Suara bel terdengar sayup-sayup di telinga Esther. Ia menghela napasnya kasar dan menatap ke arah Kelvin yang sedang tertawa. "Anjir... ini jokes mah, dad jokes banget.." Kelvin yang sadar sedari tadi ia di tatap langsung menatap ke samping kirinya. "Ibu... gapapa? Ngapain ke sini? Mau bolos?"
Esther menggelengkan kepalanya pelan. "Gapapa, cuman..."
"Oh, oke. Saya gak akan ikut campur." Kelvin berdiri dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. "Kalo mau tidur, tidur aja di bangkar. Bangkarnya bersih kok udah." Kelvin merebahkan dirinya di atas sofa tanpa melepaskan sepatu yang di kenakannya.
"K-kamu gak ada pelajaran emang?" Tanya Esther untuk memecah suasana canggung.
Kelvin langsung melepaskan headset yang menempel di telinganya. "Apa? Ibu tanya apa!?"
Esther memutar matanya malas. Ia berjalan menghampiri dan duduk di sofa sebrang. "Kamu gak ada pelajaran emang?" Esther berusaha menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan nada tinggi.
Kelvin langsung bangun dan menyandarkan punggungnya. Ia menghirup udara dalam-dalam dan menghelanya secara perlahan. "Ibu percaya kalo misalnya... saya itu jenius?" Esther menggelengkan kepalanya.
Kelvin hanya tertawa kecil, lalu ia menghela napasnya kasar. "Yaudah, kalo gitu..." Kelvin menyilangkan kakinya dan menatap Esther. "Adain test IQ dari... Dr. Seto Mulyadi. Saya denger... ibu pernah di undang kan sama Kak Seto? Jadi ibu kenal deket kok."
"Darimana kamu tau?" Tanya Esther.
Kelvin tertawa kecil, lalu tersenyum. "Kalo... misalnya saya punya temen, dan kakaknya temennya temen saya itu... pernah juga satu kelas sama ibu. Ibu percaya?" Esther hanya diam dan menatap Kelvin.
Esther menghela napasnya kasar dan menganggukkan kepalanya. "Khusus kamu, ya? Jangan lari." Kelvin hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.
Kelvin melegakan tenggorokkannya dan menatap Esther. Esther yang hanya di tatap hanya bisa diam dan berusaha mengontrol detak jantungnya. "Ibu... kenapa? Kenapa mukanya.."
"Kamu belum jawab pertanyaan saya." Potong Esther.
Kelvin hanya terdiam sebentar dan menatap wajah Esther sambil tersenyum. "Di kelas lagi ada ulangan harian. Sehabis jam istirahat kedua kan pelajaran Kimia tiga jam." Esther menghela napasnya lega dan menganggukkan kepalanya. "Bu Hani yang nyuruh saya keluar. Yang lain masih pada ulangan."
Esther menopang dagunya sambil menatap Kelvin yang sedang mengetuk-ngetuk jarinya ke pinggiran sofa.
Kelvin yang sedari tadi tidak tahan dengan keadaan canggung yang ia rasakan, ia langsung berdiri dan menghela napasnya. "Kalo gitu saya..."
"B-bisa temenin saya di sini?" Kelvin menaikkan alisnya. "B-bisakan!?" Tanyanya. Esther menyentuh tangan Kelvin. Kelvin hanya menganggukkan kepalanya, lalu kembali duduk.
Kelvin mengeluarkan handphone-nya dan langsung mengeluarkan aplikasi Spotify. Ia melepaskan headset-nya. "Terus kenapa ibu bisa di sini? Bukannya ibu ada kelas?" Kelvin menatap mata Esther dengan penuh selidik.
Suara bel terdengar samar yang menandakan jika sekarang sudah waktu pulang. Mereka berdua langsung berdiri. Esther melepaskan jaket yang ada di pundaknya. "Makasih," ucapnya.
Kelvin hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. "Kalo mau cerita, cerita ke ibu gapapa kan?" Esther menatap Kelvin sambil mengerutkan keningnya.
"Tumben kamu..."
"Soalnya ada yang... perlu saya omongin." Esther hanya mengerutkan keningnya.
Esther menatap mata biru milik Kelvin dan menghela napasnya. "Emang... mau ngomong apa?" Jantung Esther berdetak kencang dan keringat dingin muncul di dahinya.
Kelvin hanya tersenyum. "Ntar saya ke ruangan ibu, gapapa kan? Apa... habis ini ada rapat guru?" Tanyanya. Esther menganggukkan kepalanya.
"Gapapa kok."
"Ladies first," potong Kelvin sambil membukakan pintu dan mempersilahkan ia untuk mendahuluinya. Esther hanya diam dan mendangadahkan kepalanya ke atas. Kelvin hanya tersenyum.
Esther langsung menundukkan kepalanya dan berjalan keluar karena wajahnya kini sudah memerah. "Ganteng banget sih," gumamnya.
"Loh, ibu. Mau cari siapa?" Esther berteriak dan menatap Aiden yang kini sedang menatapnya.
"Kamu!" Esther mengusap dadanya dan menggeram. "Bisa gak sih, kamu kasih aba-aba kalo mau ngomong!?" Aiden hanya menyengir dan tersenyum.
"Maaf ibu..." Aiden menghela napasnya dan menatap Kelvin keluar dari ruang UKS. Ekspresi Aiden langsung berubah dan menghela napasnya. "Saya masuk dulu ya bu?" Aiden masuk ke dalam UKS tanpa menyapa Kelvin yang masih berdiri di ambang pintu.
Esther hanya melihat Kelvin yang diam mematung di ambang pintu. "Wey!" Esther menghela napasnya lega, lalu berjalan menuju kelas Nando untuk mengambil peralatan yang tertinggal.
.
.
.
.
.
.Esther sedang bersenandung mengikuti alunan musik yang ia putar dari handphone-nya sambil memeriksa kuisioner yang ia bagikan. Suara ketukan membuat dirinya segera menjeda musiknya dan mendengarkannya dengan seksama.
Suara samar seseorang memanggil namanya membuatnya langsung menghentikan aktifitas yang ia lakukan. "Masuk!" Esther langsung mengambil buku catatan dan bulpoinnya. Kelvin memasuki ruang BK dengan mata yang berbinar.
"Anjir... ACnya dingin banget." Timpalnya. Kelvin duduk di sofa dan menyandarkan punggungnya. "Mana ini sofa empuk banget anjir" Esther hanya memutar matanya malas dan menghela napasnya.
Esther duduk di armchair yang berada di samping sofa dan menatap Kelvin yang kini sudah berada di posisi tidur. "Kamu mau ngomong apa?"
Kelvin langsung menghela napasnya kasar dan menatap langit-langit ruangan tersebut. "Ibu tau gimana cara buat ngomong sama orang yang kelas kepalanya pake banget dua kali?" Esther terdiam sejenak untuk membiarkan Kelvin melanjutkan omongannya.
Kelvin menghirup udara sebanyak-banyaknya dan menghelanya dengan perlahan. "Saya... punya kenalan, dia itu batu banget bu! Si orangnya ini udah di bilangin pacarnya selingkuh, tapi ya gitu... gak mau di dengerin." Keluhnya.
Esther hanya terdiam dan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menulis perkataan-perkaaan yang di lontarkan oleh Kelvin. "Sebelumnya, apa kamu sudah punya bukti kalo pacar temen kamu itu selingkuh?" Kelvin langsung duduk dan menatap mata Esther.
"Seluruh murid disini tau kok, bu kalo pacarnya itu selingkuh."
Esther menggaruk jidatnya dan ia sangat mengenali orang yang dimaksud oleh Kelvin. Guru-guru juga sering membicarakan mereka. "Ngomong baik-baik, Kelvin. Ibu rasa kamu... kayanya gak biasa ngomong baik-baik."
Kelvin hanya tertawa kecil dan menghela napasnya kasar. "Kurang baik apa coba kalo saya itu juga sering ngelabrak pacarnya berduan sama cowok lain? Saya juga punya bukti. Gak satu dua murid aja bu, yang liat! Ini hampir semuanya!" Esther menghela napasnya kasar. "Ibu bener kalo saya gak bisa ngomong baik-baik, saya gak punya kesabaran kek dia."
Esther hanya diam dan menghela napasnya kasar. "Jadi..." omongan mereka terhenti di karena Jeje dan Farel masuk tanpa mengucapkan salam. Kelvin langsung berdiri dan mengambil tas ranselnya.
"Bu, Jason sama Kevin berantem!" Esther menghela napasnya kasar dan menatap Kelvin yang sudah bersiap.
"Yaudah, kalian ke sana dulu. Nanti..."
"Udah ke sana, omongan kita masih bisa lanjut nanti. Saya mau pulang sebentar," ucap Kelvin sambil menepuk pundak Jeje dan Farel. "Gue duluan, brothers!"
Jeje dan Farel menganggukkan kepalanya. Esther mendengkus dan ia langsung berdiri dan berlari mengikuti kakak-beradik tersebut menuju diamana Jason dan Kevin berkelahi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bu Esther
Fiksi PenggemarEsther adalah seorang guru BK dari SMA Taruna 2. Banyak yang menginginkan dirinya, tapi ia hanya tersenyum dan tidak mengindahkan tanggapan mereka. Sampai pada akhirnya ia jatuh hati kepada salah satu muridnya. Apakah ia bisa menahan perasaannya ata...