JASMINE
Aku menggendong tas punggungku dengan malas. Hari senin tak pernah menjadi hari kesukaanku. Sialnya hari ini adalah hari senin.
Aku berjalan menuju kelasku yang kurang strategis. Tepatnya di lantai 3 dan letaknya paling ujung. Sepertinya kesialan tak kunjung padam kala Pak. Zikra dan Bu. Rani dengan kompak berseru dengan toanya menyuruh anak-anak murid dan guru berkumpul di lapangan untuk segera melakukan upacara bendera. Supaya kalian tahu saja, jika suara mereka sudah bergema, itu tandanya waktu kalian tak kurang dari 5 menit lagi. Dan jika sedetik saja kalian telat, alamat baris di samping barisan guru-guru yang menghadap pada seluruh peserta upacara dimana disanalah matahari bertengger menyorotkan sinar maha terangnya.
Aku sudah telat 2 menit sejak awal kedatanganku. Jadi, apa gunanya berlarian ke kelas hanya untuk mengejar waktu jika pada akhirnya harus dihukum juga. Lagipula, hal ini hanya hal biasa bagiku dan itu tak seberapa. Mukaku sudah setebal kerak bumi. Mau wajahku terpampang di depan seluruh peserta upacara pun aku tak peduli. Sepertinya mereka juga sudah hapal dengan wajah cantikku ini. Hehe.
Masih dengan perlahan menuruni anak tangga, setelah aku selesai manaruh tasku di kelas, pandangan Pak. Zikra menemuiku yang berjalan dengan santainya. Dengan bantuan toa di tangannya ia pun berkata, "Mohon Jasmine, lebih dipercepat langkahnya" atau lebih tepatnya berkata dengan sangat keras hingga seantero lapangan menatap ke arahku.
Aku yang kelewat tak peduli pun menjawabnya dengan acungan jempol, "Siap, Pak. On my way" balasku kemudian.
Kulihat beberapa orang di bawah sana menggelengkan kepalanya. Ah, masa bodoh. Memang apa yang mereka pikirkan tentangku?
Selang beberapa waktu--tepatnya satu menit lebih tiga puluh detik---kemudian, akupun sampai di lapangan dengan selamat. Namun niat hati mengendap-endap masuk ke barisan teman-teman sekelasku, aku malah ditahan oleh seorang anak OSIS yang memergokiku.
"Maaf kak, kakak baris di barisan yang pada telat" katanya berusaha sopan sambil menunjuk sederatan murid di depan lapangan yang didominasi oleh para cowok berandalan. Aku menghela napas kasar sambil memutar bola mataku malas. Kalau sudah begini, pasti muka jutek-ku sudah mode-on.
Mau tak mau, kulangkahkan kakiku menuju saf tersebut. "Jasmine, ayo cepat baris!" seru Pak. Zikra, meski tak menggunakan lagi toa-nya. Melihat matanya yang hampir merosot itu, cepat-cepat kupepetkan tubuhku di barisan paling pojok. Yang sialnya tak kuperkirakan adalah tepat di samping barisan guru-guru. Secara tak langsung gerakku nanti akan diawasi langsung oleh mereka.
Tak ada waktu lagi untuk pindah tempat karena kini sang protokol telah memerintahkan pemimpin barisan untuk menyiapkan barisannya. Sudah kubilang, senin tak pernah berpihak padaku.
- - -
Hampir 15 menit berlalu, kini adalah bagian dimana pembina upacara memberikan amanatnya. Hari ini adalah bagian Pak. Badrol yang bertugas, berarti istirahat di tempat kami akan berlangsung kurang lebih lima belas menit lamanya. Biasalah, wakasek bidang kesiswaan. Pasti ocehannya ini itu gak nentu waktu.
Biasanya pada bagian amanat ini, aku hanya akan menunggu sambil mengetuk-ketukkan sepatuku dengan bosan. Sesekali aku ikut bertepuk tangan disaat anak-anak yang lain bertepuk tangan. Meski aku sendiri tak tahu untuk apa.
Namun ada yang tak biasa di pagi senin kali ini. Tunggu, mengapa kini para gadis-gadis itu menatap ke arahku dengan penasaran. Ih, tatapan mereka sungguh tidak sopan. Beberapa ada yang berusaha mencuri pandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teach Me How To Love You Right
RomanceKetika Jasmine Ardinal, seorang gadis tak tau arah tujuan hidup bertemu dengan Ali si guru dingin yang perfeksionis. Kejadian-kejadian kecil di antara mereka memupuk sebuah perasaan aneh yang masing-masing dari mereka belum pernah rasakan sebelumny...