04.59 am

252 37 5
                                    

Harusnya Felix nggak ngasih tahu Lino.

Harusnya Felix nggak ngebolehin Lino dateng ke rumahnya tadi.

Harusnya.

Harusnya begitu, tapi semua sudah terlambat.

"Kamu mau makan apa, Chae? Aku pesenin."

Lino langsung menyaut, "Pesennya ke gua aja. Yang bayar nanti akhir-akhirnya juga gua kok."

Menyebalkan. Felix rasanya ingin sekali menendang Lino jauh-jauh dari kafe ini.

Perempuan yang sedang duduk anggun didepan mereka berdua hanya bisa tersenyum miring, kemudian tergelak karena sadar akan apa yang sedang Lino berusaha lakukan. Membangun dinding.

Lee Chae, anak sahabat papanya hari ini mengunjungi Felix ke rumah. Felix sudah mengenal Chae dari lama, karena kedua orang tua mereka bermitra bisnis sudah cukup lama.

Hari ini Chae mengunjungi Felix untuk memberikan hadiah ulang tahun--yang sebenernya sudah terlambat untuk memberikannya. Tapi Felix tidak ingin membuat Chae merasa tidak enak karena terlambat. Jadi dia akan mentraktir Chae makan.

Tapi pengganggu suasana ini datang. Datang tepat saat Felix sudah memanaskan mobilnya dan siap untuk berangkat. Lino langsung turun dari motornya dan menaiki mobil Felix tanpa dosa. Mengikuti mereka sampai di kafe ini juga.

Dan dari tadi sangat terlihat jika Lino mencoba membuat jarak antara Felix dengan Chae.

Ada-ada saja. Seperti mengajaknya ngobrol terus-terusan, mengajak Felix main game, menyahuti semua omongan Chae padahal itu ditujukan pada Felix, dan masih banyak lagi.

Felix merasa kasihan pada Chae.

"Heh, lo tu berisik. Diem. Lo belum kenalan kan dari tadi sama Chae? Kenalan gih. Gua nggak mau ya malah dia yang seakan jadi orang asing disini. Yang dateng tiba-tiba kan elo, elo yang harusnya gua diemin." Kata Felix kesal.

Chae tersenyum, mengulurkan tangan. "Santai, Lix. Nggak papa kok. Hai, kenalin gua Chae, Lee Chae. Blasteran Australia-Korea-Indonesia. Lo?"

Lino mau tidak mau harus membalas tangan Chae.

"Gua Fellino. Panggil aja Lino. Sahabat deketnya Felix dari dulu. Gua blasteran Indonesia-Surga."

Chae menatap Lino geli. Mempertanyakan apa itu blasteran Indonesia-Surga.

Setelah perkenalan singkat itu, pesanan mereka datang. Chae dan Felix memesan dessert sedangkan Lino hanya memesan ice coffe latte.

Kini Chae dan Felix mengobrol seperti biasa. Menanyakan bagaimana kabar masing-masing, pendidikan masing-masing, dan masih banyak lagi. Anehnya, Lino tidak lagi menyahuti dengan menyebalkan. Dia duduk diam dengan meminum ice coffe lattenya sambil sibuk menatapi ponselnya.

"Lulus SMA kamu mau kuliah dimana, Lix?"

Lino yang sedang menyesap ice coffe lattenya langsung tersedak. Felix langsung menyodorkan tisu untuk Lino.

Lino mengelap sedikit ice coffe lattenya yang menetes diujung bibirnya. Pertanyaan itu. Pertanyaan yang selalu Lino ingin tanyakan, namun ia tahan.

Lino tidak ingin mengetahui kenyataan bahwa Felix nantinya akan kembali ke Australia dan melanjutkan studi disana. Lino sama sekali tidak ingin tahu. Tapi Chae dengan mudahnya membahas hal ini dengan Felix. Mau tidak mau, Lino harus menyiapkan hatinya untuk mendengar jawaban dari Felix.

"Kuliah ya?"

Chae mengangguk.

"Kalo aku sih kayaknya harus lanjut studi di Korea, Lix. Permintaan terakhir nenek."

Felix mengangguk, mengerti.

"Kamu mau lanjut kuliah di Australi? Paman sama bibi juga udah jarang banget pulang ke Indo, kan?"

"Nggak."

Tunggu. Itu bukan Felix. Yang menjawab pertanyaan Chae barusan bukan Felix.

Tapi Lino.

"Kata siapa Felix bakal lanjut kuliah di Australia? Jangan berasumsi yang enggak-enggak ya, Chae. Papa mamanya Felix lagi sibuk banget aja disana makanya jadi jarang pulang. Rumah mereka tetep di Indo."

Lino menatap Chae dengan tatapan penuh ketidak sukaan. Felix menatap Lino dengan tatapan lebih tidak suka.

"No, lo bisa nggak sih nggak ngibarin bendera perang? Chae kan cuma tanya. Gua juga belum jawab. Nggak usah galak-galak."

Chae bingung dengan dua orang ini. Sepertinya dia salah menanyakan hal tadi pada Felix.

Lino diam. Kemudian memasukkan ponselnya kedalam saku dan menenggak sisa ice coffe lattenya dalam satu kali minum.

"Gua pulang dulu."

Hanya itu.

Lalu Lino pergi begitu saja.







Felix memotong dessert cakenya dengan kesal dan memasukkan sesuap besar kedalam mulutnya sembari menatap Lino yang pergi keluar dari kafe.



***
Beruntunglah para readers karena gua up lagi😅 gua gabut asli nggak ada obat.

Btw, kayaknya akan ada penambahan chapter deh :")
Entah mau ditambah berapa :")
Nantikan saja❤

Terimakasih untuk yang masih setia membaca sampai saat ini.

Jangan lupa baca karya gua yang satu lagi yak, judulnya 'TERSIRAT'. Castnya tetep anak-anak nyasar, tapi dengan genre yang berbeda👌

Have a nice day everyone!

JUST FRIENDS |•TAMAT•|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang