"Woi, Ry!" panggil Eric di ujung koridor sekolah.
Ryan yang sedang berjalan pun menoleh dan mendapati temannya berlari kecil ke arahnya. Sebenarnya Ryan sedikit takut untuk mendekati Eric. Namun mau bagaimana lagi, Eric adalah sahabatnya.
"Makasih udah mempertimbangkan pertolongan gue," Eric berkata sambil menjabat tangan Ryan.
Ryan tersenyum kecil.
"Sore ini bisa kan ke rumah gue?"
Ryan mengangguk.
"Ayo masuk," ujar Eric kepada Ryan.
Mereka melangkah masuk ke dalam rumah Eric. Seperti biasa, rumah ini sangat sepi. Keduanya duduk di sofa dan saling berdiam diri.
"Mau minum?" tanya Eric memecah keheningan.
"Nggak usah," tolak Ryan halus.
Hening lagi.
"Ehm," Eric berdeham untuk memecah keheningan. "Sebelum gue cerita, lo ngerasa ada sesuatu yang aneh gak di rumah gue?"
Ryan terlihat berpikir. "Ada," jawabnya singkat. "Tapi bukan dari dalem rumah."
Eric melebarkan matanya. "Lalu?"
"Dari samping rumah lo."
Eric mengembuskan napas lega. Setidaknya itu tidak terlalu membahayakannya.
"Tapi ada yang perlu lo tau," Ryan tiba-tiba berkata.
Eric mengangkat sebelah alisnya. "Apa?"
"Menurut perasaan gue, itu jauh lebih berbahaya, gak tau kenapa," ujar Ryan sedikit cemas. "Jadi lo perlu hati-hati."
Seolah tidak percaya, Eric menggelengkan kepalanya berulang kali.
"A-ah hahaha, tapi gak mungkin seserius itu, kan?" tanya Eric ragu.
"Sayangnya gue serius, Ric," jawab Ryan penuh keyakinan tetapi juga khawatir.
"Ibu bawa apa?" tanya Eric ketika ibunya pulang.
Ibunya menoleh. "Kucing."
"Kucing??" tanya Eric dengan ekspresi yang berlebihan.
"Lebai deh kamu," ledek ibu sambil menoyor kepala Eric.
Ibu masuk dengan langkah lebar, membuat Eric harus berlari kecil untuk mengejarnya.
"Bu, iiiiihhh," rengek Eric manja sambil menarik-narik lengan baju ibunya.
"Apa sih geli," tepis ibunya sambil membawa kandang kucing ke teras. "Punya anak cowok serasa punya anak cewek."
Dengan segala kepasrahannya, Eric hanya memperhatikan kegiatan yang dilakukan ibunya di teras. Sambil sesekali menggaruk kepalanya, Eric menggumamkan kata-kata tidak jelas.
"Kenapa sih, kayak orang gila aja," tukas ibu asal sambil melewati Eric.
Eric tidak menjawab. Ia masih hanya bersungut-sungut sambil menggaruk kepalanya. Karena kelelahan berdiri, ia pun duduk di sofa. Sebenarnya dia juga bingung dia kenapa.
"Kek orang gila beneran lu ah!" omel Eric pada dirinya sendiri.
Tapi serius Eric penasaran kenapa ibunya membawa kucing ke rumah. Bukannya tidak suka, tapi ya aneh saja. Ibunya kurang suka dengan hewan tiba-tiba membawa pulang hewan. Ibunya tidak berubah jadi hewan kan?
Ia kembali menggaruk kepalanya.
"Garuk kepala mulu, kutuan bukan?" tanya ibunya asal.
"Ibu apaan, sih," dengus Eric sebal.
Ibunya tertawa. "Kucing itu dari kantor, tadi kayak sakit gitu. Ya sudah ibu bawa ke dokter hewan, ternyata dia punya masalah sama jantungnya. Karena tidak tega, akhirnya ibu bawa pulang. Ya walaupun kamu tahu ibu kurang suka dengan hewan, bagaimanapun hewan juga makhluk hidup," jelas ibunya panjang kali lebar.
Eric puas mendengarnya.
"Oh! Kucing itu juga harus di kontrol kesehatannya setiap tiga hari sekali, dan biayanya sangat mahal walaupun hanya kontrol kesehatan. Wajar, sih, ini kan penyakit yang cukup serius. Untungnya kita kaya, jadi ibu santai saja dengan biayanya." Eric hanya mendelik mendengarnya.
Kemudian keduanya sibuk dengan ponselnya masing-masing. Beberapa saat kemudian, Eric teringat dengan percakapannya dengan Ryan tempo hari. Ia bingung apakah harus ia beritahu kepada ibunya atau tidak.
Kasih tahu saja lah, pikirnya.
"Emm, Bu," panggil Eric dengan ragu.
Tidak lama kemudian, ibunya mengangkat kepalanya dari layar ponsel. Menatap anak semata wayangnya dengan sayang. "Apa, sayang?"
Tidak perlu kasih tahu saja kali ya? Eric bertanya-tanya dalam hati.
"Ng-nggak jadi, hehehe."
Gue nggak mau ibu khawatir dulu, gumam Eric sambil tersenyum
"Hei, bagaimana? Jadi?" tanya sosok kecil.
"Jadi, dong," jawab sosok yang lebih tinggi.
"Bagaimana jika dia tahu?" tanya sosok yang kecil, khawatir.
"Nggak akan, udah gue pastiin," jawab sosok yang lebih tinggi dengan yakin.
"Hati-hati, gue takut lo kepergok."
"Tenang, anak gue sepemikiran sama gue," sosok tinggi itu menunjukkan smirk khasnya. "Gue akan segera bunuh dia."
Kemudian mereka tertawa.
|Beside The House|
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] ʙᴇsɪᴅᴇ ᴛʜᴇ ʜᴏᴜsᴇ
Misterio / Suspenso[[COMPLETED]] "Gue selalu nyium bau anyir setiap lewat situ." ©hanshzz, 2020