PERDEBATAN

123 24 0
                                    

Ruang guru, sedikit demi sedikit berubah warna menjadi, putih tulang, abu-abu,dan hitam.Warna kelam dan gelap itu terlihat dalam bayangan kedua mata merah Tama dan Bobby.

Terik matahari siang itu membawa hawa panas di ruang yang sebenarnya ber-Ac.Namun kedua tubuh mereka terasa sangat panas. Nampaknya matahari tidak lagi kompromi,apalagi bersahabat dengan mereka, malah ikut menghukum dalam kelakuan miring kedua bersahabat itu.

Pak Ujang nampak marah, wajahnya sangat sangar. Lelaki gempal berusia 41 tahun itu begitu gusar berjalan hilir mudik di belakang dan di samping kedua muridnya yang terkenal nakal dan ngetop jadi troublemaker di sekolah.

Bobby dab Tama, acting, merunduk,menundukan kepala, cari aman pura-pura takut, sesekali melirih kesal ke arah guru super galak  itu.

"Bah..!mau jadi apa negri ini kalau anak-anak mudanya macam kalian?!. "

Crutttt...

Air ludah pak Ujang menyemprot keluar mengenai wajah tampannya Bobby.

"Kalian biang kerok gak ada kapok! "kedua mata pak Ujang melotot,seakan menggelinding melibas kedua wajah pucat kedua murid bengal di depannya. Wajah mereka sangat dekat, hanya berjarak sekian centimeter.

"Jujur pada saya! jujur!. "

Cruttt.....

Bobby segera mengelap wajahnya yang basah karena terkena semprot lagi. Akhirnya dia tak tahan, mengomentari dengan sinis semprotan air hangat dari bibir tebal pak Ujang yang cuek saja dengan kebiasaannya. Bicara keras lengkap dengan semprotan deras air ludahnya.

"Nyemprot nih pak!. "protes Bobby.

sepontan pak Ujang membentak dengan kalimat protes Bobby. Tama melihat adegan konyol didepannya, iya pun menahan tawanya, Bobby pun meliriknya dengan marah.

"Apa kau bilang hah..! nyemprot-nyemprot! kalian memang pantas di semprot air!biar otak kalian di cuci bersih! apa yang ada di otak kalian saat muncul ide bawa kaca ke kelas hah! main spionase untuk CD cewek! porno di larang keras di sekolah ini!"

Bobby langsung ngeles dengan kalimat menuduh pak Ujang.

"sumpah pak, kaca spion itu kami temukan di dalam kelas."

"Bah.. kenapa kalian pasang dibawah kaki?biar apa hah..? biar keliatan apanya coba?buang jauh- jauh pikiran kotor kalian itu! pelecehan itu namanya.

"Bener pak." Tama menjawab dengan tegas, namun ia segera menutup mulutnya dengan tangan kirinya, menyadari begitu saja meluncur kalimat jujur murni dari hatinya. Sebuah kesalahan fatal yang baru saja dia perbuat, sepontan ia melirih Bobby yang begitu marah melihat kebodohannya.

"Hah... "Bobby menimpal cari aman.

"eh.. maksudnya bener bahwa kami tidak sengaja."Bobby menyenggol tangan kiri Tama dengan keras, memperingatkan kesalahannya yang telah memvuat keruh suasana.

"malu saya..sebagai guru wali murid yang bodoh!."

"Bodoh, maksudnya?."Tama dengan polosnya bertanya,sok tidak paham dengan kalinat penyesalan wali kelasnya itu.

"Bah...! saya malu! malu sekali! "

"malu kenapa pak? "

sekali lagi Bobby menyenggol keras kebawelan tama yang terus menyela dengan kalimat polos yang gak penting sekali. Yang ada malah memperkeruh suasana hati, makin membuat galau  dan kacau pak Ujang.

"kenapa, kenapa!bodoh kaki kau Tama."

"oh... saya pak. "

Bobby geram dengan kepolosan Tama yang semakin memancing kemarahan pak Ujang.

"Diem bodoh!."bentak Bobby kepada Tama.

"ya! diam kamu! saya malu! tidak dapat membimbing kalian dengan baik. Mau di taruh di mana muka saya ke bu Fitri hah? guru BP baru itu! baru 1 semester dia pindah ke sini! data yang di tangani hanya kalian!"

"oh.... "Bobby sambil menganggukan kepala, pak Ujang malu karena dia sedang pedekate dengan guru muda yang lumayan cantik itu.Semua murid nyaris tahu bagaimana pak Ujang yang sudah bujang lapuk, mencoba mendekati guru baru yang dikenal sanfat ramah itu.

"Malu,malu! belum selesai masalah kalian dengan pak sutono tentang permen karet dan contek-mencontek! kalian sudah daftarkan kasus baru lagi! besok orang tua kalian harus datang temui saya!"

"wah... pak. Kan mereka suda temui bu susi besok! "Bobby membela diri. Tama hanya melongo melihat kemarahan pak Ujang yang makin menjadi-jadi.

"Jangan bantah omongan saya! setelah ketemu bu Susi,orang tua kalian harus temui saya!"

Pak Ujang semakin marah,mengambil dua lembar kertas, dan memberikan kepada Tama dan Bobby, dua murid yang membuat tensi darahnya semakin naik selama satu semester ini.

"Pasang di dada kalian!dan berdiri di lapangan basket hingga jam pulang sekolah! cepatt...!."

Bobby kaget,makin bete, Tama hanya pasrah.

"wah pak tolong.Jangan!maaf deh pak."

"Janji pak. kami gak akan......"

Kalimat Tama di potong langsung oleh pak Ujang, "Bah..! pake bantah syaa?  mau hukuman lebih berat lagi hah? Kerjakan sekarang."

Dengan sangat terpaksa,menyesal namun kesal, dua sahabat bandel bin nakal itu akhirnya menerima hukuman dari pak Ujang. Wajah pucat, tubuh lemas tiada daya untuk melawan, mereka keluar dari ruangan penuh siksaan itu.

Dengan tatapan beraneka ragam dari kelas samping ruang guru, mereka menundukan kepala dalam pengawasan pak Ujang. Nampak para murid sudah pada tahu bakal ada tontonan gratis sekaligus pembelajaran bagi yang lain.

Sementara kelas yang tidak ada gurunya, yang hanya di minta menegrjakan tugas, semua muridnya pada nengok ke arah jendela kaca, sebagian besar tertawa cekikikan, sebagian menggelengkan kepala, sebagian murid cewek mengolok dan bersyukur atas hukuman itu.

Lalu kelas yang sedang belajar, mencuri-curi pandangan melihat dua sosok yang telah mereka kenal
sebagai pasangan itu berjalan lemah lunglai ke lapangan basket. Sebebarnya rata-rata dari mereka tidak banyak yang mempersoalkan kelakuan miring Tama dan Bobby. Karena kelakuan dua anak tersebut hanya berdampak kecil bagi mereka, dan dianggap biasa saja, hanya sebagian cewek yang satu kelas dengan mereka yang sering merasa di rugikan.

Membolos, tidak mengerjakan tugas, dan pekerjaan rumah, sering telat masuk sekolah, tidak ikut upacara maupun olahraga, hal-hal begitu yang membuat mereka sering berurusan dengan para guru, utamanya guru Bp dan wali kelas.

Setelah berjalan melewati beberapa kelas, dengan kawalan pak Ujang, akhirnya Tama dan Bobby yang begitu apes hari itu terpaksa menjalani hukuman yang di anggap setimpal, agar kelakuannya tidak di contoh murid yang lain.

Mereka duduk di kelas 12 G,tentu sudah memiliki adek kelas yang harus di berikan contoh baik. Kasus kecil,sepele,namun cukup membuat guru gerah.

TAMALIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang