Kucoba tetap tabah sambil menata hati yang telah sebagian rusak, karena belum ada tempat untuk menutupi pintu hati ini. Mungkin suatu saat ada seseorang yang mampu menambal dan memperbaiki hati yang rusak ini.
Kedua orang tua di makamkan bersebelahan. Walaupun Ayah tidak menyebutkan di wasiatnya namun beberapa bulan sebelum meninggal Ayah agak berharap agar bisa di kubur di sebelah makam Ibu sehingga aku berembuk dengan saudaraku yang berada di Kalimantan. Saudaraku akhirnya datang setelah dihubungi dengan susah payah, karena ia tinggal dengan istrinya di Kalimantan. Sedang yang lain sudah merantau ketempat yang terpencil sehingga sulit dihubungi. Saudaraku yang di Kalimantan menawarkan pekerjaan disana agar aku bisa sukses tapi aku menolaknya, tentunya dengan lembut.
"Maaf bang, aku gak ingin merepotkan abang. Biarlah saya berusaha sendiri dan mencoba mandiri. Mungkin dengan menjual motor bisa menutupi kebutuhanku bang."
"Gak bisa gitu Wan, kamu sudah jadi tanggungan abang. Tapi kalau kamu bersikeras tetap pada kemauanmu abang gak bisa paksa. Tapi kamu harus janji satu hal yaitu kamu harus terima uang dari abang. Jangan menjual motor itu, abang tahu kalau motor itu begitu berharga buat kamu !!"
Dengan berat hati akhirnya aku terima tawaran saudaraku itu, dan dia menitipkan rumah Bapak kepadaku.
"Kalau kamu butuh apa-apa tolong telpon abang, abang pasti bantu. Tolong jaga rumah peninggalan Bapak ya Wan, abang gak bisa lama-lama karena harus kembali ke Kalimantan."
"Insya Allah saya akan jaga dengan sebaik-baiknya rumah ini bang. Warisan satu-satunya Ayah yang akan saya selalu jaga baik."
Akhirnya saudaraku itu pergi ke Kalimantan, hingga tinggal aku seorang diri ditemani sepi. Uang yang dititipkan oleh saudaraku itu aku jadikan modal untuk kebutuhan hidup dan untuk mencari kerja. Karena aku tak ingin merepotkan ia dan keluarganya di Kalimantan, aku gak mau jadi benalu ditengah-tengah keluarga saudaraku, itu prinsipku.
Keesokan harinya, aku mulai mencari pekerjaan yang halal. Setumpuk kertas fotocopy ijazah dan kelengkapan lainnya mengisi hampir sebagian tasku. Tak terasa hari hampir siang, ku sholat dzuhur mengadu kepada Tuhan agar diberi jalan untuk mencari pekerjaan. Doa sholat dhuha pun akhirnya kubaca agar Tuhan memperkenankan doaku ini.
Ya Rabb, Bukakanlah pintu rizki bagi hamba. Apabila jauh dekatkanlah. Apabila ia berada dilangit maka turunkanlah. Apabila lama maka cepatkanlah ya Allah, Amiin.
Satu hari dua hari tiga hari hingga sebulan belum juga ada telepon yang masuk ke rumah. Kutatap gagang telepon bagaikan menatap emas yang berkilat, tapi hasilnya nihil. Kulihat tanggal di dinding baru hari selasa, sedangkan amplop lamaran hanya tinggal satu.
"Waduh, lamaran tinggal satu. Sebaiknya ditaruh di perusahaan yang mana ? keahlian belum ada !! cuma modal nekat." Tak terasa batinku meraung.
Tapi kucoba tetap optimis, ku ingat pepatah "BIARLAH WAKTU MEMBAWA TAKDIRNYA" - Biarlah Tuhan yang mengatur segalanya -
Kutapaki jalan ini, bermodalkan tas, satu lamaran menuju perkotaan di Kawasan elit Jakarta. Kucoba mengitari satu gedung ke gedung yang lain tapi tak ada yang sesuai dengan keahlianku karena mereka lebih butuh sarjana, minimal diploma. Akhirnya ada satu kejadian yang mampu merubah segalanya, disaat aku keluar gedung ada seorang Bapak yang berteriak tasnya kecopetan. Tentu saja Tukang copet yang tak sengaja mendekat kearahku itu langsung aku pukul tepat ke wajahnya. Baru kemudian satpam gedung mengeroyok dengan membabi buta. Untungnya copet itu tidak mati, karena ada polisi yang patroli disana. Aku mengembalikan tas yang agak berat ke arah Bapak yang kecopetan tadi.
"Pak, ini tasnya." Kataku sambil tersenyum
"Makasih dek, oh iya ini ada sedikit uang dari Bapak untuk adek. Mungkin kalau gak ada adek semua isi tas ini raib karena ada uang yang tak terhitung banyaknya." Ujar Bapak itu menerangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunci Jawaban Dari Tuhan [END]
SpiritualBerkisah tentang seorang pemuda yang bernama Irwan dan kisah hidupnya untuk menemukan jawaban dari segala doanya, dan keyakinan masa lalunya yang tidak lulus saat SMP. Akankah kertas jawaban yang ia salin selama ini tidak bermakna?