Malam yang kelam

2.2K 91 8
                                    


"Sekar, Jangan keluar malam. Ummi enggak izinin kamu. Abang enggak bisa antar kamu ke rumah Tasya." Mendengar ucapan Umminya, Sekar mendengus kasar. Tak terima dengan apa yang baru saja Umminya titahkan.

"Ummi, Kenapa enggak paham sih. Sekar udah jelasin sama Ummi. Lembaran itu penting. Besok Sekar mau ujian. Ummi kok enggak mau ngertiin Sekar, sih?" Gadis itu membanting pintu kamar.

"Astaghfirullah Al adzim.., Sekar!"
Umminya hanya mampu mengelus dada. Meredam rasa kaget, kesal dan juga sedih sekaligus.

"Hei, Sekar! Kurang ajar banget sih, sama Ummi." Azan memukul pintu kamar Sekar karena merasa sangat kesal. Entah sejak kapan, anak berusia dua belas tahun itu mulai bersikap kurang ajar pada Umminya.

"Udah, Zan. Kamu balik kamar lagi, sana. Istirahat. Nanti demamnya makin tinggi loh, kalau kamu marah-marah."
Nasehat Umminya lalu Azan berlalu setelah mengangguk mengiyakan titah Umminya.

Tanpa Ummi dan juga Abangnya sadari, gadis beranjak dewasa itu sudah keluar lewat jendela kamarnya. Tak ada yang ia khawatirkan. Baginya, Umminya terlalu katrok.
Sekar tak peduli dengan apa yang akan di rasakan orang tuanya jika sesuatu terjadi padanya.

Tanpa melafalkan doa, Sekar melangkah santai dengan penuh kegembiraan karena merasa begitu bebas. Memang malam ini adalah, untuk pertama kalinya Sekar keluar. Dan jelas dia merasa ada sesuatu yang berbeda. Apalagi, di rumah, Abinya tidak sedang berada di rumah.
Abinya sedang berada di luar kota.

Dan Ummi serta Abangnya, jika saja mereka mengamuk dan juga marah, toh juga ia tak peduli.

Sekar terus melangkah dan sesekali berlari kecil. Rumah Tasya memang cukup jauh. Sekitar satu kilo meter. Jelas keluar dari area perumahan miliknya. Jika saja satpam tidak sedang tidur, mungkin dirinya sulit lolos.
Tapi, Pak Ujang terlihat begitu lelap.

Sekar melangkah keluar dari area perumahan.
Tanpa rasa takut dan juga khawatir. Gadis itu sesekali bernyanyi ria.
Tanpa tahu, di sisi jalan, seorang pria tengah asyik memperhatikan gerak-geriknya. Di pertengahan jalan, tepat lorong memasuki jalan sempit perumahan milik Tasya, Tangan kekar menariknya kencang. Mulutnya sudah di sumpal menggunakan tangan sebelah pria itu.

Mata Sekar membulat. Ingin berteriak, juga tak mampu. Tubuhnya berontak, tapi tak begitu kuat. Keringat dingin mulai mengucur dari pelipisnya. Ia menangis namun tak ada siapa-siapa yang bisa mendengarnya.

Tiba-tiba hujan turun dengan deras.
Sangat deras. Pria itu secepat mungkin menyeretnya ke tepi jalanan besar. Jauh dari lokasi Perumahan milik Tasya berada.

Mulutnya tak lagi di sumpal menggunakan tangan. Tapi, tak ada gunanya berteriak. Hujan begitu deras membuat hampir semua manusia akan menarik selimut rapat-rapat.

Pria bertubuh tinggi besar itu mendorongnya memasuki mobil Avanza hitam.
Bagaimana pun Sekar memohon pria itu hanya tertawa kecil dengan mata yang sedikit menyipit. Pria muda itu di landa mabuk berat.
Tak ada lagi yang mendengar lengkingan gadis kecil itu saat pria itu sudah menyerangnya habis-habisan.

Tak ada ampun. Rasa sakitnya membuatnya meronta-ronta dengan tangisan yang amat histeris. Ucapan Umminya terngiang kembali.

"Kesucian wanita itu, bagai telur di atas tanduk. Sekali jatuh, enggak akan bisa kembali lagi"

Sekar berharap semuanya hanya mimpi buruk.
Dan Umminya akan segera membangunkan dan juga memenangkannya.

Nyatanya, tragedi itu benar-benar menimpanya.
Ia kehilangan sesuatu yang amat berharga dan tak dapat ia beli.

Sekar bukan lagi anak perawan.

My Name Is SekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang