BAB 6

96K 4.7K 158
                                    

Yang kangen Mas Bara dan Raya mana?

Happy reading ya. Jangab lupa vote dan komennya.

Bab ini hampir 3000 kata :)

***

"Om, Tante... maksud kedatangan saya ke sini, saya ingin melamar anak Om dan Tante. Raya Prayagung."

Papa dan Mama menyimak secara saksama. Aku yang duduk di samping Mama cuma bisa menunduk dan nggak berani buat natap Mas Bara. Bukan nggak mau, tapi lebih ke nggak tahan. Di hari lamaran ini, Mas Bara pakai kemeja batik biru muda yang aku pilihkan saat kami belanja beli cincin lamaran. Kutemukan secara nggak sengaja di salah satu toko batik premiun dan aku langsung jatuh cinta dengan batik yang sekarang Mas Bara kenakan.

Aryan sengaja nggak Mas Bara bawa. Dia dititipkan ke Bik Suti karena katanya nggak mau membuat ayahnya hilang fokus buat melamarku. Dasar anak kecil sudah mengerti saja. Padahal umurnya baru saja genap delapan tahun.

Sampai detik ini, baik aku ataupun Mas Bara nggak pernah saling mengungkapkan perasaan cinta masing-masing. Nggak pernah ada pengakuan yang keluar dari mulut Mas Bara kalau dia jatuh cinta sama aku, begitu juga sebaliknya. Rasanya, ungkapan cinta nggak perlu diucapkan dengan kentara. Yang penting, aku dan Mas Bara mengerti akan perasaan yang mulai tumbuh ini.

Aku mencintai Mas Bara. Dan aku harap juga Mas Bara merasakan apa yang aku rasakan.

"Setelah kurang lebih dua bulan kami bersama demi mengenal satu sama lain, saya yakin bahwa antara kami berdua ada kecocokan yang membuat saya berani melamar anak Om dan Tante," ucap Mas Bara tenang. Nggak terlihat tegang sama sekali dan tentu saja dia orangnya yakin kalau Mama dan Papa nggak akan menolak.

Karena sebelumnya juga mereka yang menjodohkanku dengan Mas Bara. Jadi, sudah diyakini dua ribu persen, mereka akan langsung menerima dan memberikan restu.

Dua hari sebelum lamaran, aku dan dia sempat bertemu dan ngobrol mengenai masalah pernikahan yang rencananya akan dilaksanakan sebulan setelah lamaran. Yeah, dadakan. Makanya aku nggak salah memanggilnya dengan sebutan kurir paket karena serba dadakannya itu.

"Ya, kamu ingat nggak waktu acara lebaran dua tahun yang lalu kita sempat ada di acara yang sama? Acara keluarga papa dan mama kamu. Dari sana, aku nggak sengaja lihat kamu. Cuma beberapa detik sih, tapi asal kamu ya, Raya, aku ngerasa udah jatuh hati sama kamu."

Entah mengapa Mas Bara tiba-tiba membahasanya, padahal aku nggak ingat pernah bertemu dengannya di acara keluarga yang sama.

"Setelah sekian lama aku nutup diri sama yang namanya cinta karena pernikahanku yang berantakan, aku kembali membuka hatiku sendiri begitu lihat kamu, Ya. Debaran jantungku berpacu liar dan apapun caranya aku harus dapat kamu."

Aku masih diam saat itu. Mendengarkan semua yang dia katakan padaku.

"Meski niat awalnya kita menikah karena dijodohin, tapi aku yakin, Ya, kamu adalah pemberhentian terakhirku. Nggak ada pemberhentian lainnya, karena aku udah nggak bisa berpaling dari kamu," ucap Mas Bara sembari menatap kedua mataku dalam. "Mungkin... sampai sekarang cinta kita belum kuat dan ketika nikah nanti, kita masih butuh proses supaya saling mencintai. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, Ya... aku nggak mau kehilangan kamu."

Aku merasakan Mama meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Saat menoleh padanya, Mama tersenyum bahagia dengan pilihanku yang akhirnya menerima Mas Bara.

"Saya serahkan semuanya sama Raya." Suara Papa membuatku menatap Mas Bara. "Karena Raya yang akan menjalani semuanya. Kalau Raya siap dan mau dengan lamaran ini, saya tinggal kasih restu buat kalian."

My Hottest Duda [Hottest Series#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang