Bagian#4

47 7 0
                                    

Anisa PoV

Mentari telah terbit dari ufuk timur. Menggantikan peran sang kegelapan. Menyinari bumi dengan cahaya indahnya. Udara yang dingin membuatku enggan untuk terbangun.

Namun, alarm ponselku terus berbunyi. Membuatku terperanjat dari tempat tidur. Duduk sejenak mengumpulkan nyawa yang sempat hilang. Rasa malas masih menghantuiku.

Setelah berhasil mengumpulkan nyawa. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil wudhu dan sholat subuh. Setelah itu, aku mandi dan siap-siap untuk berangkat kesekolah.

Menuruni tangga dengan langkah malas. "Eh Adek, tumben nggak semangat?", tanya Papa.

"Iya nih, biasanya pagi-pagi udah semangat", kata Mama menyiapkan makanan dimeja makan. "Duh, Pa, Ma. Nisa males masuk sekolah. Mana harus berangkat sama Mas David lagi. Kan Nisa maunya berangkat sama Cecen", jawabku mendudukkan bokong dikursi sebelah Papa.

"Heh, gak boleh gitu dong. Harus semangat, gak boleh males masuk sekolah. Mau Papa anter?", tawar Papa.

"Enggak usah deh, Pa. Sama Mas David aja"

"Tadi katanya nggak mau?", tanya Mama yang tanpa kusadari sudah duduk didepanku.

"Berubah pikiran, Ma", kataku memakan sepotong roti dipiring.

"Selamat pagi, Ma, Pa, Adekku yang cantik", teriak Mas David sambil mencubit pipiku.

"Lara Mas😑", kataku memegang pipi kananku.
(Sakit Mas)

"Iya deh maaf". "Udah pagi-pagi jangan berantem. Cepet habisin sarapannya, nanti telat lo", ucap Mama.

Selesai sarapan, aku dan Mas David pun bergegas berangkat kesekolah. Naik motor kesayangan Mas David. Menyusuri jalanan yang agak ramai. Jarak rumahku sampai SMK Garuda Nusantara nggak begitu jauh. Paling kalo naik motor dan nggak macet cuma 30 menit.

Sampainya didepan gerbang sekolah. Semua mata tertuju padaku dan Mas David. Dengan tatapan heran sekaligus sinis. Mungkin mereka menganggap aku pacarnya Mas David. Kan selama masuk SMK Garuda Nusantara aku tinggal diasrama dan jarang sekali ketemu Mas David.

Aku pun turun dari motor. "Mas, aku disek ya. Mengko nak balek aku nteni👌". (Mas, aku duluan ya. Nanti kalo pulang tunggu aku)

"Iya, mengko tak nteni nek lapangan, soale mau dikon kumpul pas muleh sekolah". (Iya, nantiku tunggu dilapangan, soalnya tadi disuruh kumpul pas pulang sekolah)

"Oke mas", jawabku meninggalkan Mas David sendiri.

Sampainya dikelas, "Nisaaaaa, uuuuu kangen deh", suara itu menggema diruang kelas. "Alon-alon Lis, brisik", kataku melepas pelukan sahabatku itu. (Pelan-pelan Lis, brisik)

"Sorry, gw terlalu seneng", katanya mendaratkan bokong ke kursi. "Heemmm", jawabku cuek.

"Ditakoki gene kok seneng, ngunu to, Nis. Koe iki gak pekanan😒". (Ditanya kenapa kok seneng, gitu, Nis. Kamu itu nggak pekanan)

"Iya, kenapa emang?", tanyaku tanpa memalingkan pandanganku dari novel. "Aku ditembak Bry", katanya sambil memegang kedua pipinya.

"Waaahhh, pajak jadian keluar nih". "Iya, iya nanti gw traktir deh".

Jam pelajaran telah usai. Bel tanda istirahatpun berbunyi. Aku dan Anelis pergi kekantin sesuai janjinya tadi.

"Ambil semua yang lu mau, Nis", katanya sambil menunjuk kantin dari ujung ke ujung lagi. "Oke siap, Lis"

"Woy, lu berdua kenapa nggak nunggu kita?", kata Eyon menepuk bahuku dsri belakang, hampir saja ku memukulnya karena kaget.

"Lah kirain nggak masuk", tanyaku mengambil mendoan yang masih hangat. "Kita telat tadi, semua gara-gara Eyon nih, bangunnya kesiangan", kata Cecen kesal.

My Perfect GoalkeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang