Chapter 42

419 25 8
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya

Bacanya pelan-pelan..

~•~

Angga mengelus dadanya geleng-geleng. "Gak lah! Gue mah cowok gentle!" pungkasnya yakin.

"Ekhem!"

Keempatnya mendongak, tampak pria bertopi merah berdiri di depan mereka sambil berkacak pinggang.

"Eh Pak Edi, kenapa pak?" sapa Mira basa-basi sambil cengengesan.

Pak Edi tiba-tiba menyengir, mencairkan suasana yang beberapa detik tadi terasa tegang.

"Kayaknya bapak tadi salah ngasih oleh-oleh ya?" tanyanya tersenyum.

Seli membuang muka pura-pura tidak tahu. Mira malah cengengesan sementara Putri tetap mengunyah. Beda dengan Angga yang hanya celingak-celinguk bingung.

"Em gak tau pak, hehe," jawab Mira seraya menggaruk lehernya.

Putri mengangguk. "Iya pak, kita gak tau," sahutnya meyakinkan.

Pak Edi mengangguk. "Oh iya boleh liat bungkusnya dulu gak?" pintanya sambil perlahan menarik bungkus itu mendekat ke arahnya.

Putri mengangguk. "Boleh pak, boleh," jawab gadis itu memasang wajah tak tau apa-apa.

Pak Edi menyingkap tutupnya berharap bukan apa-apa, tetapi satu detik kemudian ternyata dugaannya benar. Pria itu mengusap wajahnya pasrah karena kue bakpia itu tinggal tiga buah.

Angga yang penasaran ikut mengintip apa yang dilihat Pak Edi. "Apa tuh? 'Buat Bu Sri'?--" tutur cowok itu membaca dengan keras.

Pak Edi langsung membekap mulut Angga sehingga cowok itu gelagapan berontak. Tiga detik kemudian Pak Edi melepaskannya. "Suutt diem!" bisiknya sambil menaruh jari telunjuk di depan bibir.

Angga yang sibuk mengelap bibirnya yang terasa asin hanya menatap Pak Edi tanpa jawaban.

"Eh iya, kamu mainnya sama anak cewek? Ck ck ck." Pak Edi menggeleng sambil berdecak tidak percaya-mengalihkan pertanyaan Angga barusan.

Angga merengut tidak terima. "Hih enggak pak! Biasa ada gebetan saya, nih!" sambil menunjuk Putri bangga. Membuat cewek itu memundurkan badannya terganggu.

"Eh enggak pak," elak Putri sambil menggeleng meyakinkan.

"Biasa pak, masih malu," tutur Angga seraya tersenyum.

Sementara Pak Edi merengut. "Heh! Inget di sekolah kita, gak boleh ada yang namanya pacaran! Bapak laporin kamu ya," ancamnya mengomel sambil menatap keempatnya bergantian.

Alih-alih takut dan diam, Angga malah menatap Pak Edi ledek. "Hih, bukannya bapak juga lagi mau ngedeketin Bu Sri ya, ciee," ledeknya sambil memundurkan badan.

Pria itu tampak gugup tidak bisa menjawab apa-apa. Melihat itu Putri tercengang karena tingkah Angga yang berani sekali bercanda dengan guru. Sedangkan Seli dan Mira tertawa tak bersuara.

"Bu Sri ada dikelas saya tau pak," pancing cowok itu lagi.

"Hah y-ya udah bapak pergi dulu," ucapnya gugup, sampai matanya tidak fokus.

"Kuenya pak?" celetuk Putri sambil menunjuk bakpia yang sudah tinggal satu.

Pak Edi menatap bungkus itu tidak tega. "Dahlah gak pa-pa." lalu pria itu berbalik dan keluar dari kantin.

"Makasih pak!" ujar Putri dengan mulut penuh.

Saat Pak Edi pergi sepenuhnya, Seli dan Mira mengeluarkan suara tawa mereka yang tertahan daritadi, suaranya terdengar kompak sampai tak sadar satu orang cowok berlari ke arah mereka.

MATSA [ Tamat ] 𝗿𝗲𝗸𝗼𝗺𝗲𝗻𝗱𝗮𝘀𝗶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang