"Nazeya," suara cempreng itu refleks menghentikan langkah gue. Gue kemudian menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang meneriaki nama gue. Dan di sana ada Della, temen kelas gue, plus sahabat karib gue dari jaman bocah.
Della mempercepat langkahnya untuk menghampiri gue dengan berlari-lari pelan.
"Tumben datang pagi," katanya sambil ngos-ngosan dan tangannya bertengger di bahu gue.
"Kan gue rajin, nggak kayak lo yang datang 5 menit mau bel," gue menurunkan tangannya dari bahu gue "berat Dell,"
"Kuy kelas," katanya sambil menarik sebelah tangan gue.
"Jangan tarik-tarik elah,"
"Eh Ze, lo masih pacaran sama Razil?" Della tiba-tiba nanya kayak gitu, seketika bayangan kejadian sore kemarin melintas di benak gue.
"Masih, kenapa emangnya?"
"Gapapa, hebat ya dia, bisa bertahan sama cewek kang bacot kayak lo," tuh anak kalau ngomong emang nggak difilter dulu.
"Tai." refleks jari tengah gue mengudara di depan wajah dia.
"Aw kasar," Della tertawa puas melihat reaksi gue, sambil menyilangkan kedua tangannya pada badannya, ditambah dengan wajah yang dibuat seolah takut, aduh jijik gue.
Gue sama Della emang kayak gitu. Ngomong kasar udah biasa, tapi itu semua hanya sebatas ucapan, nggak ada niatan untuk menyinggung atau menyakiti perasaan. Della itu temen gue dari SD, rumahnya sebelahan sama gue.
Kita itu sahabatan bertiga, Adhisty satu lagi. Gue, Adhisty, dan Della udah temenan dari bocah, tapi pas mau masuk SMA Adhis mengalami kecelakaan dahsyat dan ternyata Tuhan lebih sayang dia. Waktu itu gue sama Della terpuruk banget, persahabatan yang dari kecil kita pupuk dan berharap bisa sama-sama menikmati masa SMA, tapi tidak terealisasikan. Ah mungkin memang skenario tuhan lebih baik.
Setelah memasuki ruang kelas 11 MIPA 4, gue langsung duduk di kursi dan mengeluarkan handphone yang gue simpan di dalam tas. Gue membuka aplikasi chat, ternyata ada sebuah pesan dari Razil yang belum sempat gue baca tadi malam.
Razil (1)
Razil : jangan lupa ngerjain pr.
Dia ngirim pesan itu jam 21.16, berhubung tadi malam gue lelah banget, jadi gue tidurnya cepat. Dan peasan dia baru gue baca pas udah sampai di sekolah.
Razil itu nggak bisa dibilang romantis, tapi jago bikin baper, eh sama aja kan yaa? Pokoknya gitu deh, kita kalau chatan atau telponan paling bahas pelajaran, eh tapi nggak semonoton itu juga sih. Dia itu sering ngingetin gue buat ngerjain pr, belajar kalau ada ulangan, jangan telat, dan jangan pernah bolos. Dia bilang, pacaran itu harus sehat.
Gue kemudian mengetikkan pesan balasan untuk Razil.
Razil
Me : iya, pr gue udah siap kok. Sorry baru bales, gue ketiduran semalam.
Gue lalu menekan tombol send di layar handphone gue. Nggak lama setelah itu, teriakan cetar membahana badai mengagetkan gue, bahkan handphone di tangan gue aja hampir jatuh kalau nggak gue pegang erat.
"Buk Mumu masuk woi, buruan duduk kalean. Sampah itu ambil goblog, woi meja lurusin anjir, itu papan tulis belom di apus, aduh siapa yang piket sih meja guru rapiin, tanggal jangan lupa woi. Buruan gaess," oke itu suara Ratih si sekretaris kelas, suaranya bikin gendang telinga gue pecah njer.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Zeya
Teen FictionIni tentang dunia Nazeya. Tidak hanya sebatas kisah cinta anak remaja, tapi tentang bagaimana menyimpan luka sendiri dan menyembuhkannya tanpa diketahui orang lain.