AFFAIR - 02

15.7K 738 55
                                    


Rose terbangun karena gemerisik disampingnya, matanya menangkap kegelapan karena saat ini lampu gantung itu sudah mati, entah karena habis daya atau Jeonel yang mematikannya. Namun badan menggigil Jeonel membuat Rose sadar sepenuhnya dari tidurnya. Meraba dalam kegelapan, disentuh kening lelaki itu dengan lembut.

"Ya Tuhan! Badanmu sangat dingin Jeon!"

Diguncang badan Jeonel perlahan, dengan beberapa kali memberi tepukan pada pipi lelaki itu. Jeon hanya bergumam tak jelas, dengan sigap Rose meraih lampu dan mencoba menyalakannya, sial! Pasti dayanya habis. Disentuh denyut nadinya, nadinya sangat lemah, semakin panik Rose dibuatnya.

Rose tak memiliki apapun untuk menghangatkan badan Jeonel, bodoh! Ia bahkan tak memperkirakan jika ia akan bermalam disini, sehelai kain hangatpun tak Rose bawa bersamanya. Badan Jeonel semakin menggigil, nafasnya semakin cepat, dan kulitnya semakin dingin. Rose bahkan tak tahu kapan bantuan akan datang, namun ia tak memiliki apapun, bahkan termometer tubuh pun ia tak punya. Tapi bukankah Rose harus segera menanganinya.


"Rose......"

Deg!


Rose dipaksa beberapa detik untuk menahan nafas, jantungnya berdetak cepat saat Jeonel menyebut namanya. Lelaki itu bahkan dalam keadaan separuh sadar, dan namanyalah yang disebutkannya?

Dihembuskan nafasnya panjang, perlahan tangan Rose menyentuh kemeja Jeonel yang teramat kotor. Lagi-lagi ia menyayangkan karena tak membawa pakaian layak pakai untuk para korban. Tapi mau bagaimana lagi? Ia bahkan tak mengira akan bermalam disini. Baju yang dikenakan Jeonel terasa lembab, mungkinkah pengaruh itu juga yang membuat lelaki itu menggigil kedinginan?

Dengan sangat terpaksa Rose melucuti kancing kemeja milik Jeonel. Dibuka satu persatu kancingnya hingga kini semuanya terlepas. Rose membantu Jeonel melepaskan bajunya dengan sangat hati-hati, tak mau membuat lelaki itu tersentak. Setelah bertelanjang dada, Rose melepas blouse-nya, hingga menyisakan tanktop hitam yang saat ini dikenakannya.
Tak apa, ia disini seorang diri, setidaknya Rose harus memastikan jika Jeonel tidak memakai kemeja kotor dan lembab. 


Rose menyelimutkan pakaiannya pada badan Jeonel, sedang kemeja lelaki itu ia gantung agar kering. Jeonel sudah lama bertahan disini sendirian, diagnosis awal Rose, lelaki itu mengalami hipotermia. Jeonel terlalu lama terpapar hawa dingin. Kembali Rose merutuk, mengapa tadi ia tak mamaksa Jeon untuk makan lebih banyak roti yang ia bawa? Setidaknya perut lelaki itu harus terusi penuu agar tidak lemah. Penyesalan hanya tinggal penyesalan.


Jeonel yang masih saja menggigil membuat Rose tak punya pilihan lain, dihadapkan badan lelaki itu untuk menghadap langsung padanya, dipeluk lelaki itu dengan perlahan. Rose adalah dokter, menyalurkan hawa panas tubuhnya dengan pelukan adalah penanganan pertama yang bisa ia berikan agar suhu badan Jeon kembali stabil. Tak ada pilihan lain, didekap badan Jeon dengan punggung lelaki itu yang ditutupi oleh baju rose.


"Cepatlah hangat Jeon, kau harus segera membuka matamu."


Entah sudah berapa lama Rose terjaga, deru nafas Jeonel mulai normal, badan lelaki itu sudah tak lagi menggigil. Namun Rose masih enggan melepas pelukannya, ia takut.

Rose memejamkan matanya rapat, ia takut jika Jeon tak selamat. Bayangan dimana Ivan terbujur kaku dengan wajah pucat kembali terlintas dipikirannya. Dalam hati Rose menyalahkan betapa lemah dirinya saat ini. Rose adalah tenaga medis, mengapa ia bisa berfikiran sedangkal itu? Kepergian Ivan menyisakan luka yang teramat dalam untuknya.

𝔸𝔽𝔽𝔸𝕀ℝ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang