo buat dengerin gue." ucap Sohyun. "Makasih dan maaf."

Jeno tidak memperdulikan perkataan Sohyun itu. Selesai Sohyun mengatakan itu Jeno langsung melenggang pergi.

Time [END]✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang