[11] Impression

259 30 0
                                    

"Lo tinggal milih, meninggalkan Rama dengan serius atau kembali dan sakit hati berulang. Lo tahu kan? Ini keputusan terbaik. Apa yang lo alami udah gue lewati. Gue memaafkan, dia kembali mengulah. Gue tinggalkan, dia mengejar. Gue komitmen untuk tidak terpengaruh lagi. Terbukti kan?! Dia memang nyerah dan akhirnya dia menerima keputusan cerai yang gue buat," Izzy menjelaskan pandangannya tentang curhatan Zhavia tentang Rama yang menghubunginya.

Zhavia masih menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Satu sisi dia ingin bertahan tidak terpengaruh dengan semua kalimat rayuan Rama. Ini tujuannya pindah ke Banda Aceh. Keluar dari harapan palsu yang berulang kali diberikan Rama. Di sisi lain, dia tahu dirinya masih cinta. Setiap harapan palsu itu dilontarkan dengan mudah oleh Rama, setiap kali pula dia goyah.

"Zha, lo harus kuat! Karena hidup lo tuh terlalu berharga untuk dimainkan oleh lelaki seperti Rama. Masih banyak lelaki yang worth it untuk lo perjuangkan, Zha. Lo tahu itu dengan baik. Makanya lo di sini sekarang." Izzy tak gentar memberi pandangannya.

Pengalaman Izzy dengan Amjad memberi pelajaran hidup luar biasa. Termasuk caranya memandang pernikahan sekarang. Meskipun menyandang status janda bukan pilihan bijak di lingkungan masyarakat. Namun, baginya aman saja selama mereka tidak tahu.

Ya, tidak banyak yang tahu Izzy sudah pernah menikah ketika di Zurich. Kembali ke Aceh dengan status lajang juga bukan pilihan bijak. Orang-orang menganggapnya perawan tua.

Awalnya Izzy tidak terganggu. Kehidupan di Eropa mengajarkannya berkuping tembok. Tidak terpengaruh dan mendengarkan apapun kata orang. Perlahan waktu dan lingkungan sosial mengembalikan Izzy menjadi orang Aceh tulen. Peka dengan kata orang.

Status sangat membuatnya tidak nyaman. Mungkin bedanya Izzy dengan perempuan kebanyakan adalah cara dia menghadapi segala macam bisik-bisik. Izzy memilih berkarya dan berkarir.

"Zha," panggil Izzy.

"Sudahlah lah. Gue masih nggak bisa berpikir dengan jernih. Kita cari kontrakan gue, yuk. Malu hati gue lama-lama di rumah lo," ajak Izzy.

Izzy mengangguk dan mengambil kunci mobil yang tergantung di dekat kulkas.

Sejak dinyatakan lulus dan pemberkasan dilakukan, Zhavia memilih tinggal di rumah Izzy. Izzy memintanya dengan paksa. Zhavia memilih cari aman saja. Ia pun sadar tidak punya kenalan lain selain Izzy di Banda Aceh. Kabar lainnya, Sita yang dulu membantu ketika Izzy di Bangkok sudah ke Bandung melanjutkan kuliahnya.

Zhavia sudah merancang rencana hidup ke depan. Gebrakan karirnya, hidupnya, tapi tidak soal pasangan hidup. Dalam hati paling dalam dia harus mengakui masih mengharapkan Rama kembali.

"Zha, lo serius nggak mau tinggal di rumah gue saja. Kalau pun lo nggak mau di rumah gue, lo bisa cari kontrakan di dekat kontrakan gue. Gimana?" Berulang kali Izzy mengucapkan kalimat yang sama.

Zhavia menggeleng, "Gue bukan orang yang baik. Gue nggak mau jadi musuh lo, Zy."

Izzy diam. Jika Zhavia sudah membuat keputusan, tidak seorang pun bisa mengubahnya. Dalam segala hal dia memang konsisten, kecuali masalah hati. Cinta. Perasaan. Apapun namanya jika itu berkaitan dengan Rama.

Rama bagi Zhavia seperti candu yang terus mengikat. Sakau.

Zhavia ingin menyampaikan sesuatu, namun urung. Ponselnya berdering satu kali. Nada lembut pertanda pesan WA.

Xavier Yuzuf Zaynuddin.

Dimana? Bisa jumpai saya di ruang Manajemen Dakwah?

Zayn yang mengirim pesan. Zhavia membalas cepat.

Maaf, Pak. Saya sedang tidak di kampus. Ada apa, ya?! Jika keadaan urgen saya akan kembali segera.

Zayn tidak langsung membalas. Sekitar lima belas menit kemudian baru pesan dari Zayn masuk lagi.

Zayn ZhaviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang