5. Video Call

86 8 0
                                    

JASMINE

Pukul 9 malam. Jadwalku untuk bertelponan ria dengan sahabatku--Ezi. Ya, setelah kegiatan ini terpending beberapa bulan lalu, kini kami bisa kembali melakukan kegiatan rutin ini.

Seperti sudah tertera sendiri di dalam ingatan masing-masing kami, kalau belum telponan rasanya malam kami ada yang kurang.

Yah, mungkin memang tak ada salahnya juga kalau Pak. Ali terus-terusan menuduhku dan Ezi berpacaran. Kalau kegiatan kami saja persis seperti sepasang kekasih yang tidak bisa ditinggal sebentar pun. Tapi mereka-mereka saja yang tidak mengerti arti persahabatan. Memangnya salah kalau punya sahabat lawan jenis? Apa selalu punya sahabat lawan jenis maka salah satu diantara kami akan timbul rasa suka? Kan tidak. Buktinya aku dan Ezi. Kami bersahabat sejak masih SD. Wajar saja jika keeratan persahabatan kami seperti ini. Seperti tak terpisahkan.

Tanpa sadar, ternyata panggilanku sudah diterima dari pihak sebrang. Terpampang wajah kusut Ezi di layar ponselku.

"Kusut banget tuh muka" kataku meledek.

Kulihat Ezi menarik bibirnya sehingga muncul cengiran yang khas milik Ezi. Cengiran yang menggelikan lebih tepatnya. Cengiran yang kemudian memunculkan dua lesung pipi di masing-masing bagiannya.

"Seharian praktek gimana nggak kusut. Lagian lu gak ngaca apa. Muka lu juga gak kalah kusut dari gue" balas Ezi meledekku.

Mendengar ucapannya aku jadi mengingat kejadian pagi tadi dimana aku berakhir bermenit-menit lamanya di ruangan Pak. Ali untuk mengoreksi PR-PR sialan itu. Dan seharusnya itu bukan tugasku!! Aargh.. aku jadi kesal mengingatnya.

Tapi sepertinya wajah kesalku sudah terpampang nyata di hadapan Ezi hingga pria itu berkata, "Nah tuh, kenapa tuh muka jadi ketekuk gitu" diakhiri kikikan yang menyebalkan.

Aku memutar bola mataku malas. "Yaiyalah, gue masih kesel sama guru baru yang satu itu!!" Kataku bersungut-sungut.

Ezi terlihat mengernyitkan dahinya. "Siapa sih, maksud lu?" Tanyanya.

"Siapa lagi?" Aku tak mau menyebutkan namanya. Bisa-bisa kekesalanku bertambah. Lebih baik tidak usah membahas hal-hal berbau manusia dingin satu itu. "Lu lagi ngapain?" Tanyaku akhirnya mengalihkan topik tersebut.

"Ini lagi mau makan" jawab Ezi dan kulihat ia tengah menuruni tangga kemudian menyusuri ruang makan.

Jam 9 malam baru makan?

"Kok baru makan? Udah jam 9 loh" kataku memperingatinya. Si Ezi ini biasanya anti banget makan di jam-jam rawan. Katanya, ia lagi membentuk pola hidup sehat.

Halah, percuma juga lu begitu, Zi.. kalo rokok lu gak pernah absen.

"Iya, nunggu Bang Ali balik kerja dulu" sahut Ezi dan berhasil membuatku membelalakan mata dengan lebar.

Bang Ali yang dimaksud Ezi itu Pak. Ali guruku kan? Yang waktu itu ketemu di toko buku. Yang tadi pagi menghukum aku dengan tidak manusiawi. Yang berhasil membuat aku kesal tujuh turunan.

Kenapa harus dia sih.

"Bang Ali maksud lu itu Pak Ali?" Tanyaku berhati-hati memastikan.

"Iya, Princess... yang waktu itu ketemu di Mall...masa lupa? Lagian kan bukannya dia ngajar di sekolah lu?"

Haduh. Benar Ali yang itu rupanya.

"Di kelas gue malah" sahutku dengan raut wajah yang seketika memelas. Pasrah. Sedih.

"Wahh, jangan bilang guru baru yang lu keselin itu Bang Ali?!" Tanya Ezi dengan antusiasme seperti seorang idiot. Fyi, ia memang idiot bagiku.

Teach Me How To Love You RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang