"Jadi mau ngomong apa?"
Dan kini mereka tengah berada di teras belakang rumah Aca, dengan Aca yang duduk bersebelahan dengan Bagus yang kini tengah asik menatap taman belakang rumah milik Aca.
"Aku putus sama Silfi."
Aca cukup kaget mendengar pernyataan dari Bagus, bahkan gadis itu kini tengah menatap wajah Bagus dengan sebelah mata memicing yang kemudian kembali memasang wajah datarnya.
"Terus, apa peduli gue?"
Ah, ya! Apa peduli Aca? Bagus melirik Aca, kemudian menyandarkan tubuhnya. Mencoba merangkai kata, kata apa yang cocok untuk mengutarakan perasaannya pada Aca.
"Alasan aku putus sama dia itu kamu."
Lagi, Aca terkejut dengan apa yang di lontarkan lelaki itu. Bersyukurlah Aca tak memiliki riwayat penyakit jantung, kalau iya sudah di pastikan nyawa Aca melayang saat ini juga.
"Kok gue?"
Dan Bagus menegakkan duduknya, menyampingkan tubuhnya untuk menghadap pada Aca dan dengan lancangnya menarik kedua tangan Aca untuk ia genggam. Aca kaget bukan main, hei tunangannya ada di kamar dan ia malah bersama dengan mantan kekasihnya! Tapi Aca ingin tahu, ingin tahu apa yang akan lelaki itu ungkapkan. Berdoalah semoga Bima tak bangun sekarang.
"Ca, aku sadar. Aku- aku masih cinta sama kamu, dan aku Cuma bosen sama hubungan kita yang gitu-gitu aja waktu itu. Sorry."
Dan saat Bagus menunduk, ia melihat benda berkilauan di jari manis tangan kiri milik Aca. Cincin pertunangan yang harusnya di sematkan olehnya, dan berpasangan dengannya. Bukan malah Bima yang saat itu seolah-olah datang menjadi seorang kesatria. Dan tanpa sadar, Bagus mengelus cincin itu.
Aca tersenyum, kemudian menarik tangannya dari genggaman Bagus.
"Harusnya aku yang pasangin cincin itu waktu itu." Ucap Bagus kemudian.
"Ya, tapi kenyataannya Bima lah yang masangin cincin ini."
"Ca, lo mau kan balikan lagi sama gue? Bila perlu setelah lulus kita langsung nikah."
Aca tertawa sinis, membuang pandangannya kearah lain asal tak menatap wajah Bagus.
"Sayangnya gue udah gak ada minat sama lo, cinta, sayang dan apapun itu yang berkaitan sama lo. Semuanya udah menguap dan hilang, sekarang gue udah bahagia sama Bima."
"Apa gak ada kesempatan lagi buat gue?"
"Nggak."
Bagus bangkit dari duduknya, dan kini ia memilih bersimpuh di hadapan Aca. kembali mencoba menarik kedua tangan Aca untuk di genggam, namun Aca segera menepisnya.
"Ca, gue mohon."
"Memohon sampe lo tiarap di depan gue pun, hati gue gak bisa di paksain lagi. Lagian gue udah bahagia sama Bima, gue harap lo paham dan ngerti. Dan jangan ganggu lagi hubungan gue sama Bima, kalo pun lo putus sama Silfi gue yakin lo bisa dapetin yang lebih baik lagi."
"Ca-"
"Pulang gih, gue mau istirahat."
"Ca- Aca, gue belum selesai Aca!"
Dan Aca memilih berlari memasuki rumahnya dan menaiki anak tangga menuju kamarnya, ia takut Bima tahu dan ia takut mengecewakan Bima. Juga ia takut pertahanannya luntur karena jauh di dalam lubuk hatinya masih tersimpan sebuah perasaan untuk Bagus-mantan kekasihnya yang sudah menemaninya selama 2 tahu, meskipun perasaan itu kecil adanya. Tapi, ia takut benteng pertahanan yang sudah ia bangun dengan adanya eksistensi Bima di sisinya roboh jika terus mendengar permintaan Bagus untuk kembali secara terus menerus.
Dan pintu kamar di buka, sedikit kaget saat melihat Bima tengah berdiri di depan jendela kamarnya.
"Bi- bim, kamu udah bangun?"
"Hm."
Dan seketika Aca merasa takut untuk sekedar menatap wajah tunangannya itu.
*****
Bagus memasuki rumahnya, menutup pintu rumah dengan keras menimbulkan dentuman kencang dan membuat kedua orang tuanya yang tengah asik di ruang keluarga terlonjak kaget.
"BAGUS! Kamu kenapa sih? Mau bikin mami masuk rumah sakit iya?"
Bagus menatap sekilas kedua orang tuanya, yang kemudian memilih abai dan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Hatinya benar-benar teras sesak, dan ia benar-benar menyesal karena sudah menyia-nyiakan hal yang sepertinya tidak akan bisa ia dapatkan kembali.
Bagus membanting tubuhnya keatas tempat tidur, menatap lurus langit-langit kamar. Ia benar-benar menyesal, sekelebat masa lalu terputar begitu saja. Banyak masa yang terlewatkan begitu saja dengan Acanya, dan tamparan keras untuk Bagus jika Aca sudah bukan miliknya.
Kenapa dulu ia bisa menjadikan Silfi kekasihnya bahkan disaat masih ada Aca yang setia menemaninya, mendukungnya saat pertandingan, menyepam saat Bagus tak ada kabar, manjanya. Ah bahkan Bagus hampir lupa, karena sikap manja itulah yang membuat Bagus berpaling.
Dan Bagus mendengar suara pintu kamar terbuka, yang kemudian merasakan pergerakan di atas tempat tidurnya.
"Kamu kenapa pulang-pulang pasang muka BT gitu?" Nia mengelus lengan putranya yang terlihat tak baik-baik saja.
"Bagus menyesal mi."
Nia menaikan sebelah alisnya, menyesal? Apa yang Bagus sesalkan? Atau jangan-jangan, ini ada kaitannya dengan Aca?
"Bagus menyesal nyia-nyiain Aca mi, Bagus mau Aca kembali." Ucap Bagus yang sukses membuat Nia menghentikan pergerakan tangannya yang mengelus lengan anak itu.
"Bagus mau Aca sama Bagus mi, bukan sama Bima."
"Bagus, kamu ngomong apa hem? Aca udah tunangan sama Bima."
"Dan Bagus gak terima!" Bagus mendudukan tubuhnya, mengacak surainya kasar.
"Bagus gak bisa mi, Bagus menyesal udah khianatin Aca. Bagus mau Aca mih."
Bagus menangis, Nia tak sanggup melihatnya. Tapi dia bisa apa? Aca terlihat bahagia dengan Bima, dan Bima terlihat sangat mencintai Aca. lalu harus bagaimana?
"Sayang Bagus, dengar. Aca udah bahagia sama Bima, kamu gak boleh begitu. Salah kamu sendiri yang bermain-main sama hubungan kamu."
"Tapi mi-"
"Kamu putus sama jalang itu?" Bagus tak merespon, tapi dulu saat maminya atau siapapun yang menghina Silfi dia akan marah. Kali ini dia tak peduli.
"Mami seneng kamu putus sama dia, tapi tolong jauhi Aca dan biarkan Aca bahagia sama Bima. Jangan ganggu mereka." Nia hendak berdiri, tapi pergerakannya terhenti saat Bagus bersimpuh di kakinya.
"Mi, bantu Bagus. Tolong mi, Bagus gak bisa begini."
"Maaf, mami gak bisa bantu. Bagaimanapun ini salah kamu yang tidak bisa menjaga komitmen dan beraninya menghianati calon menantu mami." Dan Nia memilih pergi dari kamar putranya, dan saat pintu tertutup terdengar isakan tangis yang bahkan baru kali ini Nia dengar dari putranya.
Penyesalan memang datang di akhir, dan rasa sakit dari penyesalan itu tidak akan pernah sembuh dengan apapun selain menyadari dan mengikhlaskan apapun yang telah terjadi. Dan Nia tak bisa menahan tangisnya di depan pintu kamar putranya.
__________________________________________
Pasti pada ketawa nih liat Bagus nangis.
Jangan lupa vote dan komentar yaaaa!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Betrayal of Love [LENGKAP☑️]
Teen Fiction⚠️ PUBLIKASI ULANG SECARA BERKALA Apa yang akan kalian lakukan ketika kekasih kalian memberikan sebuah pengakuan jika dirinya sudah memiliki hubungan lain dengan seorang perempuan di belakang kalian? Dan lebih mengejutkan lagi perempuan itu adalah s...