He Talks About Past

468 45 0
                                    

Katanya, manusia itu punya berbagai macam rasa dan emosi dalam dirinya. Tapi sejak aku terlahir menyapa dunia untuk pertama kalinya, aku hanya mengenali sebuah rasa: orang-orang menyebutnya ketakutan. Aku selalu penasaran dengan anak lain yang senyum lebarnya bermekaran di setiap jalan yang kulalui. Pernah kutiru di depan cermin, dan aku bersumpah untuk tidak melakukannya lagi. Bukan merasa kurang percaya diri atau bibirku terlalu kaku untuk ditarik, tapi aku merasa tak punya alasan untuk melakukannya.

Lagi-lagi yang kudengar hanya detakan jantung yang berpacu kencang. Peluhku mengalir deras melalui setiap pori-pori tubuh. Dan aku hanya tergeletak begitu saja. Berbaring miring dengan tarikan napas yang memburu. Suara sepatu menggema di malam sunyi itu. Tuk, tuk, tuk. Berirama. Seolah mengantarkan melodi kematian semakin mendekat padaku.

Sebuah tangan besar mendarat di kepalaku dan merapikan rambut panjang berantakan yang menutupi wajahku. Meski begitu, aku tetap tak melihat apa-apa.

Zzzp!
Sentuhan itu membuatku tersentak. Keringat dingin semakin tak keruan membasahi punggung. Tapi itu semua adalah hal normal bagiku. Kegelapan ... kesendirian. Telah menjelma jadi bagian dari hidupku.

"Kau tahu? Semua orang punya mimpi. Punya sebuah tujuan yang membuatnya bertahan hidup agar masih bisa menghirup udara keesokan hari."

Suara itu berbisik, menembus angin malam yang menelisik sunyi. Mulutku tertutup rapat, masih membisu. Membiarkan pria itu kembali berbicara tepat di telingaku.

"Dan kini, mimpiku ada di depan mata. Katsuo, kau melihatnya, bukan? Kau akan menyaksikan dengan mata kepalamu sendiri. Untuk darah yang telah kau tumpahkan, semuanya akan segera terbayarkan."

◾   ◾   ◾

Wander Space • Todoroki Shouto✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang