Bagian Dua Puluh Empat

131 20 2
                                    

Sore all, sila dilanjut....

◀️☸️☸️☸️▶️

  Langit tertutup awan pekat sore ini, Tuhan seakan menjanjikan hujan untuk bumi Magelang yang sudah berbulan-bulan dilanda musim kemarau. Reena duduk bersila di atas jerami di dalam kandang Milky White, menyaksikan kuda kesayangan neneknya tersungkur dengan luka memar di kaki depannya. Kanan dan kiri, semuanya terluka. Bahkan yang kiri lebih parah karena lecet.

  Milky White meringkih dan menatap Reena dengan tatapan polosnya, membuat Reena bisa merasakan kesedihan kuda itu. Hsss, tenanglah Milky, semuanya akan baik-baik saja, ucapnya sembari mengusap pipi Milky White. Air mata Reena menetes.

  Dengan hati-hati Reena mengobati luka itu dengan obat merah pemberian panitia lomba. Sebenarnya sejak tergelincir tadi kaki kuda tersebut sudah diperban, hanya saja sang panitia meminta Reena menggantinya jika sudah kotor. Dan kinilah saatnya.

  Usai memasang perban baru di kaki Milky White, Reena mencium kening kudanya dan mengusap-usap kepalanya dengan lembut. "Istirahatlah, Milky," ucap Reena yang lantas bergegas keluar dari kandang kuda itu.

  Mendapatkan diamond ticket tak lantas membuat kebahagiaan Reena menggebu-gebu. Pasalnya sepulang lomba siang tadi ia sempat mengunjungi Rumah Sakit dan mendapati neneknya yang selesai menjalani operasi masih dalam keadaan koma.

  Ketika Reena berjalan ke depan untuk menutup jendela dan menyalakan lampu, ia melihat Eric Guillon berdiri di halaman rumahnya, pemuda itu menuntun seekor kuda jantan berwarna hitam.

  "Hai, Ren!" sapa Eric.

  Reena segera membuka pintu dengan dahi mengernyit. Kuda Milik Steve? Batin Reena yang mengenali kuda itu, ia ingat ketika Steve menaikinya, ketika ia temui untuk mengembalikan sweater beberapa hari lalu.

  "Ya, Tuan!" jawab Reena ramah, senyumnya segera tersungging. Ia segera mempersilahkan Eric untuk duduk di bangku depan rumahnya.

  "Tidak usah Ren, aku buru-buru soalnya. Jadi begini, aku kemari bersama Blacky," Eric menunjuk kuda hitam di pelataran. "Aku disuruh ayahku untuk menyerahkannya kepadamu, Ayah khawatir Milky White besok tak mampu dilombakan lagi karena cederanya, jadi besok kamu bisa memakai Blacky di babak final."

  Reena mengangguk-angguk paham. Ya Tuhan, Terima kasih, terima kasih banyak, batin Reena sembari mengingat keadaan Milky White.

  "Anyway, kamu bisa berlatih dulu sore ini agar kamu terbiasa dengan Blacky. Kata ayah dia kuda yang butuh pengenalan dulu dengan penunggangnya."

  "Baiklah, Tuan. Terima kasih banyak," ucap Reena lagi dengan senyum sumringah dan anggukan kepala, matanya seketika berkaca-kaca.

  "Well, syukurlah kalau kamu sudah paham Ren. Kalau begitu aku mohon pamit."

  Reena mengangguk-angguk lagi. "Tidakkah ngeteh atau ngopi dulu Tuan?"

  "Mungkin lain waktu saja, Ren. See you!"

  Setelah melepas kepergian Eric, Reena segera menuntun Blacky menuju belakang rumah melalui samping rumah untuk dimasukkan ke kandang. Latihan sesore ini? Reena menatap langit yang kian menggelap.

  Angin berembus cukup kencang, tak beberapa lama rintik hujan mulai turun.

  Sembari mengikat dan memberi makan Blacky, Reena memikirkan cara untuk mencari waktu latihan yang begitu mepet ini. Aku harus latihan! batinnya mantap. Tapi, aku harus ke Rumah Sakit dulu untuk melihat keadaan nenek.

  Hujan besar disertai angin kencang tiba-tiba turun. Reena termenung dengan pikirannya yang kacau.

◀️☸️☸️☸️▶️

  BERSAMBUNG....

  YUK TINGGALKAN JEJAK, JANGAN BUDAYAKAN JADI SILENT READERS!

BANG MY HEART ✓ [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang