SEMBILAN BELAS

5.2K 430 14
                                    

"Tiga aja."

"Tapi Gisel suka semua. Boleh kan Pi."

"Em.. Boleh?" Andra memamerkan cengiran kikuk saat menatap raut Jeana yang tampak stres menghadapi Ayah-Anak ini.

"Tiga aja, titik."

"Papi aja boleh, jadi Gisel boleh dong ambil satu kotak dong!"

Jeana melemparkan tatapan tajam pada Andra,merasa sebal. Sedangkan laki-laki itu hanya senyum tiga jari sambil garuk-garuk tengkuk. "Dari pada rewel Ay."

"As always, Kamu jangan pakai alesan itu. Aku bisa handle Gisel. Lagi pula Gisel baru kelas satu, bolpoin nggak terlalu di butuhkan."

"Tiga ini aja, kalau habis baru beli lagi. Nanti pasti ada model baru juga." ucap Jeana final. Dia beranjak menuju rak untuk mengembalikan sekotak bolpoin dengan aneka figur di ujungnya.

"Sudah?" Gisel mengangguk dengan wajah cemberut. Masih tak rela meninggalkan bolpoin-bolpoin yang lucu itu.

"Coba di cek lagi."

"Buku tulis sama buku gambar, pena, pensil, kotak pensil, penghapus, penggaris, pensil warna, kuas, cat air-" Gisel menyebutkan setiap benda yang di masukan kedalam keranjang yang dibawa Andra. "Gisel belum beli buku diary loh."

"Buat apa?"

"Namanya buku diary ya buat curhat dong. Gimana sih tante gitu aja pake nanya."

Jeana memutar mata sebal. Curhatan apa yang akan ditulis anak-anak yang baru menginjak bangku Sekolah Dasar? "Ambil satu, nggak pake lama."

"Ke kasir, Ay. Habis ini makan dulu baru ambil seragam dan sepatu Gisel." ucap Jeana saat Gisel sudah kembali dari rak tempat buku diary dipajang.

Andra dengan senyuman lebar menggandeng tangan Gisel. Sesekali menggoda anak itu. Ini merupakan hal indah yang lagi-lagi Jeana berikan kepadanya dan Gisel. Sebelum ini Andra tidak pernah menemani Gisel untuk membeli peralatan sekolahnya. Semuanya Ia pasrahkan ke Ibunya atau Dinda. Sesekali pada mbak Ani, yang sekarang lebih banyak membantuk mbak Iis di dapur karena Jeana mengambil alih untuk mengurus Gisel.

"Tas Gisel belum, Mi." protesnya saat mereka keluar dari toko.

"Ah iya, Mami lupa." Jeana mengelus pelan perutnya. "Makan dulu ya, Gisel tadi pagi baru makan apel doang."

"Tapi beli tasnya banyak ya?"

"Boleh, tapi pakai uang Gisel sendiri." Andra tertawa mendengar kalimat Jeana. Sedangkan gadis kecilnya mendengus dan mendaratkan cubitan di pinggang Papinya yang masih menyisakan tawa.

¤¤¤


Meski wajah Jeana tampak mulai kelelahan, Dia tetap teliti dan serius memilihkan seragam yang pas untuk Gisel. Mengecek kualitas jahitan seragam dengan detail dan memastikan tidak ada cacat disetiap seragamnya.

"Sepatu boleh langsung beli dua-dua kan, mbak?" tanya Jeana setelah selesai memilih seragam. Ada dua model sepatu yang disarankan pihak sekolah.

"Boleh, Bu."

Sekolah Gisel adalah sekolah swasta bertaraf internasional-Adenium Int. School (AIS). Sebuah yayasan dari TK sampai SMA. Sekolah tersebut memiliki toko khusus- Adenium Store- yang menjual seragam dan sepatu di daerah Pondok Indah. Dekat dengan kediaman Andra.

"Seragamnya tidak sekalian dua-dua aja?" tanya Andra yang sejak tadi tidak berhenti tersenyum.

"Nggak perlu, setiap hari seragamnya ganti. Kita bisa beli dua atau tiga bulan sekali, Aku lihat pertumbuhan Gisel cukup cepat." Jeana menggulung lengan dress hamilnya. Andra mengamati setiap gerak tubuh Jeana penuh antisipasi. Andra baru tahu, kegiatan belanja peralatan sekolah, memilih seragam untuk Gisel sangat menyenangkan.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang