{énas}

226 35 39
                                    

"Pulang sekolah gue main ke rumah lo ya, Ric."

Sang pemilik nama pun menoleh. "Hari ini?"

"Taun depan. Ya iyalah hari ini! Gitu aja make nanya," kata Ryan ketus.

"Eeehh.. Santai dong. Lo yang bilang sendiri kan gue bego," balas Eric lebih ketus.

Ryan hanya mengangkat alis.




"Eh, Ry," panggil Eric.

"Hm?"

"Nggak jadi deh, hehehehehe," cengir Eric yang dibalas delikan oleh Ryan.

Mereka pun diam-diaman.





"Eh, Ry," panggil Eric lagi.

"Apa?"

"Nggak ja- AH IYA IYA IYA AMPUN MAAP, GUE BENERAN NGOMONG NIH SERIUS." Eric mengatupkan kedua tangannya di depan wajahnya meminta ampun.

Ryan yang hampir menonjok wajah Eric pun hanya membuang napas kasar sambil melipat tangan.

"Sebenernya gue gak bisa bilang di sini, makanya gak jadi terus," jelas Eric setengah berbisik. "Di kantin aja."

"Hah?" Ryan hanya bisa menganga. "Bukannya di kantin malah rame, ya?" Namun Eric tidak menjawab.


































"Di pojok aja, Ry," kata Eric sambil menunjuk meja paling ujung di kantin.

Ryan berpikir untuk apa ke kantin, bukannya di kelas lebih enak?

Eric menghempaskan badannya ke bangku kantin yang sudah goyang-goyang tersebut. Kemudian ia malah mengeluarkan ponselnya dan asyik bermain game. Ryan yang melihatnya hanya menahan emosi. Ya ampun, orang seperti Eric ini memang harus tinggal di planet Mars.

Akhirnya karena sudah tidak sabar, Ryan pun menoyor kepala Eric. "Woi!!"

Eric yang terganggu pun menoleh dengan wajah tanpa dosa. "Loh? Kok lo masih di sini?"

"Ya emang gue harus ngapain? Tidur? Yang ngajak ke sini siapa? Terus yang ngajak cuma asyik main game sementara gue cuma jadi lalet doang diantara lu dan game gitu?" tanya Ryan bertubi-tubi sedikit emosi.

"Yah, gue kira lo pergi beli makanan," jawab Eric enteng. "Yaudah, beli makanan dulu sana biar gak emosian mulu kayak orang PMS."

Ryan hanya bisa mengatur napasnya sambil menyerigai. Tapi kata-kata Eric ada benarnya. Jadi dia bangkit dari duduknya dan memesan sepiring penuh siomay seharga Rp20.000 untuk dirinya sendiri. Sementara itu, Eric hanya fokus pada gamenya dan tidak menyadari bahwa seseorang tengah mengawasinya.















































































Ryan kembali dengan sepiring siomay di tangannya. Dia duduk di depan Eric yang masih terpaku pada layar ponselnya. Gerakan Eric yang sedang main game pun terhenti melihat Ryan yang makan siomay sangat banyak seperti orang hamil yang sedang ngidam.

"Anjir, lo beli siomay banyak amat!"

Ryan tidak menanggapi. Tetapi ia kemudian berbicara, "mana katanya mau ngomong."

Eric masih memperhatikan siomay Ryan. Sepertinya beliau lapar.

"Iya," jawab Eric. "Tapi liat lo makan siomay kayaknya enak juga, hehehehe. Jadi gue pesen siomay dulu, ya."

Ryan hanya menatapnya penuh emosi. Ingin sekali dia teriak. Namun ia sadar ia ganteng, jadi dia harus jaga image kalemnya.





Eric kembali lima menit kemudian. "Buset ngantrenya panjang banget," umpat Eric saat sampai di meja yang sudah ia tempati sebelumnya.

Eric menaruh siomaynya di meja. Baru saja pantatnya menyentuh bangku, bangku pun ambruk dan menyebabkan Eric terjungkal dan kepalanya terbentur meja.

"HAHAHAHAHAHAHAHA," tawa Ryan heboh sambil bertepuk tangan.

Beberapa orang yang lewat pun ikut menertawakan kejadian tiba-tiba tersebut.

Malu, pikir Eric.

Eric pun langsung berdiri dan duduk di bangku di samping Ryan. Dia memakan siomaynya dengan kepala tertunduk. Sangat malu sepertinya. Ryan juga masih cengengesan yang menyebabkan dirinya tersedak.

"Ngetawain orang sih lo," desis Eric di telinga Ryan saat ia sedang minum.

Ryan yang sudah selesai minum pun melanjutkan tawanya dan itu membuat Eric sebal. Eric pun memakan siomaynya dengan cemberut.

"Makanya lo ngomong yang tadi katanya mau lo kasih tau ke gue," kata Ryan sambil mencubit hidung pesek Eric.





Setelah Eric menghabiskan siomaynya, raut wajahnya pun mendadak serius. Ryan yang sadar akan hal itu sedikit merinding.

"Ryan." Tidak biasanya Eric memanggil Ryan dengan nama utuh seperti saat ini. Ryan pun terheran-heran.

"Kenapa, Ric?" tanya Ryan berusaha santai. Namun wajah Eric menunjukkan yang sebaliknya.

"Lo indigo, kan? Bisa bantu gue gak?"










|Beside The House|

[✔️] ʙᴇsɪᴅᴇ ᴛʜᴇ ʜᴏᴜsᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang