26. Good Morning, Pretty Boy

6.9K 602 43
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Tidak biasanya mobil direktur ada di tempatnya, batin Namjoon selagi mengenakan mantel keluar mobil, menyusul Hoseok-asistennya, yang nampaknya juga mengajukan pertanyaan serupa. Bentley hitam tunggangan orang nomor satu di perusahaan itu terparkir gagah di petak khusus direksi utama, tepat di seberang mobil yang membawa Namjoon kembali dari lokasi. Syuting pagi-pagi untuk siaran langsung tak pernah jadi kegiatan favoritnya. Tapi karena termasuk dalam pekerjaan, siapa yang bisa menolak? Gantinya, kini dia sibuk menutupi kuap berkali-kali akibat mengantuk. Sang manajer menertawakannya sambil berjalan ke arah pintu masuk yang dibuka oleh dua penjaga diiringi angguk hormat. Hoseok masih mengamati parkiran seberang sambil sibuk menebak, sikutnya menyenggol lengan Namjoon yang tiga jengkal lebih tinggi.

"Kira-kira kenapa ya?" tanyanya dijawab kedik bahu oleh yang bersangkutan, "Bos kan cuma datang kalau ada rapat penting."

"Berarti hari ini ada rapat penting," tukas Namjoon sekenanya, menguap lagi, "Bisa belikan aku Americano? Kantuk keparat ini sangat mengganggu."

Asistennya mengangguk sigap, lantas mengeluarkan dompet dengan dagu digerakkan sekilas, "Tunggu di atas, manajermu masih harus ikut pertemuan harian. Lakukan apa saja asal jangan tidur. Jam tujuh ada pemotretan di studio lantai tiga."

"Ya ampun, kasihani aku sedikit, Yang Mulia Jung. Jam sembilan juga ada syuting kan? Kapan bisa tidur?" Namjoon bergumam memasuki pintu, menggeliat mengangkat kedua lengan panjangnya walau buru-buru diturunkan karena berpapasan dengan sejumlah staf yang berucap selamat pagi.

Hoseok balas menaikkan telunjuk, "Syuting jam sembilan ditunda karena lawan mainmu belum pulang dari luar negeri. Lega kan? Pokoknya jangan tidur!!!" suara pria itu berangsur memelan seiring sosoknya yang menjauh dari Namjoon, kini menggaruk-garuk kepala menaiki eskalator. Baru jam setengah enam tapi kantor agensi sudah seramai ini. Belum lagi bagian katering yang menyiapkan roti-roti kecil beserta teh panas di meja prasmanan untuk sarapan para staff yang lembur semalaman. Dasar pekerja dunia hiburan, tak ada matinya dari pagi hingga malam.

Serombongan pria dan wanita berjas rapi tampak memasuki satu ruangan besar saat Namjoon menaiki eskalator kedua. Pastilah pertemuan yang dikatakan Hoseok barusan. Satu jam berkutat dalam diskusi, melaporkan apa yang dikerjakan artis asuhan selama sehari penuh. Ada yang mampu bicara dengan bangga, ada juga yang tidak dapat mengajukan apapun. Sekali lihat saja, bau persaingannya begitu kuat dan Namjoon memilih menjauh bila manajernya keluar ruangan dengan berapi-api. Kadang senang, kadang malah langsung memanggil galak untuk diajak berunding tentang jadwal selanjutnya. Kalau sudah begitu, Namjoon hanya bisa terdiam kecut membayangkan jam istirahatnya yang makin terpangkas.

Bersiul-siul mengambil sepotong croissant dari kotak kudapan yang tersedia di tiap lantai, indera pendengarnya mengangkap suara ribut dari ruangan direktur. Letaknya memang tidak jauh dari meja tempat Namjoon hendak menaruh bawaan. Lebih bingung lagi saat menyadari bahwa suara itu bergema kian melengking—seperti seseorang yang tengah berargumen penuh emosi. Tidak mungkin pelakunya adalah direktur atau sekretarisnya yang pendiam. Jangan-jangan ada yang tidak beres?

SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang