"ngapain disini? di bawah rame padahal"
"Siapa lo?"
"Ayo turun ke bawah. Lo boleh minum sepuasnya. Gua yang bayar"
"Lo ngga paham"
"Gua paham. Makanya gua tau kalau lompat dari atas sini ngga akan nyelesaiin apapun"
-----------------------------------------
"Pesan apa?", aku mencoba membuka percakapan.
"Apa aja", dia menjawab dengan tidak peduli.
"Oke. Raddler dua, bro", Aku mengangkat dua jari sembari berkata kepada bartender.
Namanya Irena. Seorang mahasiswi semester akhir di Universitas yang terkenal dengan almamater kuningnya. Kalau saja aku terlambat beberapa menit, mungkin saat ini dia sudah terkapar tak berdaya setelah melompat dari sebuah hotel bertingkat yang bagian basementnya dijadikan tempat hiburan malam.
Bagi sebagian orang, Quarter Life Crisis adalah sebuah fase yang sangat sulit untuk dilalui. Biasanya, Quarter Life Crisis berpaku pada finansial, relasi, karir, dan juga nilai-nilai yang diyakini.
Sebagaimana Irena. Saat ini dia sedang berusaha untuk menyelesaikan kuliahnya, andai dia tidak kunjung lulus pada semester ini, maka dia harus angkat kaki dan menguburkan mimpinya. Diantara teman-teman seangkatan yang masuk bersamanya dulu, Irena termasuk dalam kategori mahasiswi yang terlambat untuk menyelesaikan skripsinya. Irena bukan seorang mahasiswi yang malas. Tidak sama sekali. Dia bahkan aktif dalam banyak kegiatan di dalam maupun di luar kampusnya. Sialnya semua kesibukan itu justru menjadi distraksi dari tujuan awalnya masuk ke universitas. Waktu berjalan dengan cepat setelahnya, dan tanpa sadar dia sudah tertinggal jauh dari teman-teman seangkatannya.
"Kenapa?"
Setelah botol Raddler kedua, Irena mulai terlihat tenang. Aku kembali membuka percakapan.
"Gua benci Nyokap. Dia pembohong", Irena berkata dengan mata yang mulai memerah.
"Kenapa?"
"Nyokap pernah janji mau lihat gua wisuda. Ternyata dia bohong"
"Maksudnya?"
"Dia sendiri yang bilang kalau gua ngga perlu buru-buru lulus. Dia yang minta gua buat nikmatin waktu kuliah. Perbanyak pengalaman. Perluas jaringan. Perjuangin semua hal-hal baik dan lain sebagainya. Sekarang, saat gua udah ngelakuin semua hal itu dan tinggal menyelesaikan kuliah gua yang tinggal satu semester lagi, dia malah pergi"
"Nyokap lo pasti punya alasan kuat buat pergi", aku mencoba memberikan gagasan positif
"Lo ngga paham"
"Ngga paham gimana?"
"Nyokap pergi buat selamanya. Dia meninggal karena kanker yang udah dia lawan 4 tahun terakhir. Gua gagal bantu dia nyelesaiin janji dia yang mau lihat gua wisuda", Sesaat setelah mengatakan itu, air matanya tumpah.
Aku menelan ludah. Ternyata masalahnya tidak sesederhana itu.
"Nggapapa. Kita semua gagal kok. Lo ngga sendiri"
Aku kembali memanggil Bartender dan memesan sebotol Red Label.
"Sekalipun gua sama sekali ngga kenal sama nyokap lo. Tapi gua yakin dia ngga sedikitpun kecewa sama apa yang udah lo lakuin sekarang. Lo udah di jalan yang bener. Lagipula lo tau darimana kalau nyokap lo ngga lagi ngawasin lo dari atas sana?"
Irena terdiam.
"Nih. Minum sepuasnya. Kalau lo mau tambah, pesen aja. Habisin sedihnya malam ini. Besok, lo harus mulai berbenah lagi nyelesaiin kuliah lo. Masih ada kesempatan untuk ngebuat nyokap lo tersenyum diatas sana"
Gelas demi gelas berjalan mulus bersama dosa dan air mata, dan tepat pada gelas terakhir, Irena kehilangan kesadaran.
-----------------------------------------
Aku membuka handphone milik Irena, tidak terkunci. Aku melihat kontak WhatsApp yang sudah di Pinned, dan mengetikkan beberapa kata lalu mengirimkannya.
"Jemput gua ya, tempat biasa. Mabok banget nih"
Setelah mengirimkan pesan, aku mengembalikan handphonenya ke dalam saku jaket Irena.
Setengah jam kemudian, teman Irena akhirnya datang, dia melewatiku tanpa sedikitpun menyadari kehadiranku. Sembari sedikit menggerutu, dia membawa Irena ke dalam mobilnya dan berlalu pergi.
-----------------------------------------
Dua tahun yang lalu, aku berada pada posisi yang sama rendahnya dengan Irena. Bedanya, waktu itu aku benar-benar sendiri. Tidak ada yang mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Aku merasa bahwa dunia tidak lagi memihak kepadaku. Aku merasa kalah.
Aku melompat. Tanpa pikir panjang aku memutuskan untuk mengakhiri kehidupan di dunia. Sekalipun aku tidak pernah tau apa yang menungguku setelah kematian.
Sesaat setelah tubuhku menghantam tanah, aku kembali tersadar. Aku terbangun dan menatapku tubuhku yang berlumuran darah.
Terserah kalian mau menganggapku hantu atau setan atau makhluk halus atau apapun Aku sendiri tidak mengerti harus menyebut diriku apa.
Malam itu, bersamaan dengan diangkatnya tubuhku ke dalam Ambulance, aku berjanji kepada alam semesta bahwa aku adalah orang terakhir yang melompat dari gedung ini. Aku akan melakukan segala cara agar tidak ada lagi orang yang bunuh diri dengan alasan apapun. Aku akan meyakinkan kepada semua orang bahwa setiap kesedihan harus disikapi dengan secukupnya, Karena pada akhirnya semua akan baik-baik saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bercerita Dalam Nada
Short StoryTanpa kalian tahu, di setiap lagu pasti ada kisah yang pilu atau bahkan hubungan yang masih abu-abu.