[6] Bandara, Akhir Desember

269 30 3
                                    

"Jadi, sekarang gimana?" Pertanyaan menyimpulkan meluncur dari mulut Izzy setelah mendengar kisah Zhavia yang berderai air mata. Hampir satu pak tissue terbuang sia-sia setiap menyebut nama Rama Andika.

Bagi Izzy, sedihnya Izzy belum sebanding dengan apa yang dia alami. Zhavia ditinggal menikah dan hidupnya masih panjang. Selanjutnya dia masih punya masa depan dengan siapa saja yang dia sukai. Sedangkan Izzy nyaris ditinggal dan memilih meninggalkan pernikahannya dan hidupnya kacau dengan status janda. Siapa yang lebih miris?

Setiap orang menganggap hidupnya lebih berat. Namun mereka lupa bahwa setiap masalah berbeda porsi kesulitannya. Kita melewati jalan yang sama terjal dengan jenis batu berbeda.

"Gue putuskan untuk tinggal di Aceh. Mungkin gue malu mengakui kalau sekarang gue berharap lulus PNS. Aib banget nggak, sih?!" Zhavia mengusap sisa air mata di pipinya.

Izzy mengangkat bahu. Sampai sekarang dia tidak berminat untuk mengambil status sosial di Aceh dengan beralih profesi. Meskipun butiknya maju mundur perkembangannya, dia berpuas dengan apa yang dimiliki sekarang. Izzy memegang prinsip kuat. Pekerjaan bukan saja zona aman dalam penghasilan, tapi soal passion. Pekerjaan dengan gaji terbesar adalah pekerjaan yang kita cintai dan jalani sepenuh hati. Rasa syukur akan mencukupkan berapapun penghasilan.

Izzy tidak tahu alasan kuat Zhavia meninggalkan posisi bagus di perusahaan iklan. Dia tahu benar Zhavia sangat bertalenta sebagai Public Relation Officer dengan berbagai kesepakatan menguntungkan. Izzy tahu benar jika perusahaan akan sulit melepaskan Zhavia.

Alasannya terlalu klise.

Move on untuk berpaling dari kenangan. Justru yang terlihat Zhavia sedang lari dari kenyataan. Ke Aceh, meninggalkan karir impian hanya untuk berusaha melupakan Rama?

Sepertinya Zhavia kurang piknik.

"Lo udah benar-benar move on dari si Majid itu?" Tanya Zhavia tiba-tiba.

Pikiran pesimis Izzy tentang Zhavia buyar. Ah, ternyata dia sama saja. Dia lupa kalau kembali ke Aceh bukan karena tidak mau mati di rantau. Zurich terlalu kecil untuk berpura-pura tidak memiki kenangan.

Izzy tahu benar alasan dia pulang cukup besar. Selain mencoba menggapai cinta lama juga mencoba mengubur semua cinta baru.

"Sulit banget, ya?!" Zhavia menyimpulkan ketika menunggu jawaban Izzy yang cukup lama.

Izzy menggedikkan bahu, "Ntah lah. Awalnya gue pikir bisa melupakan Amjad, ternyata nggak semudah itu. Selalu ada cerita dan kenangan setiap melihat sesuatu."

"Lo masih cinta?!"

"Gue nggak ngerti apa itu cinta. Gue terlalu bodoh untuk menerjemahkan apa yang gue lewati sebagai cinta."

"Lo masih cinta!"

"Gue sudah menerima surat cerai dari dia. Apa lagi yang gue harap dari kata cinta?"

Zhavia tercengang. Izzy tersenyum masam. Berharap Zhavia tidak lagi membahas soal Amjad.

Zhavia menggenggam kedua tangan Izzy, "Apa lo menangis saat menerima surat cerai dari Amjad?"

Pertanyaan sulit. Izzy memilih jujur. Dia mengangguk.

"Lo masih cinta sama si Majid itu, Zy!" Zhavia menutup mulutnya.

"Karena cuma dia di hati gue selain..." Izzy menahan kalimatnya. Tidak berniat bercerita pada Zhavia.

"Selain siapa? Lo punya lelaki idaman lain?"

Izzy menggeleng. Zhavia memburu dengan pertanyaan lain, "Lo bohong! Ada seseorang di hati lo. Lelaki lain."

"Bukan siapa-siapa. Dia juga sudah menikah dengan wanita pilihan ibunya. Sudah meninggal, sih. Gue ngelihat sendiri perjuangan istrinya dulu. Kalau gue jadi dia, gue nggak akan berpaling ke cinta lama sekalipun gue ingin banget."

Zhavia terkekeh, "Lo bicara dari sisi perempuan, Zy. Lelaki berbeda. Mereka segera berpikir siapa pengganti istrinya bahkan sebelum jasad istrinya dikubur."

Izzy melotot, "Eh! Gue yakin dia nggak begitu."

"Lo juga yakin, kan, kalau si Majid nggak begitu? Dia bakalan setia sama lo sampai mati. Sampai Switzerland mendeportasi kalian?!"

Izzy diam.

"Lo tuh naif, Zy. Soal cinta lo masih gaya abege."

Izzy diam. Zhavia benar.

"Itu kenapa gue memilih meninggalkan karir gue dan memulai di sini. Karena gue tahu, satu-satunya yang bisa memperbaiki hati gue cuma pindah. Kemana saja. Kebetulan gue milih di sini," Zhavia menjelaskan lagi.

"Apa Rama pernah ngomong sama lo dia nggak meninggalkan lo sampai kaapn pun?!" Izzy penasaran. Amjad dulu pernah berkata seperti itu. Berulang kali.

"Nggak!" Zhavia tertawa. "Kita sama-sama dewasa. Melihat hidup realistis. Gimana dia nggak meninggalkan gue kalau misal gue duluan ninggalin dia? Dia harus move on untuk melanjutkan hidup. Lo ngerti maksud gue."

Skakmat.

Izzy terdiam. Kali ini dia salah menilai Zhavia.

❤️❤️❤️

"Pak Safir," Jae mendekati Zayn yang berjalan menuju meja kerjanya.

Zayn hanya melirik tanpa senyum, "Ada apa, Jae?"

Jae memberikan satu map dengan lambang Universitas Islam Darussalam kepada Zayn. Zayn membuka dan mengecek beberapa surat di dalam sana. Tanpa banyak bertanya, dia membubuhkan tanda tangan di atas kertas dengan tinta hitam.

Jae berucap terima kasih dan berbalik keluar. Di pintu dia hampir menabrak seseorang. Giginya bergertak kesal ketika melihat perempuan cantik dengan etika pas-pasan di depan pintu.

"Aduh, Jae. Kalau jalan kan bisa, ya, lihat-lihat dulu!" Kiara mengomel.

"Ibu harusnya lihat-lihat kalau saya keluar. Memangnya ada apa? Kok buru-buru?"

"Cuma mau lihat, apakah Gemina masuk hari ini?"

"Mau cari Gemina atau Pak Safir?" Goda Jae. Wajah Kiara memerah.

"Serius, saya cari Gemina. Soalnya tadi saya keluarnya lebih cepat dari dia."

Jae terkekeh, "Nggak usah alasan, bu. Bilang saja kalau mau ngecek Pak Safir. Gemina kan bisa tinggal telepon. Macam hidup di zaman batu saja."

Kiara bersuara lantang mengomeli Jae. Perlahan suaranya menghilang seiring langkahnya yang menjauh.

Di dalam ruangan, Zayn mendengar semuanya. Bagaimana Jae menggoda Kiara, juga respon Kiara yang terlalu berlebihan.

Ya, dia memang mendengar semuanya. Dulu dia pernah tersipu-sipu saat mendengar siapa saja menggoda mereka. Kini rasa itu seperti padam.

Lima tahun lalu, Zayn tidak perlu mengingatnya lagi. Nama Kiara sudah jauh dia kubur dalam peti batu di dasar hatinya.

Kiara Halmahera.

Tidak ada lagi nama itu dalam hatinya dalam bentuk apapun. Sekalipun kata bernama kenangan.

❤️❤️❤️

Dear Olivers,
Zayn mati rasa. Btw, ada yang pernah mengalami patah hati sampai begini?

Salam sayang,

_Olivia Ailinna_

Zayn ZhaviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang