Satu

8 2 0
                                    

"Mungkin yang jadi alasan kita bertemu cuma takdir."

***

Hari Rabu mendung yang menyelimuti Kota Bandung adalah momen yang tepat untuk menarik selimut sampai kepala, mendengarkan daftar musik yang ada di aplikasi ponsel, dan berimajinasi mengenai pacar idaman yang akan dinikahi—padahal tidak mungkin.

Tidak untuk Zanet.

Zanet tipe perempuan yang menyukai berpergian sendirian, Tanpa memedulikan orang-orang sekitar, dan berusaha berdamai dengan alam atas dosa-dosa yang diperbuatnya baik sengaja maupun tidak sengaja.

Pada hari Rabu yang kelabu itu Zanet memutuskan untuk pergi ke sekolah walaupun tidak diwajibkan karena sedang menjalani praktik kerja, namun ia rindu jajanan kantin sekolahnya yang cocok dengan isi dompetnya. Ia memutuskan untuk pergi pada jam makan siang. Selesai makan siang, Zanet mengurus administrasi sekolahnya, lalu pergi meninggalkan sekolahnya tanpa tujuan yang jelas.

Ia tidak suka suasana rumah.

Maka dari itu ia memiliki beberapa destinasi yang sering ia datangi sendirian; Taman Ponia, Café dekat taman, café dekat rumahnya, perpustakaan, atau mall dekat rumahnya. Tak lupa ia membelikan orangtuanya makanan selagi ia pulang dari salah satu destinasi tersebut.

Kali ini destinasi Zanet mengarah kepada destinasi utamanya, Taman Ponia. Pada taman itu terdapat jogging track yang luasnya mencapai 400 meter persegi, lapangan basket terpisah, arena bermain skateboard, sampai taman bermain khusus anak-anak. Taman Ponia selalu dipenuhi oleh orang-orang yang ingin olahraga dan bermain. Bahkan tak jarang ditemukan banyak orang yang hanya duduk-duduk saja menikmati hijaunya lapangan tengah yang dihiasi tiang untuk pengibaran bendera pada saat kemerdekaan. Hari ini Zanet salah satu dari mereka yang hanya duduk-duduk saja menikmati angin sejuk dari cuaca hari Rabu yang mendung. Ia mencari tempat duduk yang kosong, dan hanya menatap lapangan setidaknya dua puluh menit. Lalu tiba-tiba ia mendapati penjual kue bakpau murahan yang di dalamnya berisikan daging ayam kukus dan saus sambal. Zanet kemudian menghampiri gerobak penjual tersebut, dan segera membeli satu porsi.

Setelah itu, ia berniat kembali ke tempat duduknya semula, namun sudah ditempati oleh seorang laki-laki yang memakai topi, berpakaian khas pelari, masih mengenakan jaket dengan kepala tertunduk bermain ponsel. Zanet kemudian mengeluh dalam hati, lalu mencari tempat lain yang nyaman untuk menikmati hari santainya memakan kue bakpaunya. Mungkin memang bukan harinya, Zanet hanya menemukan tempat duduk kosong yang tersisa persis di sebelah bak sampah. Tak ingin mengambil resiko mual-mual saat memakan camilannya, ia pasrah dan menghampiri lelaki asing yang duduk di tempatnya semula.

"Permisi, ya." Tukas Zanet.

"Iya." Jawab lelaki itu singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

Zanet kemudian membuka camilannya, memakannya pada gigitan kedua, ia menyadari bahwa tidak sopan kalau tidak menawarkan setidaknya sedikit saja.

"Makan, kak." Ujar Zanet berbasa-basi.

"Iya, silahkan."

Lalu terciptalah keheningan yang memang Zanet inginkan. Ia memakan perlahan, suap demi suap agar tidak terlalu cepat habis saat ia masih memandangi hamparan rumput yang luas nan hijau di depan matanya.

"Ke sini mau olahraga?" tiba-tiba lelaki tersebut bersuara.

Zanet tertegun, itu merupakan pertanyaan bodoh untuk ditanyakan pada sosok perempuan yang sedang memakan camilan, mengenakan celana jeans denim dan bukan baju kaus.

"Kalau makan bakpau kelihatan seperti olahraga, sih, mungkin iya."

Si lelaki meringis, "Efektif untuk menurunkan berat badan."

My Heart Track is YoursWhere stories live. Discover now