9 (b)

3.7K 588 109
                                    

'Kegembiraan terbesar bukanlah tentang bagaimana caranya membunuh, melainkan membiarkannya hidup dan menyiksanya perlahan-lahan.'

.

.

.

Sehun memborgolnya.

Kabin tua itu penuh dengan lakban, borgol, dan pisau. Sehun telah merencanakan semua ini dengan matang, dan Seokjin tahu pemuda itu akan segera membunuhnya.

Sehun mendorongnya ke kursi. Menarik tangannya yang diborgol ke belakang dan melakban pergelangan kakinya ke kaki kursi yang goyah. Satu-satunya cahaya yang ada di kabin tua itu berasal dari sebuah lampu temaram di ruang sebelah.

Darah mengotori pakaian yang dikenakan Sehun, tetapi bahkan pemuda itu tidak memperdulikannya, atau mungkin dia tidak menyadari luka yang dia miliki. Sehun terlalu terpaku padanya.

"Aku ingin meluangkan lebih banyak waktu bersamamu." Tukas Sehun seraya menyeringai dan hal itu membuat Seokjin semakin takut. "Kau tahu, aku selalu memikirkanmu..." Sehun mengambil sebilah pisau. Pemuda itu memiliki beberapa set pisau dengan ukuran yang berbeda-beda. "Memikirkan semua tentang apa yang seharusnya kulakukan padamu..."

"Polisi sedang mencariku sekarang!" Bentak Seokjin. Dia tidak akan memohon padanya. Tidak akan memberinya kepuasan itu. "Kau akan menemukan dirimu dilemparkan ke dalam sel lagi. Kali ini kau tidak akan bisa melarikan diri. Kau akan mendekam selamanya di dalam sana dan kau akan— "

Sehun menempelkan ujung pisaunya ke pipi Seokjin. Mengiris permukaan kulitnya dengan gerakan yang lambat hingga Seokjin bisa merasakan darah merembes di atas kulitnya. Lebih kental dan lebih hangat dari pada tetesan air mata.

"Apakah aku harus memulai dari wajahmu?" Sehun bertanya dengan penuh semangat. "Atau tubuhmu?"

Jangan memohon. Jangan menangis. Seokjin tidak akan melakukannya apa pun yang terjadi. "Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Sehun? Kenapa kau menjadi seperti ini? Kau memiliki keluarga dan orang tua yang baik..." Seokjin telah menelusuri latar belakang pemuda itu. Sehun memiliki keluarga yang hebat, bahkan kedua orang tua Sehun segera membawanya menemui terapis ketika mereka menyadari bahwa anak lelaki mereka... berbeda. Setelah beberapa waktu menjalani terapi, psikiater mengatakan bahwa pemuda itu baik-baik saja. Mental Sehun sehat.

Omong kosong.

Sehun hanya bersandiwara untuk menyembunyikan monster yang ada di dalam dirinya.

Sehun tersenyum padanya dan pemandangan itu hampir menghentikan detak jantungnya. Oh Sehun adalah pemuda yang tampan. Bagi orang-orang yang tidak tahu kisah tentang Sehun, pemuda itu sama sekali tidak terlihat seperti psikopat. Pemuda itu tampak seperti bocah lelaki yang menjadi bintang sepak bola dan digilai banyak wanita.

"Aku kehilangan jati diriku," kata Sehun. Ujung pisaunya kembali terangkat dan menjauh dari pipi Seokjin, tetapi hal itu masih tidak bisa membuat Seokjin bernapas lega. Seokjin terlalu khawatir kemana selanjutnya pisau itu akan tertuju. "Aku sangat tersesat, sampai aku bertemu dengan dia."

Dia?

Keping mata pemuda itu menyipit padanya. Menembus bayang-bayang kegelapan. Seokjin bisa melihat kebencian yang begitu kentara dalam tatapan itu, "Tapi kau menjauhkanku darinya."

"Karena kau membunuh! Kau membunuh orang-orang yang tidak berdosa— kau membuang tubuh mereka seperti sampah! Kau layak di penjara!" Bahkan lebih dari itu, Seokjin berpikir pemuda itu pantas membusuk di neraka, tetapi dia menahan kata-katanya karena pisau itu masih terlalu dekat dengannya.

Primal Fear | NamJin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang