Menata hari

1K 75 9
                                    


Semenjak kejadian di UKS, Sekar merasa lebih baikan sekarang. Bahkan, nilainya yang kadang terkesan biasa-biasa saja, kini berangsur meningkat.

Senyum para asaatidzah selalu mengembang. Bukan lagi kerutan di kening yang selalu tergambar di wajah para pengajar, melainkan nasehat agar semakin meningkatkan belajar dan juga hafalan.

"maasyaALLaH, Udah cantik, pintar lagi."
Puji Nanda saat mengintip buku tugas milik sekar yang mendapat angka sembilan puluh lima.

"Seperti kata kamu, usaha enggak akan mengkhianati hasil. Kamu aja dapat seratus. Tapi, makasih yah udah ajakin belajar."

"Tahu nilai ku dari mana?" Tanya Nanda merasa heran.

"Tuh, si Syifa majang di papan tulis."

"Syifaaaaaaaaa......"
Seketika, Suara lengkingan Nanda terdengar hingga ke ujung Pondok pesantren Darul Ulum.

Si Syifa yang selalu di juluki gadis usil se pondok pesantren. Bagaimana tidak, di mana saja dia berada, suara teriakan jarang tidak terdengar.
Dengan postur tubuh yang mungil, dia terlihat selalu menggemaskan. Bulu matanya lentik, kulitnya putih bersih. Tapi, dia mendapat predikat santri yang paling sering kena hukuman.

Selain karena usil, dia juga punya tingkat kenekatan yang luar biasa. Misalnya, saat merasa makanan tak cocok dengan seleranya, dia akan menyelinap keluar pesantren. Entah itu nyelip atau manjat di tembok belakang pesantren. Yang penting keinginan makannya terpenuhi.

Walaupun seperti itu, tetap saja bobotnya seperti biasa. Tidak bertambah sama sekali.

Pernah Syifa di hukum berat karena, menyembunyikan baju Kak Azmiah. Setelah di dapat, ternyata, baju Kak Azmiah ia sembunyikan di jemuran Bu Nyai Zahrah. Bahkan, lengan gamis milik Azmiah ia ikat dengan lengan gamis milik Gus Ammar.
Kak Azizah, istri Gus Ammar jelas naik pitam.
Ingin sekali Azizah mencekik leher Syifa saat itu juga saling kesalnya.

Gus Ammar hanya mampu tertawa kecil.
Khawatir jika Azizah akan ngambek lagi kala itu.

"Kamu tahu, kesalahan kamu apa?"
Nanda kini berada di ruang khusus pembina.
Ada sepuluh pembina yang dimiliki santri putri. Salah satunya bernama Tina. Pembina khusus bagian keamanan.

"Afwan, Kak. Nanda teriak kencang. Padahal suara adalah aurat." Nanda menunduk dengan perasaan penuh penyesalan.

"Kamu... " Tina menghela nafas panjang saat tatapannya beralih pada gadis mungil yang masih asyik nyengir tanpa rasa bersalah.
"Sudah berapa kali kamu masuk keruangan ini?" Tina benar-benar frustasi karena kembali mendapa wajah cantik tapi menyebalkan itu.

"Maaf, Kak."
Hanya itu yang Syifa ucapkan.

"Nanda, jelaskan inti masalahnya!" Tegas Tina.

"Syifa yang duluan, kak. Buku tugasku di culik dia. Terus dia tempel di papan tulis. Padahal, sengaja nilainya aku sembunyikan. Takut jika ada yang melihat terus dengki."

"Tapi, enggak usah pakai teriak juga, Nanda. Pas kamu lagi teriak, Gus Ali jadi keselek belimbing. Kamu tahu kan, sikap Gus Ali kayak gimana?"

Tawa Syifa tiba-tiba meledak.
Membayangkan wajah Gus Ali keselek belimbing. Tawanya baru saja reda saat tatapan mata Tina sudah menatapnya tajam.

Syifa Kembali menunduk dan tentunya menahan tawa. Ingin sekali ia pamit ke kamar mandi dan meledakkan tawanya di sana saja. Perutnya benar-benar seperti di gelitik.

"Nanda, hukuman kamu, bersihkan halaman Nyai Zahrah, depan, belakang, samping kanan, dan juga kiri. Paham!?"
Walaupun begitu berat, tapi, tetap saja Nanda hanya mampu mengiyakan.

"Dan kamu, bersihkan seluruh kamar mandi yang ada di pondok pesantren ini. Mulai dari rumah Nyai Zahrah, Nyai Maimunah, Nyai Masyitoh, Nyai Fasiha dan lanjut ke seluruh kamar mandi milik Sakan. Paham!!"

"Ampun, kak Tina. Syifa mana kuat ngerjain itu semua? Kan, body Syifa kecil. Kalau sakit gimana?" Ucap Syifa manja.

"Kalau sakit, ada UKS. Kakak juga udah berulang kali masuk ke ruang UKS karena kamu."

"Please, Kak. Jangan seberat itu dong. Syifa mana kuat, Kak?" Syifa mulai memohon.

"Kamu enggak pernah ngerti, yah. Saat Gus Ali nunjuk ke wajah kakak, dan ngatain kakak, pembina enggak becus. Kamu mungkin enggak akan tahu rasanya sebelum berada di posisi sebagai keamanan santri. Kalian berjumlah ratusan. Dan, kamu kira tanggung jawab itu mudah?" Mata Tina sudah berkaca-kaca.
Melihat itu, Syifa sedikit terhenyak.

Setelah menghela nafas panjang, Tina segera menyuruh kedua santri itu keluar dari ruangannya.

"ALLAH, ampuni hamba"
Pinta Tina kemudian bergegas menuju hammam untuk berwudhu. Kegiatan yang rutin ia lakukan saat amarah menguasai hatinya.


My Name Is SekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang