Senja Bayu POV
Lama bu Nino duduk diam menatapku, raut mukanya bukanlah raut muka yang biasa ia tampakkan ketika bertemu denganku. Kali ini, ia seperti sedang melihat seekor koala yang baru saja diselamatkan dari kebakaran hutan, wajah iba.
"Kenapa bu?" tanyaku heran.
Rasanya benar-benar canggung ketika seseorang melihatku dengan tatapan seperti itu, tanpa bicara sedikitpun. Hanya diam. Sebegitu menyedihkannya posisiku saat ini.
"Bu!" ucapku mencoba menyadarkannya dari lamunan.
Aku sampai harus memukul pelan lengannya agar tersadar.
"Eh" ucapnya kaget. "I, iya kenapa Banyu?"
"Bayu bu" ucapku memperbaiki. "Masih saja sering salah dengan namaku sendiri"
"Ibu ingetnya tetap Banyu" tawanya membuat wajah datar itu sedikit berwarna. "Ibu manggil kamu Banyu terus aja ya, sudah kebiasaan ini"
"oke..." jawabku pasrah.
Sejujurnya juga memang sudah lelah membenarkan namaku ke Bu Nino. Sejak dulu awal kost di tempatnya hingga sekarang, entah berapa kali sudah, aku tak ingat lagi.
"Kamu kabarnya gimana?" tanya bu Nino.
"Kan tiap ibu telpon juga, aku sudah jawab aku baik-baik saja bu"
Ia tertawa kecil. "Maksud ibu akhir-akhir ini"
"Masih sama kok, bu" jawabku. "Enggak ada yang berubah"
Ia mengangguk-angguk. Tapi di wajahnya seperti masih tak puas. Aku paham betul raut wajah itu.
Soal pak Adri, aku juga tak mau membicarakannya dengan bu Nino. Tapi melihat gelagatnya yang seperti ini, apa bu Nino sudah tahu?
"Ada yang mengirim ancaman ke kamu?" tanya bu Nino lagi. "Kau merasa ada yang membuntutimu di jalan?"
Alisku terangkat sebelah. Pertanyaan bu Nino benar-benar mengarah ke kekhawatiranku soal pak Adri.
"Ibu, kok bicara gitu?" tanyaku heran. "Apa ibu tahu soal ..."
TOK TOK TOK....
Kalimatku terhenti karena ketukan yang cukup keras itu.
Lilia menyembul dari balik pintu sambil tersenyum tak enak hati.
"Maaf pak, tamu anda sudah menunggu cukup lama" ujarnya.
"Bisa tunggu sebentar lagi gak?" ucapku sedikit kesal.
Yang membuatku kesal bukanlah Lilia yang masuk di tengah percakapanku. Tapi soal kekhawatiranku sendiri.
"Udah gak apa, ibu juga ada urusan lain" ujar bu Nino.
"Loh, kok cepat sekali, bu?" tanyaku.
Ibu Nino hanya tersenyum, sambil menggeser wadah plastik segi empat yang bertumpuk tiga yang sejak tadi masih terbungkus kresek. "Ini rendang buat kamu jangan lupa dihabisin" katanya. "Semangat kerja boleh, tapi jangan sampai lupa jaga kesehatan".
"Iya bu".
"Ingat, kamu itu jomblo, gak ada yang mau ingetin kamu buat sehat, kalau bukan diri kamu sendiri"
"Duh ibu, kok jadi ngomong ke arah itu sih" ucapku malu. Tanpa sadar tangan kiriku sudah menggaruk-garuk bagian belakang kepalaku.
"Makanya cari jodoh secepatnya"
"Iya bu"
"Eh, kalau ada yang mau diceritain, telpon saja ibu ya!" ucapnya ketika aku mengantarnya menuruni tangga. "Kalau ada apapun, pokoknya kabari ibu"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE STITCHES (Sibling 2nd season)
Mistério / Suspense"Kau tetap yang teristimewa, kepalamu tetap jadi koleksiku yang ke 100. Mari kita mengulang semuanya kembali dari awal" Senja Bayu, setelah akhirnya berhasil menyelamatkan dirinya dan pasiennya dari seorang psikopat yang ingin mengoleksi kepalanya...