4. Sekolah Sekarang Maut

100 8 0
                                    

JASMINE

Aku kesiangan.

Lagi.

Tadi malam aku tidur hampir jam 2 malam karena insomnia yang meradang. Padahal sejak insiden video call tadi malam, aku sudah berusaha untuk tidur. Tapi gagal.

Kalau sudah begitu, aku hanya bisa pasrah pada Tuhan. Alhasil, jam 2 malam aku baru bisa tidur.

Sekarang adalah buah hasil tidur larut malamku. Terpaksa aku harus menjalani hukuman terlebih dahulu. Bersama kawan-kawan se-pertelatan-ku, kami bersama-sama membersihkan lapangan. Beberapa ada yang menyapu dengan sapu lidi, dan beberapa lagi ada yang hanya memunguti sampah daun atau bungkus jajanan.

Kalau aku sih lebih memilih untuk memunguti sampah saja. Selain tidak begitu melelahkan, tapi juga sebenarnya aku hanya pura-pura. Mana pernah aku menjalani hukuman semacam ini dengan sungguh-sungguh.

Setelah menghabiskan beberapa menit untuk membersihkan lapangan yang sebenarnya sudah bersih, akhirnya aku bisa masuk kelas.

Biasanya, di akhir-akhir semester seperti sekarang, guru jarang ada yang masuk karena hampir semua materi dikebut saat semester pertama. Jadi, kebanyakan dari mereka memberikan kami freeclass.

Apalagi pelajaran Sejarah yang gurunya malah resign, biasanya jam segini banyak yang hanya ngobrol-ngobrol atau bahkan tidur. Jadi, ya santai saja.

Tapi sepertinya aku lupa sesuatu.

AKU LUPA KALAU SEKARANG ADA GURU BARU SEJARAH!!

Ah, aku baru tersadar ketika tinggal beberapa langkah lagi menuju kelas dan kulihat kelasku yang sangat hening. Padahal biasanya ada yang nongkrong di depan kelas.

Aiiihh, aku juga hampir lupa kalau guru Sejarah yang baru adalah Pak. Ali. Si bapak dingin yang irit bicara. Aduh, aku belum tau nih. Ia orangnya santai atau galak. Tapi kelihatan dari tampangnya sih, aku sepertinya hanya tinggal bergantung pada nasib.

Perlahan tapi pasti, aku masuk ke dalam kelas yang hening setelah tiga kali mengetuk pintu. Kulihat teman-teman sekelasku tengah fokus mengerjakan sesuatu di bukunya. Dan saat kualihkan pandanganku pada pria di pojok depan ruangan, aku mendapati matanya seakan mampu menusukku. Aiih, tajam sekali tatapannya.

Jurus andalanku, senyum nyengir yang biasanya biasa mengubah mood teman-temanku menjadi baik. Kuharap jurus ini juga berlaku padanya. Lantas kuhampiri ia yang tengah duduk memandangku. "Pak, maaf telat" kataku tak lupa cengiran terbaikku lalu mengamit tangannya untuk kusalimi.

Entah perasaanku saja, tapi setiap kali aku mencium tangannya, pria itu dengan segera menarik tangannya seolah aku adalah hal yang menjijikan. Aih, aku tahu aku jorok. Tapi kan aku steril dari segala macam virus.

Kulihat-lihat, wajahnya masih datar seperti biasa. Belum pernah kulihat ada lengkung indah tercipta di bibirnya. Aih, ganteng-ganteng kok senyumnya mahal.

"Kenapa telat?" Tanyanya membuatku seketika membeku. Saking dinginnya, aku sampai hanya mampu berdiam. Padahal, biasanya aku yang paling handal dalam membuat alasan. Kenapa dengannya aku diam saja.

"Kesiangan, Pak" jawabku akhirnya setelah berpikir rasional.

"Kenapa bisa kesiangan?" Tanyanya lagi. Uh, apa ia perlu tau detail alasanku?

Lalu aku memutar otak untuk mendapatkan jawabannya. Dan hanya ada satu jawaban yang bisa kukatakan, "Insomnia, Pak."

"Insomnia atau memang sengaja tidur malam?" Ketusnya. Aih, apa perlu ia tahu?

Lagipula, ah... sudahlah. Ternyata tak ada gunanya pertemuan kami kemarin dengan salah satu kerabatnya. Dengan kata lain, Ezi sebagai kenalan Pak. Ali sama sekali tak ada pengaruhnya denganku. Aku pikir, karena Pak. Ali tahu aku sahabatnya Ezi, mungkin Bapak guru itu akan sedikit mencairkan hatinya padaku. Tapi sepertinya tidak juga.

Teach Me How To Love You RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang