Untuk kesekian kalinya, di pagi ini aku terpaksa bangun untuk bersekolah. Membuka lalu menutup mata. Langit kamar, lalu gelap, langit kamar, lalu gelap, langit kamar, lalu gelap, tiba-tiba aku melihat wajah kakak tiriku. Hal itu membuat ku sontak bangun. Jujur saja, aku adalah seorang yang penakut.
"Heh! Bangun cepat!" Bentak kakak tiriku yang bernama Vana. Ia menarik selimut yang melekat pada tubuhku, dan menarik tubuhku langsung. "Cepat turun!" Aku bahkan belum mandi sama sekali.
Aku segera turun ke bawah untuk sarapan. Disana sudah terdapat ayah dan juga ibuku menatap sinis kearahku. Belum aku melakukan apa-apa sudah disiniskan seperti ini. Benci. Aku duduk dengan sangat kesal, namun aku tidak ingin menunjukkan kekesalan ku terhadap ayah dan ibu. Karena perlu kalian ketahui, ayah dan ibuku hanya menyayangi kakak tiriku.
Saat itu, aku hidup bahagia dan penuh kasih sayang bersama ayah dan ibu kandungku. Tetapi, semua itu berubah semenjak ibuku meninggalkan ku karena penyakit stroke yang sudah sangat kritis saat itu. Kemudian ayahku menikah lagi dengan ibu tiriku yang sekarang. Entah apa ramuan yang diberikan ibu tiriku sehingga ayah mengikuti apapun kemauan nya.
Tak disangka, 11 bulan kemudian seperti inilah keadaanku. Hancur, penuh kesedihan, bahkan terlihat sangat miris.
Aku terlalu banyak merenung. Makanan di meja makan dipisahkan antara aku dan kak Vana. Bukan karena aku spesial, karena aku anak yang paling dibenci di keluarga ini. Aku mengambil sesendok sayur bayam dan beberapa ikan asin. Ya, itulah yang selalu kumakan setiap hari. Rasanya, aku ingin pergi saja.
Selesai melewati suasana makan yang menegangkan itu, aku pun pergi bersiap-siap sekolah. Seperti biasa, aku tidak akan pernah dijemput oleh kedua orang tuaku. Aku harus selalu menggunakan taksi umum.
———
Sekolah JayanTara, 06:30Aku melewati koridor panjang itu. Tempat di mana aku sering dihina. Tapi semua itu berubah semenjak aku mengenal Viko, mereka jadi jarang menghina ku. Viko adalah satu-satunya sahabat yang dapat ku percaya, ialah yang selalu menjadi tempat ceritaku. Aku tidak mempunyai sahabat lain lagi. Bahkan, teman saja aku tidak punya.
Ah iya! Omong-omong namaku Jina
"Jina!" Suaranya aku kenal sekali. Itu adalah suara Viko. Aku pun menghampirinya dengan senyum merekah di wajahku. Mengapa aku terlihat baik-baik saja? Harusnya aku terlihat miris. Entahlah aku juga tidak tahu, hanya saja aku tidak ingin orang lain melihatku dengan kesedihan.
Bersambung...
•
•Teqiii yang sudah bacaaa
Janlup voment yaa
Maaf kependekan
KAMU SEDANG MEMBACA
Tear
Teen FictionAku tahu, aku terlahir dari keluarga yang tidak baik-baik saja. Lantas, mengapa? Mengapa kalian semua menjauhiku? Ayah,ibu. Apa kalian tahu? Kalian bahkan tidak pernah memperdulikanku. Sekalipun aku jatuh sakit. Benar. Ekspektasi sangat jauh da...