Pagi ini, rasa semangat dalam diriku sedang membara. Betapa tidak, hari ini aku akan membuat sampel produk yang akan menjadi bahan penelitianku.
Di depan bangunan berwarna abu-abu inilah sekarang aku berdiri. Papan bertuliskan Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian terpampang jelas tertempel di arah pintu masuk. Aku melangkahkan kaki menuju pintu sembari membawa beberapa bahan. Kubuka pintu lab lalu kulepaskan sepatu yang menempel di kedua kaki, setelah itu menaruhnya di dalam rak. Tak lupa aku menyapa serta mengisi formulir untuk melakukan kegiatan di lab kepada seorang laboran. Ya, laboran itu bernama Santi Anita, tetapi ia lebih sering disapa Teh Santi.
Tugas Teh Santi setiap harinya adalah membantu segala aktivitas mahasiswa yang akan melakukan penelitian maupun kegiatan pendidikan. Ia adalah orang yang ramah dan murah senyum, membuatnya di senangi oleh para mahasiswa termasuk aku.
Setelah mengisi formulir, aku disodorkan lagi sehelai kertas oleh Teh Santi. Kertas itu berisi daftar alat apa saja yang akan kugunakan selama berkegiatan nanti. Aku mencatat beberapa alat yang kubutuhkan, seperti termomete, oven, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan agar setiap mahasiswa memiliki rasa tanggung jawab terhadap alat-alat juga fasilitas yang telah disediakan. Pendataan ini juga memudahkan laboran untuk mengecek nantinya.
Sesuai dengan namanya, laboratorium ini digunakan oleh mahasiswa untuk mengolah hasil-hasil pertanian. Entah itu praktikum, penelitian, maupun kegiatan pendidikan lainnya. Biasanya yang dipelajari saat praktikum adalah cara pembuatan produk pangan dan non pangan. Seperti pembuatan tempe, tahu, telur asin, soyghurt, dan velva untuk produk pangan serta pembuatan briket, bioetanol sampai biodiesel pun dipelajari, ini produk non pangannya.
Kebanyakan orang menganggap sepele apa-apa yang kami lakukan. Contohnya saat praktikum pembuatan tempe, mungkin ada beberapa orang yang berpikir membuat tempe itu mudah, lalu mengapa mesti dimasukkan dalam kegiatan praktikum? Ya, memang membuat tempe itu mudah, tetapi apa jadinya jika kita salah takaran dalam mencampur kacang kedelai dan ragi? Dan lebih dari itu, kami bukan hanya sekadar membuatnya menjadi tempe lalu digoreng begitu saja. Kami mempelajari mikroorganisme apa yang berperan serta proses fermentasi yang terjadi pada si kacang kedelai hingga bisa berubah menjadi tempe.
***
Sebelum aku mulai beraksi, terlebih dahulu aku mengenakan atribut yang sangat penting saat berada di lab. Atribut tersebut adalah jas lab. Jas berwarna putih inilah yang akan menempel di tubuhku selama penelitian berlangsung. Bukan untuk gaya-gayaan, tetapi jas lab memiliki berbagai fungsi. Karena aku akan membuat produk olahan pangan, maka dengan mengenakan jas lab ini dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang. Maksudnya, kontaminasi dari laboratorium ke luar atau sebaliknya, kontaminasi dari luar ke laboratorium. Bahaya banget kan kalau sampai itu terjadi. Selain data penelitianku bakal kacau, pastinya dosen pembimbingku bakal marah besar.
Langkah selanjutnya yang harus kulakukan adalah menimbang beberapa bahan tambahan seperti gum arab, gula pasir, serta asam sitrat menggunakan timbangan analitik. Mengapa aku memakai timbangan ini? Karena bahan-bahan yang akan kutimbang tidak lebih dari 1 gram beratnya dan jenis timbangan inilah yang cocok.
Timbangan analitik terletak di dalam suatu ruangan tertutup. Saat aku hendak menutup pintunya, terdengar suara seseorang yang memanggilku. "Hei, Qi. Sibuk amat, sini aku bantu," ucapnya sambil terkekeh. Aku sontak menoleh ke arah sumber suara tersebut dan mendapati Tsania sedang berjalan mendekat. "Hehe, iya nih aku mau nimbang, bantuin dong, Tsan," pintaku.
Akhirnya kami berdua menjadi partner dalam menimbang. Tsania membantuku menekan tombol power untuk menyalakan timbangan. Setelah menyala, angka yang tertera pada timbangan masih naik turun, sehingga harus ditunggu hingga stabil (ditandai dengan angka nol). Proses penimbangan penuh kehati-hatian pun dimulai.
Aku membuka penutup kaca, lalu mulai memasukkan bahan yang akan ditimbang dengan bantuan spatula. Dengan perlahan kuletakkan butiran asam sitrat itu pada piringan yang terdapat di dalamnya. Kuusahakan spatula tidak mengenai piringannya, karena itu bisa mempengaruhi hasil penimbangan. Ya, timbangan jenis ini terbilang sensitif, terutama terhadap angin dan debu. Sedikit saja terkena hembusan angin atau terkena debu pada piringanya, maka dapat mempengaruhi akurasi hasil dari penimbangan.
Penutup kaca kembali kututup saat asam sitrat telah berada di dalam. Angka pada layar kembali naik turun untuk kemudian menjadi stabil. Tsania dengan cekatan langsung menyalin hasil yang tertera.
Penimbangan ini terus kami lakukan sebanyak 5 kali untuk masing-masing bahan tambahan. Cukup melelahkan. Untunglah, Tsania bisa diandalkan saat ini, karena biasanya ia adalah orang yang gampang panik. Apalagi untuk urusan yang penuh ketelitian dan kesabaran seperti ini.
.
.
.
.Eiits, ini baru tahap awalnya saja, masih ada tahapan berikutnya yang tidak kalah melelahkan.
Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca ceritaku. ^^
-spnf-
KAMU SEDANG MEMBACA
Saqilla & Alva
Roman d'amourKamu, layaknya sebuah buku. Aku harus membaca lembar demi lembar kepribadianmu untuk mengetahui perasaanmu yang sebenarnya. Sikapmu yang berubah-ubah membuatku bingung. Apa kau sedang peduli padaku? Apa kau sedang mengkhawatirkanku? -Saqilla Jik...