BAB 5

98.2K 5.5K 232
                                    

Playlist

Zayn Malik- Pillow Talk

***

"Saya mau Aryan ngerayain ulang tahunnya tiap tahun. Supaya dia nggak pernah merasakan sendiri karena nggak ada sosok ibu di sampingnya," Mas Bara membuka obrolan ketika aku dan dia sedang berada di dalam mobil menuju perjalanan ke rumahnya.

Setelah menunggu sampai satu setengah jam, aku beneran takjub dengan Mas Bara karena dia sama sekali nggak menampilkan wajah yang bete, lelah, atau kesal. Yang ada, dia menyambutku dengan senyumnya yang khas dan mampu membuatku tersipu karena selama beberapa detik Mas Bara nggak berhenti buat memperhatikan penampilanku. Hari ini, aku memakai gaun selutut berwarna biru muda dengan motif bunga-bunga. Nggak ada riasan tebal sama sekali, cukup bedak tabur dan lipstik saja. Juga aku membiarkan rambutku yang sepunggung tergerai begitu saja serta poninya menutupi kening. Aku kombinasikan penampilanku dengan flat shoes berwarna putih yang menampilkan kesan sederhana tapi menawan. Terbukti sih ketika Mas Bara nggak bisa mengalihkan pandangannya padaku.

"Kadang saya suka kasihan sama Aryan, di saat yang lain ke sekolah dianter sama ibunya, dia malah sama Bik Suti." Bik Suti adalah asisten rumah tangganya. "Kadang saya, tapi nggak bisa tiap hari. Harus ngejar sama kerjaan di rumah sakit."

Mas Bara mengehela napas panjang. Matanya masih fokus pada jalanan sedangkan aku sibuk mendengarkan semua yang ingin dia sampaikan.

"Delapan tahun Aryan hidup nggak ada ibu di sampingnya bikin hati saya sakit," lanjut Mas Bara. "Dia lebih sering diam dan murung kalau teman-teman di sekolahnya cerita soal ibu mereka masing-masing. Makanya nggak jarang saya dipanggil sama gurunya supaya saya bisa memperhatikan Aryan lebih."

Sebisa mungkin saat dia bercerita, aku nggak boleh menyinggung masalah istrinya yang sampai sekarang nggak tahu ada di mana. Aku tahan semuanya agar nggak keluar dari mulut karena itu merupakan pertanyaan yang sensitif dan nggak etis juga buat ditanyakan.

"Salah saya juga sih," Mas Bara tertawa sumbang, "nggak bisa merhatiin anak sendiri dan malah sibuk sama kerjaan di rumah sakit. Padahal, saya udah coba buat nggak terlalu sibuk, tapi tetap aja, susah. Apalagi saya kerja di salah satu rumah sakit terbesar se-Jawa Barat."

Kemudian, pandangan Mas Bara menoleh padaku. "Raya, semua yang saya bilang ke kamu kemarin itu serius. Nggak bercanda sama sekali. Dan satu lagi, alasan saya menikahi kamu adalah, Aryan. Saya pengin Aryan kayak anak-anak lainnya yang bisa bercerita tentang ibunya."

Aku langsung menunduk dan nggak berani buat natap Mas Bara.

"Kamu udah ada jawabannya, Ya?"

"Udah," gumamku pelan.

"Apa jawaban kamu?"

Aku mendongak dan memberanikan diri untuk menatapnya. "Nggak sekarang juga kan kasih tahunya? Nanti setelah acara ultah selesai aja."

"Oke," Mas Bara mengangguk-angguk. Senyumnya kembali merekah. "Kamu udah bikin saya penasaran."

Nggak lama kemudian, mobil Mas Bara memasuki halaman parkir rumahnya. Segeralah dia mematikan mesin mobilnya dan sibuk melepas sabuk pengaman.

"Kamu baru pulang dari rumah sakit, semalam Aryan sama siapa?" tanyaku sambil membuka sabuk pengaman.

"Sendiri."

Mataku langsung membulat mendengarnya. "Kamu biarin Aryan sendiri semalaman? Kamu tahu kan anak kamu umurnya berapa?"

"Tahu dan saya kasihan sama Aryan. Tapi mau gimana lagi? Saya nggak punya pilihan. Kerjaan di rumah sakit juga penting. Saya juga udah ajak Aryan buat ikut ke rumah sakit, tapi dia nggak mau. Aryan paling nggak betah kalau udah saya bawa ke rumah sakit," jelasnya panjang lebar. "Makanya, kamu mesti jawab ya. Biar kita bisa nikah dan Aryan nggak sendirian lagi di rumah tiap saya dinas malam."

My Hottest Duda [Hottest Series#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang